Sebuah studi menemukan bahwa pelajar yang mengandalkan ChatGPT untuk tugas akademis ternyata berkaitan dengan meningkatnya kesepian. Hal ini karena mereka merasa didukung oleh kecerdasan buatan dan secara tidak sadar menjauhkan dukungan dari kehidupan nyata.
Peneliti Australia Dr Crawford mengerjakan makalah bersama Kelly-Ann Allen dan Bianca Pani dari Monash University dan Michael Cowling, yang berbasis di Universitas Queensland Tengah.
Mereka melakukan survei kepada 387 mahasiswa di berbagai belahan dunia untuk memahami efek samping yang jarang dipahami dari penggunaan chat OpenAI, yang ada sejak November 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut peneliti, selama ini chatbot AI dianggap bermanfaat untuk penyediaan informasi yang bisa meningkatkan kinerja siswa.
"(Terutama) ketika dukungan sosial, kesejahteraan psikologis, kesepian, dan rasa memiliki dianggap memiliki efek negatif terhadap prestasi," tulis makalah yang diterbitkan dalam Studies in Higher Education.
Jadi, untuk menghindari efek negatif terhadap prestasi, banyak siswa akhirnya menggunakan chatbot AI. Meskipun, hal itu bisa memberikan efek yang tanpa disadari.
Efek Mahasiswa Terlalu Mengandalkan ChatGPT
Saat ini, apa yang dilakukan oleh mahasiswa dengan menggunakan ChatGPT, juga telah disadari oleh lingkungan pendidikan lebih luas.
Dalam hal ini, banyak universitas telah mengadopsi serangkaian chatbot untuk membantu proses lainnya, termasuk dalam penerimaan dan dukungan mahasiswa. Namun, hal ini yang justru dikaitkan dengan ketergantungan terhadap ChatGPT di kemudian hari.
"Tampaknya mahasiswa lebih mencari bantuan AI dibandingkan pustakawan, penasihat mahasiswa, dan konselor, dan ini berarti universitas tidak memiliki visibilitas dari perspektif keberlangsungan layanan bagi seluruh mahasiswa," kata Joseph Crawford, dosen senior bidang manajemen di The University of Tasmania dan salah satu penulis penelitian, dikutip dari Times Higher Education.
"Universitas dapat menghemat uang dengan menerapkan alat-alat ini dengan mengorbankan mahasiswa yang menghabiskan waktu untuk membangun keterampilan sosial dan modal sosial mereka," imbuhnya.
Bisa Menjauhkan dari Hubungan Sosial Nyata
Studi baru ini menemukan bahwa siswa yang melaporkan menggunakan ChatGPT lebih banyak menunjukkan beberapa bukti tentang perasaannya yang lebih didukung secara sosial. Dalam hal ini, siswa merasa ChatGPT lebih membantunya untuk mengerjakan urusan-urusan yang dilakukan.
Data menunjukkan bahwa penggunaan chatbot atau chat yang bisa membalas secara otomatis, dapat menyebabkan hubungan antarmanusia menjadi menurun. Mirisnya, hal ini kerap kali tanpa disadari oleh pengguna.
Hal ini berbanding dengan data sebaliknya, yang menunjukkan bahwa pelajar yang mendapat dukungan dari teman dan keluarga secara langsung, telah melaporkan berkurangnya rasa kesepian. Selain itu, prestasi akademik mereka juga lebih tinggi.
"Masih belum sepenuhnya jelas apakah penggunaan AI menyebabkan kinerja lebih rendah, atau apakah siswa yang memiliki kinerja lebih rendah lebih sering menggunakan AI," ujar Dr Crawford.
Namun ia merekomendasikan agar universitas mencari cara lain, seperti:
- Mempromosikan jaringan teman satu angkatan/jurusan
- Memberikan peluang sosial bagi mahasiswa
- Membangun hubungan sosial di lingkungan pendidikan sebagai cara untuk mengisolasi siswa dari dampak negatif penggunaan AI.
Secara garis besar, studi ini ingin menegaskan bahwa siswa penting untuk menyadari dukungan sosial yang nyata dan bukan melalui chatbot AI.
Sebab, hal ini penting dampaknya terhadap kesejahteraan, rasa memiliki, kesepian, dan niat untuk meninggalkan universitas.
(faz/nah)