Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Bayu Suwardi mengungkap jumlah kasus Tiga Dosa Besar di satuan pendidikan. Berbagai jumlah kasus ini diketahui sudah ditangani hingga penjatuhan sanksi.
Ketiga Dosa Besar yang disebutkan itu adalah kekerasan seksual dengan 115 kasus, perundungan 61 kasus, dan intoleransi sebanyak 24 kasus. Isu terbanyak diketahui terjadi pada lingkup perguruan tinggi.
"Penjatuhan sanksi telah dilakukan kepada yang terlibat. Dalam penanganan Tiga Dosa Besar di tingkat pendidikan dasar dan menengah, Kemendikbudristek melakukan intervensi dengan cara visitasi dan berkoordinasi dengan K/L lain, dinas pendidikan dan dinas terkait, serta jaringan masyarakat sipil untuk selanjutnya memberikan rekomendasi atas penyelesaian kasus," jelas Bayu Suwardi dikutip dari rilis di laman Direktorat Jenderal Vokasi, Jumat (3/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut disampaikannya dalam acara Forum Tematik Bakohumas yang bertema "Pendidikan Berkualitas tanpa Kekerasan melalui Permendikbudristek" di Bali, Kamis (2/11/2023) kemarin.
Kerja Sama dengan 4 Kementerian dan 3 Lembaga
Memang kekerasan di lingkup pendidikan tengah menjadi isu serius yang diperhatikan Kemendikbudristek. Terlebih setelah terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP)
Staf Ahli Mendikbudristek Bidang Hubungan Kelembagaan dan Masyarakat, Muhammad Adlin Sila menyatakan peraturan tersebut adalah sebuah payung hukum untuk melindungi seluruh warga satuan pendidikan. Karena dari data yang didapatkan disebutkan bila anak menjadi kategori korban tertinggi dari kejahatan seksual.
Hasil survei Asesmen Nasional (AN) tahun 2022 menjelaskan bila 34,51% peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9% mengalami hukuman fisik, dan 36,31% menghadapi perundungan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyatakan anak korban kekerasan fisik atau psikis memiliki pelaporan dengan kategori tertinggi. Sedangkan anak korban pornografi dan kejahatan siber mencapai angka 2.133 kasus.
Adlin menyatakan masa pertumbuhan anak harus dilindungi. Karena trauma yang timbul dari berbagai kasus tersebut bisa berdampak sangat panjang dan mengganggu kehidupannya hingga masa mendatang.
"Hal ini harus ditangani dengan serius karena kekerasan yang dialami oleh anak dalam masa pertumbuhan akan meningkatkan trauma sangat panjang dan mendalam yang dapat mengganggu proses belajar, tentu berdampak dan menghambat tercapainya SDM Indonesia yang berkualitas di masa depan," ujar Adlin.
Untuk itu, dalam mengimplementasikan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, Kemendikbudristek bekerja sama dengan empat kementerian dan tiga lembaga, yaitu:
- Kementerian Agama
- Kementerian Dalam Negeri
- Kementerian Sosial
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
- Komisi Nasional Disabilitas (KND)
Masyarakat Bisa Lapor Kasus Kekerasan di Satuan Pendidikan
Tak hanya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, Kemendikbudristek juga memiliki Tim Tiga Dosa Besar sebagai bukti serius dalam penanganan kekerasan di satuan pendidikan.
Koordinator Tim Tiga Dosa Besar Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek, Dedek Suryaman menyampaikan, tak hanya Indonesia kekerasan juga tengah menjadi sorotan pimpinan dunia dan isu prioritas yang harus diatasi.
Dengan demikian, Permendikbudristek PPKSP merupakan bagian yang penting dalam memenuhi amanat Undang-undang Dan Peraturan Pemerintah untuk melindungi anak.
"Mari gerak bersama menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, berkebinekaan, dan aman bagi semua demi terwujudnya Pelajar Pancasila dan Merdeka Belajar," ujarnya.
Hingga saat ini, diketahui sudah terbentuk 71.657 Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) atau 16,4% dari 436.776 satuan pendidikan. TPPK dibentuk pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota hingga sekolah yang harus terbentuk dalam kurun waktu 6-12 bulan setelah Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 ditetapkan.
Untuk mencapainya, Ketua Tim Kerja Hukum, Tata Laksana dan SDM, Direktorat Jenderal PDM Kemendikbudristek, Anny Sayekti menekankan pentingnya membangun kolaborasi lintas sektor. Termasuk dengan masyarakat untuk pencegahan dan penangan kekerasan terhadap anak di Indonesia.
Publik juga bisa ikut memantau capaian pemebntukan Satgas TPPK di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota dan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan melalui dasbor https://referensi.data.kemdikbud.go.id/tppk/dashboard.
Tak hanya itu, jika masyarakat mengetahui atau mengalami tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, detikers bisa melaporkannya loh!
Kunjungi Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (LAPOR) melalui https://kemdikbud.lapor.go.id/ atau Whistle Blowing System pada https://wbs.kemdikbud.go.id/dan Posko Pengaduan https://posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id/ lalu ikuti seluruh perintah yang tertera ya. Ayo lawan tindak kekerasan di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi!
(det/nwk)