Tentang Kasus Bully di Binus School Serpong, FSGI Desak Kemdikbud Turun Tangan

ADVERTISEMENT

Tentang Kasus Bully di Binus School Serpong, FSGI Desak Kemdikbud Turun Tangan

Devita Savitri - detikEdu
Selasa, 20 Feb 2024 20:30 WIB
ilustrasi bullying
Ilustrasi bullying. Begini tanggapan FSGI tentang kasus bullying dan kekerasan di Binus School Serpong. Foto: thinkstock
Jakarta -

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) desak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk turun tangan terkait kasus kekerasan dan perundungan yang dilakukan siswa anggota geng di Binus School Serpong, Tangerang Selatan.

Terlebih diketahui Binus International School Serpong, merupakan satuan Pendidikan Sekolah Perjanjian Kerjasama (SPK) yang izinnya diberikan Kemendikbudristek.

Oleh karena itu, FSGI mendorong keras agar Kemendikbudristek bisa menegakan aturan sesuai ketentuan yang diatur dalam Permendikbudristek 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melanggar Permendikbudristek 46 Tahun 2023

FSGI menilai berbagai kekerasan yang dilakukan kepada korban hingga dilarikan ke rumah sakit telah melanggar Permendikbduristek PPKSP. Bila melihat keterangan yang beredar, korban merupakan calon anggota geng dan kejadiannya terjadi di warung di belakang sekolah.

Dikenal sebagai tradisi untuk masuk geng tersebut, korball malah mendapat kekerasan fisik seperti diikat di tiang, dipukuli menggunakan balok kayu, hingga disundut rokok. Mirisnya, kekerasan tersebut direkam dan kini viral di media sosial.

ADVERTISEMENT

Bila mengacu Permendikbduristek PPKSP, kejadian yang menimpa korban dapat dikategorikan sebagai kekerasan fisik berupa penganiayaan. Apalagi kekerasan itu bisa berpotensi kuat membahayakan keselamatan nyawa korban.

Kekerasan fisik berupa penganiayaan berbeda dengan perundungan atau bully dengan empat indikator, yaitu:

  • Dilakukan secara agresif
  • Ada relasi kuasa dalam hal ini senior dan junior
  • Berulang (bila memukulnya sudah ditahap sadis, bisa jadi bukan kejadian pertama)
  • Korban merasa tidak nyaman, terluka, atau tersakiti.

Sekolah Dinilai Cari Aman

Tidak hanya prihatin, FSGI juga menyayangkan pernyataan Binus School Serpong yang dinilai cari aman dan lepas tangan terkait kasus ini. Mengingat alasan yang disampaikan adalah peristiwa terjadi di luar sekolah.

"Padahal anak korban maupun pelaku diduga kuat semuanya bersekolah ditempat yang sama, yaitu Binus International School," ujar FSGI dalam keterangan tertulis dikutip Selasa (20/2/2024).

Kesan cari aman ini membuat FSGI menduga bila sekolah kemungkinan belum mengimplementasi Permendikbudristek PPKSP. Karena menurut aturan tersebut cakupan kekerasan yang dapat ditangani oleh TIM PPK Sekolah termasuk kejadian di luar sekolah yang melibat kan siswa dari sekolah yang sama.

Menurut FSGI seharusnya sekolah dapat mengidentifikasi munculnya geng ini dan mencegah geng bisa berkembang dan terus menjadi budaya untuk merekrut adik-adik kelas melalui kekerasan.

Berkaitan hal tersebut dikutip dari detikNews, pihak Binus School Serpong telah angkat bicara dan menyatakan tidak memberikan toleransi kepada pelaku. Haris Suhendra, Corporate PR Binus University menegaskan akan berpihak pada korban dan menyelidiki peristiwa secara serius dan cepat.

Binus School juga sudah memanggil siswa yang terlibat dan segera mendapat keterangan dari orang tuanya. Ia juga membenarkan bila anak artis Vincent Rompies terlibat dalam kasus ini dan dikabarkan mendapat hukuman drop out (DO) dari sekolah.

Meski begitu, Haris menjelaskan bila sanksi yang diberikan mengikuti ketentuan sekolah.

Saran FSGI untuk Kemendikbudristek-Masyarakat

Berkaca dengan kejadian ini FSGI menyampaikan berbagai saran, yaitu:

  1. Mendesak Kemendikbudristek menangani kasus kekerasan di Binus School Serpong.
  2. Mendorong kepolisian mengusut tuntas kasus ini sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Jika korban dan pelaku masih di bawah umur maka penggunaannya harus menggunakan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
  3. Mendorong korban mendapat pemulihan psikologi dan didukung pemerintah daerah sebagaimana yang diatur dalam hak anak.
  4. Mendorong Dinas Pendidikan daerah bersama Kemendikbudristek untuk mencegah dan membubarkan geng-geng sekolah yang berpotensi melakukan kekerasan.
  5. Mendorong siswa pelaku dirahasiakan identitasnya baik pihak kepolisian maupun media massa sesuai UU 11/2012 tentang SPPA
  6. Mendorong masyarakat untuk menghentikan penyebarluasan video ke media sosial.

"Cukup berhenti di kita dan jangan di sebar lagi. Karena ketika di share lagi, berpotensi adanya peniruan peserta didik lain, menimbulkan trauma, dan jejak digital yang akan berdampak buruk pada korban maupun pelaku," tutup FSGI.




(det/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads