Pernah Gagal SNBP-SNBT, Awardee LPDP Ini Kisahkan Kegigihan untuk Tetap Kuliah

ADVERTISEMENT

Pernah Gagal SNBP-SNBT, Awardee LPDP Ini Kisahkan Kegigihan untuk Tetap Kuliah

Devita Savitri - detikEdu
Minggu, 31 Mar 2024 10:00 WIB
Fathia Fairuza awardee LPDP 2022 ceritakan perjuangannya dalam berkuliah.
Fathia Fairuza awardee LPDP 2022 ceritakan perjuangannya dalam berkuliah. Foto: (Devita Savitri/detikcom)
Jakarta -

Menjalani pendidikan setinggi-tingginya mungkin jadi harapan banyak pelajar di seluruh dunia. Tetapi tidak sedikit yang juga gagal mewujudkan hal tersebut, karena berbagai faktor.

Salah satunya karena tidak memiliki privilege atau hak istimewa yang seringkali mengacu pada status ekonomi seseorang. Bagi Fathia Fairuza, privilege bukanlah sebuah faktor yang bisa membuat seseorang tidak bisa melanjutkan pendidikan tinggi.

"Memang siapa kita berhak menilai? Karena faktanya tidak semua orang dilahirkan dengan privilege. Tak satupun dari kita dapat memilih dalam keadaan apa kita dilahirkan dan berasal dari keluarga mana," ujarnya dalam acara TEDx Sampoerna University "Status Quo" di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baginya banyak jalan jika kita ingin mewujudkan cita-cita, salah satunya adalah dengan pendidikan tinggi. Diceritakan Fathia ia adalah sosok yang berasal dari masyarakat kelas menengah.

Sang ayah memang merupakan lulusan perguruan tinggi dengan gelar sarjana. Tapi, ibunya tidak pernah berhasil menyelesaikan kuliah dan masih lulusan SMA hingga saat ini.

ADVERTISEMENT

Dari penggambaran tersebut, dara asal Sidoarjo ini menekankan bila dirinya bukan berasal dari keluarga kaya yang memiliki privilege. Sehingga sebenarnya latar belakang tidak bisa mendefinisikan seseorang.

"Seringkali banyak orang mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena latar belakangnya, ekonomi tinggi, atau sarjana pertama dalam keluarga."

"Tapi betapa menyedihkan memikirkan bahwa latar belakang menentukan siapa dirimu. Betapa menyedihkan bahwa latar belakang dapat membatasi peluang di masa depan. Ini adalah sebuah kesalahan," tambah Fathia.

Pendidikan Ciptakan Kecerdasan Emosional

Salah satu alasan mengapa kita harus melanjutkan pendidikan tinggi atau kuliah adalah karena pendidikan dapat mengubah hidup menjadi lebih baik. Hal tersebut telah dirasakan Fathia dalam perjalanan pendidikannya.

Saat sekolah, ia mengikuti program pertukaran SMA ke Madrid, Spanyol. Sebagai seorang muslim, Fathia mengenakan hijab tetapi mendapat tentangan. Karena tidak mau melepaskan hijab, ia mendapat ancaman untuk dikeluarkan dari sekolah.

"Itu baru minggu pertama saya di Madrid," cerita Fathia.

Tidak menyerah, sosok Fathia berusia 17 tahun berjuang untuk hak pendidikannya. Ia membuat petisi melalui sebuah platform dan beritanya menyebar dengan cepat.

"Hanya satu malam, saya berhasil mendapat dukungan lebih dari 3.200 orang di seluruh dunia. Jika bertanya dari mana ide itu datang, jawaban saya adalah pendidikan," tambah Fathia.

Baginya pendidikan tidak hanya mengajari bagaimana cara membaca, menulis atau peduli. Tetapi pendidikan juga memberitahunya untuk sadar akan hak hingga kecerdasan emosional.

Ketika seseorang menempuh pendidikan yang lebih tinggi, kecerdasan emosionalnya akan terasah. Ia akan diajari bagaimana cara mengatur emosi diri sendiri dan emosi orang lain, hal ini yang dimanfaatkan Fathia dalam melawan diskriminasi yang dirasakannya.

Memang IQ dan keterampilan teknis juga sebuah faktor yang penting. Namun menurut psikolog AS yang juga penulis tentang Emotional Intelligence, Daniel Goleman, kecerdasan emosional adalah sebuah syarat untuk menjadi seorang pemimpin dan bisa didapatkan melalui pendidikan.

Gagal SNBP dan SNBT

Saat selesai program pertukaran pelajar, Fathia kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan masa pendidikan SMA-nya. Ia sangat ingat bila saat itu teman sekelasnya sangat ambisius agar diterima universitas top di Indonesia, begitupun dirinya.

Tetapi takdir berkata lain, Fathia gagal dalam seleksi nasional baik Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) ataupun Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) dan ditolak seluruh universitas di Indonesia yang ia lamar.

"Tentu saja saya merasa minder dengan masa depan saya. Apalagi mengetahui orang tua tidak mampu membiayaiku untuk kuliah di universitas swasta di Indonesia," ungkapnya.

Karena tidak adanya privilege, Fathia tidak ingin menerima hal tersebut sebagai kekurangan dan mengubah pola pikirnya untuk terus berjuang demi masa depan. Ia akhirnya mencari informasi lain tentang peluang melanjutkan pendidikan tinggi di luar negeri.

Hingga akhirnya ia diterima sebagai mahasiswa Hubungan Internasional, Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) Jepang dan mendapat beasiswa pengurangan biaya kuliah. Untuk memenuhi biaya pendidikannya, ia bekerja keras dengan mengambil pekerjaan part-time.

Usahanya tidak sia-sia, Fathia lulus dari APU dengan predikat honors dan mendaftar beasiswa LPDP untuk melanjutkan jenjang S2-nya di Columbia University jurusan Human Right Study. Tidak berhenti, semasa S2 ia juga berkesempatan magang di United Nation (UN) Headquarter atau Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS. Keren!

Alasan Kita Harus Kuliah

Dengan perjalanan yang dilaluinya, Fathia meyakini bila pendidikan itu sangat ampuh. Tidak hanya bisa mengubah hidup, pendidikan tinggi juga mengajarkan seseorang menciptakan tujuan hidup hingga mengasah keterampilan.

"Pendidikan mengajarkan saya untuk bisa berpikir strategis tentang langkah apa yang perlu saya ambil untuk mencapai tujuan jangka panjang. Akhirnya adalah pendidikan dapat mengubah hidup seseorang," katanya.

Di abad ke-21 ini, seseorang menurutnya harus memiliki keterampilan untuk berpikir kritis, keterampilan komunikasi dan keterampilan untuk memecahkan masalah. Dan hal itu diasah selama menjalani pendidikan setinggi mungkin.

Pendidikan adalah sebuah katalis perubahan yang memberi peluang kepada individu dari latar belakang berbeda kesempatan untuk meningkatkan kehidupan, keadaan sosial ekonomi terlebih bila mereka tidak memiliki privilege.

"Saya akhirnya bisa mengambil langkah maju yang besar dari Sidoarjo sampai New York. Karena pendidikan saya dilengkapi dengan keterampilan yang dibutuhkan di masa depan."

"Jadi jangan ragu untuk terus maju dan memanfaatkan berbagai peluang. Maju dan kejarlah pendidikan setinggi-tingginya. Jangan biarkan latar belakang membatasi peluang di masa depan karena dengan pendidikan, kamu lebih dari itu," pungkas Fathia.




(det/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads