Mediyanti H, Dulu di Dunia Perhotelan Kini Guru Khusus Anak Autistik

ADVERTISEMENT

Mediyanti H, Dulu di Dunia Perhotelan Kini Guru Khusus Anak Autistik

Sudrajat - detikEdu
Rabu, 20 Mar 2024 13:00 WIB
Kaka dan Mediyanti
Foto: Dok. Mediyanti
Jakarta -

Mediyanti H. (Medy), 52 tahun, menyodorkan tiga buah kartu masing-masing bergambar daun, jeruk, dan anjing ke hadapan Kardam Fynn Hier. Dalam Bahasa Inggris, putra sulungnya yang biasa disapa Kaka itu diminta untuk memilih gambar binatang. Kaka pun mengambil kartu bergambar anjing dan menyerahkan kepada sang Bunda sambil tersenyum.

"Good job... What animal is this?," tanya Mediyanti. "Dog," jawab Kaka dengan percaya diri.

Tak selesai sampai di situ. Berikutnya Mediyanti menyodorkan karut-kartu lainnya dengan beragam gambar. Kali ini dia meminta Kaka untuk menunjukkan kartu bergambar aneka buah dan sayuran. Lalu Mediyanti meminta Kaka menyebutkan nama-nama sayuran di kartu tersebut. "Broccoli, Carrot....," jawab Kaka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mediyanti membagikan aktivitas putranya yang menyandang autistik itu di Instagram pada 5 Januari 2024. Selain membaca, pada postingan lainnya pada hari yang sama terlihat Kaka tengah mewarnai gambar kupu-kupu. Di kali lain dia membagikan video berisi adegan Kaka tengah belajar menghitung, mengeja bacaan, hingga memotong-motong jeruk, dan olah raga.

Ada juga adegan obrolan ringan berupa kuis atau tanya jawab di waktu senggang. Seperti, siapa yang tampan ibu atau Kaka?, Kalau yang cantik siapa, Ibu atau Kaka? Lebih cantik Ibu atau Lila (adiknya Kaka)? Semua aktivitas komunikasi semacam itu merupakan hasil dari pendidikan dan pelatihan instens yang berkelanjutan.

ADVERTISEMENT

"Jadi, tidak ada ukuran seberapa lama prosesnya anak kita bisa seperti anak yang lainnya. Semangat kita adalah ukurannya," kata Medy saat berbincang dengan detikEdu di sebuah kafe di kawasan Cilandak beberapa waktu lalu.

Kardam Fynn Hier alias KakaKardam Fynn Hier alias Kaka Foto: Dok. Mediyanti via IG Rumahnya_kaka

Selain Kaka yang lahir pada 19 Maret 2004, sejak beberapa waktu terakhir Medy juga mengajar untuk sekitar 8 anak maupun remaja yang menyandang autistik dan punya kendala dalam berkomunikasi. Ia mengajar di sekolah khusus maupun secara daring. "Saya fokus ke online dengan target orang tua di luar Jakarta yang memiliki keterbatasan akses ke pelayanan pusat terapi. Saya nggak bisa menerima banyak (murid) karena juga fokus masih ke Kaka," tutur Medy yang pernah kuliah di Melbourne Polytechnic dengan jurusan Education Support ini.

Dia juga mengambil beberapa pelatihan seperti Brain Gym dan PECS (Picture Exchange Communication System atau sistem komunikasi dengan pertukaran gambar). "Ini menguatkan pemahaman saya tentang anak berkebutuhan khusus," imbuhnya.

Oleh atasannya, Medy ditawari untuk mengikuti postgraduated (pasca sarjana) pendidikan khusus autistic di Torrens University, Melbourne, pada 2022. Sebelumnya, 2018 - 2022 dia menjadi guru bantu di sekolah berkebutuhan khusus yakni Croxton (SD) dan Pavilion Latrobe (SMA), Melbourne. Kedua sekolah tersebut berada di bawah naungan Charles Latrobe Collage (SD).

Komunikasi visual, kata Medy, akan sangat membantu pengembangan dan kemandirian individu autistik yang belum punya kemampuan berkomunikasi atau pun mereka yang tidak memiliki kemampuan membaca. Dengan bantuan visual berupa gambar, si anak akan lebih mudah memahami setiap kata. Akan mudah mengingat, menuliskan, bahkan menyebutkannya.

"Ini sebenarnya ilmu dasar yang semua pendidik sekolah berkebutuhan wajib pahami. Komunikasi menggunakan visual dengan metode, aplikasi atau teknologi apapun akan lebih mudah penggunaannya jika sudah memahami dasar-dasar dan tahapan PECS," papar Medy.

Sebelum menikah dengan Murray Hier yang berprofesi sebagai geology pada 2003, Mediyanti bekerja di beberapa hotel milik grup Radisson di Jakarta, Bali dan Makassar selama 7 tahun, 1995-2002. Lalu hijrah ke Sedona Hotel, dan terakhir sebagai Sales and Marketing Manager Country Inn, hotel baru saat itu.

"Setelah menikah saya sempat kerja part time dan mengambil short courses. Sebelum Kaka didiagnosa autistik, saya malah pernah freelance mengajar bahasa dengan dua mahasiswa Melbourne yang mengambil jurusan Bahasa. Itu sekadar sampingan (mengisi waktu) saja sebelum lahiran Kaka," papar Medy.

Si Sulung, Kardam atau Kaka, terdiagnosis autistik level 3 pada usia 18 bulan. Itu pun keluarga terdekatnya yang menunjukkan tanda-tanda penurunan Kaka. Kala itu Medy dan suaminya mudik dari Melbourne ke Jakarta.

"Kerabat aku melihat Kaka berubah. Dia nggak memberikan respons. Dia baru merespons kalau kupingnya disentuh atau dijewer," ujar Medy.

Medy pribadi mengaku kurang perhatian karena kala itu dia sudah disibukkan dengan kehadiran anak kedua, Khalila. Begitu Kaka terdiagnosis autistik, suaminya sempat akan mensomasi dokter yang sebelumnya memberikan vaksin influenza untuk Kaka. Namun setelah diberi pengertian dia akhirnya paham dan bahu-membahu untuk memberikan intervensi terbaik bagi Kaka.

Itu pun tak mudah. Di Melbourne, tenaga ahli terkait autism masih terbatas. Mereka terkadang harus antre 3-6 bulan untuk sesi terapi. Biayanya per jam sekitar Rp 1,4 juta, dan asuransi hanya menanggung setengahnya.

Medy akhirnya memutuskan pulang ke Jakarta pada 2007 karena biaya konsultasi dan terapi terkait autisme relatif lebih murah. Selama tiga tahun mereka menjalani hubungan jarak jauh. "Saya kembali ke Australia pada 2010 ketika Kaka mau sekolah," ujar Medy.

Kaka mulai dikenalkan dengan metode komunikasi visual (PECS) yang terdiri dari 6 tahapan pada usia 5 tahun. Pada usia 8 tahun, Kaka sudah cukup memahami instruksi sederhana, dan pada usia 9 tahun dia mulai menggunakan beberapa kata yang berarti dan terlihat memahami apa yang lawan bicara katakan. Pada usia 10 tahun, Kaka sudah menunjukkan kemampuan komunikasi secara verbal walaupun tidak seperti anak tipikal.

"Sebelumnya 1 dari 3 profesional yang menangani meragukan Kaka jika akan mampu berkomunikasi secara verbal. Sebagai orang tua saya sangat bersyukur atas pencapaian Kaka sampai saat ini," tutur Medy.

Sebagai pengajar, dia juga mengaku sangat senang bila ada orang tua yang menyampaikan testimoni terkait perkembangan anak mereka. Pada 3 Juli 2023, misalnya, Medy membagikan testimoni dari seorang ibu.

"Saya mulai couching dengan Bu Medy, Desember 2022. Sejak dikenalkan PECS, Annabella termotivasi untuk berkomunikasi. Dia senang bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Annabella perlahan-lahan mulai melabel sesuatu yang dia suka dan belajar membedakan gambar dan objek."

Dengan menggunakan gambar, si ibu melanjutkan, Annabella mulai mengekspresikan kata-kata yang bermakna. "Di kesehariannya Annabella menjadi lebih tenang, mulai mandiri, banyak senyum, terlihat lebih percaya diri," tulisnya.

Mediyanti Hier bersama para guru sekolah khusus autistik di Melbourne, AustraliaMediyanti Hier bersama para guru sekolah khusus autistik di Melbourne, Australia Foto: Dok. Mediyanti via IG Rumahnya_kaka




(jat/nwy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads