Isti Anindya, Meneliti Autisme Berkat Inspirasi Sang Anak

ADVERTISEMENT

Isti Anindya, Meneliti Autisme Berkat Inspirasi Sang Anak

Sudrajat - detikEdu
Senin, 14 Agu 2023 11:30 WIB
Isti Anindya, M.Sc meraih beasiswa dari BRI untuk penelitian doktoral tentang autisme di FK-UI
Foto: Dok. Pribadi
Jakarta -

Ketika putri sulungnya, Fayyaza (Ayya) terdiagnosis ASD (Autism Spectrum Disorder) pada usia 2 tahun, Isti Anindya tak bisa menerimanya. Kala itu, 2014-2016, dia tengah mendalami ilmu biomedik di Pascasarjana FK-UGM. Berulangkali Sarjana Biologi lulusan UGM itu mencari pendapat pembanding dan selalu berharap anaknya itu bukan ASD. Berbagai literatur seputar autistik yang diberikan suaminya dia abaikan.

Pertanyaan "Ayya sudah bisa bicara belum?" yang dilontarkan oleh orang tua dan mertua kala itu sangat menyiksa dirinya. Isti pun memilih melakukan isolasi diri. Selama beberapa tahun dia tidak mengunjungi mereka dan menghadiri acara-acara kumpul keluarga besar. Ia merasa semua mata melihat ke arah Ayya. Selain itu Isti mengaku kala itu dirinya benar-benar tidak siap untuk menjawab pertanyaan mereka dengan lantang, apalagi berbangga dengan kondisi autistik Ayya.

Sampai akhirnya di usia 5 tahun tim dokter tumbuh kembang mengatakan bahwa tidak ada peluang lain yang mampu menggambarkan kondisi Ayya. Hanya ASD saja diagnosis yang mendekati dan tepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tiga tahun saya menghabiskan waktu untuk menutup telinga terhadap informasi seputar ASD. Saya percaya akan ada keajaiban dan pada akhirnya anak saya bukan anak ASD," tutur Isti saat berbincang dengan detikEdu, Minggu (13/8/2023).

Hingga suatu hari dia tak sengaja melihat postingan random di media sosial tentang anak autistik yang dijaminkan surga untuk mereka oleh Allah SWT. Dia pun tersadar bahwa dirinya dipilih Allah untuk merawat anak yang spesial. Andai titipan-Nya ini dirawat dengan baik, sabar, dan tekun dia pun berpeluang mendapatkan tiket VIP yang sama di surga.

ADVERTISEMENT
Isti Anindya, M.Sc meraih beasiswa dari BRI untuk penelitian doktoral tentang autisme di FK-UIIsti Anindya, M.Sc meraih beasiswa dari BPI (Beasiswa Pendidikan Indonesia) untuk penelitian doktoral tentang autisme di FK-UI Foto: Dok. Pribadi

"Saya rasa Allah memberikan petunjukNya lewat postingan tersebut yang secara seketika menyadarkan saya. Bahwa di dunia ini, apapun kondisi anak-anak kita, bukan pada seperti apa anak kita nanti, tapi seberapa kuat kita berjuang untuk memberikannya penghidupan yang layak lahir dan batin. Prosesnya, bukan hasilnya," tutur perempuan kelahiran Salido, Sumatera Barat, 21 November 1989 itu.

Dari titik itu, Isti Anindya mengaku menghabiskan setahun pertama untuk membaca banyak paper dan artikel ilmiah tentang autistik. Dia belajar secara otodidak dan berusaha menjalin komunikasi dengan para orang tua yang memiliki anak autistik yang usianya lebih tua dari Ayya. Isti mencoba belajar bagaimana membersamai anak autistik.

Isti juga mendatangi profesional, dari psikolog sampai psikiater. Dia akhirnya tersadar, bahwa Ayya dengan autistiknya berhak memiliki ibu yang sehat secara mental, lahir dan batin. Hingga kemarin, genap 10 bulan Isti melakukan pengobatan di psikiater karena terdiagnosis MDD (Mayor Depressive Disorder). Masalah kesehatan mental ini menimpanya karena dia selalu menyimpan beban perasaan sendiri, sehingga lama-lama memunculkan gangguan yang tak disadarinya.

"Kini saya dapat menjalani hidup dengan tenang, lebih sabar, dan tentunya semakin produktif, terutama untuk mengawal orang tua dan caregiver ASD untuk bersama-sama menumbuhkan rasa bangga membersamai autistik," tuturnya.

Ia mengaku terus belajar saat usia Ayya hampir 11 tahun. Semakin banyak dia belajar tentang autisme, semakin dirinya merasa bahwa banyak hal yang belum diketahui tentang kondisi autistik yang spesial ini. Isti Anindya mengaku amat bersyukur sebelum hamil anak kedua dirinya sudah masuk ke dalam fase penerimaan terhadap kondisi autistik Ayya. Sehingga saat hamil dia sudah siap andai anak keduanya autistik lagi.

"Kecemasan ringan tentu menjadi hal yang wajar pada ibu hamil, tapi saat itu saya berupaya menyerahkan kepada Allah sebagai pemegang takdir manusia. Sehingga pada kehamilan anak kedua saya lebih enjoy dan berbahagia," ujarnya.

Apakah dengan demikian dia siap atau berniat menambah anak lagi? Isti menegaskan dirinya mempercayakan semuanya kepada Allah SWT sebagai pengatur hidup yang mengenal kesanggupan dan kemampuan hambanya.

"Jika boleh meminta, saya memang ingin lebih fokus merawat Ayya dan adiknya saja sejauh ini," ujar peraih berbagai beasiswa dan penerima hibah dari BRIN itu.

Di awal pandemi COVID-19, tepatnya 31 April 2020, Isti Anindya membuat platform edukasi 'Peduli ASD' di Instagram. Pemicunya adalah berbagai pertanyaan dari orang tua anak autistik tentang ASD. Setahun pertama ia menjalaninya sendiri, dan dua tahun berikutnya lima teman baiknya ikut memberikan dukungan. Jadilah mereka yang berasal dari luar lingkaran autistic itu sebagai Tim Peduli ASD.

"Spirit kami mengedukasi dengan tulus, sehingga tidak perlu menunggu orang tua bergerak, siapa saja yang mau berkontribusi kami terima dengan hangat," ujarnya.

Pada Juli 2021, Tim melahirkan website www.peduliasd.id yang menjadi wadah informasi lebih luas lagi. Selain itu dia juga tetap membagi pengetahuan dan pengalamannya tentang autisme melalui seminar dan diskusi-diskusi kelompok baik secara online maupun tatap muka langsung.

Sejak tahun lalu, Isti mendapatkan Pendanaan Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) dari BRIN untuk penelitian program doktoralnya. Dia sengaja mengangkat topik tentang autisme. Penelitiannya berjudul "Profil Sitokin IL-1Ξ² dan IL-6 dengan SNPs IL-1Ξ² rs1143634 dan IL-6 rs1800796 pada Anak Gangguan Spektrum Autisme (GSA) Seropositif CMV serta Kaitannya dengan Kondisi Autistik".

Topik ini sengaja diangkat untuk membuktikan bahwa sistem imunitas yang baik dapat menjaga stabilitas kondisi autistik anak. Sebaliknya jika kekebalan tubuh anak buruk, maka dapat menganggu perkembangan dan juga memperparah kondisi autistik anak.

"Saya bersyukur atas kehadiran Ayya. Dia ternyata dilahirkan untuk memberikan saya sumber inspirasi yang berlimpah. Tanpa kehadiran Ayya, mungkin Peduli ASD tidak akan lahir, dan mungkin saya juga tidak akan menjadi peneliti yang berfokus pada tema autism," tuturnya menutup percakapan.

Goodluck, Isti Anindya....




(jat/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads