Dosen Fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dr Isa Multazam Noor MSc SpKJ (K) menyebutkan bila mahasiswi adalah sosok yang rentan akan kekerasan seksual di wilayah kampus. Hal ini disampaikannya merujuk riset kekerasan seksual di Asia.
Disebutkan tidak kurang dari 20-25% mahasiswi dan 4% mahasiswa mengaku pernah mengalami pelecehan seksual semasa kuliah. Berdasarkan data tersebut, mahasiswi memiliki 4 kali lebih berisiko mengalami pelecehan seksual dibandingkan dalam kelompok usia lainnya.
"Perempuan yang mengikuti kuliah memiliki risiko lebih besar dibandingkan perempuan yang tidak mengikuti kuliah," ungkapnya dikutip dari rilis di laman UIN Jakarta, Senin (30/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekerasan Seksual Pengaruhi Prestasi Akademik
Dr Isa menjelaskan kekerasan seksual ikut mengambil pengaruh besar terhadap prestasi akademik dan kapasitas mental mahasiswa/i di komunitas kampus. Mereka yang pernah mengalaminya bisa merasa tidak mampu menjalankan beban mata kuliah secara normal.
"Mahasiswa korban penyerangan seksual seringkali membatalkan kursus, berhenti kuliah, atau pindah kampus," tuturnya.
Satu hal yang sangat disayangkan, korban perempuan biasanya tidak melaporkan tindak kejahatan yang menimpa dirinya. Alasannya berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak memadai dan takut akan pandangan sosial.
"Ketakutannya bisa karena resiko pembalasan, disalahkan, tidak dipercaya, dianiaya atau dikucilkan secara sosial," katanya.
Apa yang Harus Dilakukan?
Untuk menanggulanginya, dr Isa menyatakan dibutuhkannya keterlibatan dari berbagai lembaga. Seperti keluarga, kampus, tempat kerja, aparat keamanan, hingga komunitas itu sendiri.
Di lingkungan keluarga, salah satu saran yang diberikan dr Isa adalah menerapkan program Underwear Rules. Program ini mengharuskan orang tua untuk mengajari anak terkait bagian tubuh pribadi secara akurat.
"Mendorong anak untuk mengatakan "tidak" ketika mereka tidak ingin disentuh orang lain atau bahkan dengan cara non-seksual," imbuhnya.
Orang tua juga diharuskan mengajari anak bisa menyampaikan langsung kesulitan yang terjadi pada dirinya sehari-hari tanpa takut untuk dihakimi. Terakhir, sebaiknya orang tua juga tidak bersikap acuh melainkan ikut memantau penggunaan teknologi anak.
Tugas Satgas PPKS
Untuk di tingkat kampus, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) ikut memberikan perhatian khusus terkait kekerasan seksual. Bahkan, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan pada bulan September lalu bila sejak terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 (Permendikbudristek PPKS), PTN maupun PTS sudah lebih siap dalam mengatasi tindak kekerasan seksual.
Hasilnya, kini disebutkan bila perguruan tinggi negeri (PTN) sudah membentuk satuan tugas (satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Selain itu, jumlah penanganan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek juga disebut telah mengalami penurunan.
Pada 2021 dan 2022, ada penurunan jumlah penanganan kasus yang awalnya masing-masing 24 kasus pada tahun-tahun tersebut, menjadi 17 kasus pada 2023.
Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 (Permendikbudristek PPKS), Satgas PPKS memiliki tugas sebagai berikut:
- Membantu pimpinan kampus menyusun pedoman PPKS di Perguruan Tinggi
- Melakukan survei Kekerasan Seksual paling sedikit satu kali dalam jangka waktu enam bulan di kampus dan menyampaikan hasilnya
- Menyosialisasikan pendidikan kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual bagi warga kampus
- Menindaklanjuti Kekerasan Seksual berdasarkan laporan
- Melakukan koordinasi dengan unit yang menangani layanan disabilitas apabila laporan menyangkut korban, saksi, pelapor, dan/atau terlapor dengan disabilitas
- Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberian perlindungan kepada korban dan saksi
- Memantau pelaksanaan rekomendasi dari Satgas oleh pemimpin PT
- Menyampaikan laporan kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual kepada Pemimpin PPT paling sedikit satu kali dalam waktu enam bulan.
(det/nah)