Mahasiswa UB Teliti Pesugihan Gunung Kawi, Ini Hasilnya

ADVERTISEMENT

Mahasiswa UB Teliti Pesugihan Gunung Kawi, Ini Hasilnya

Fahri Zulfikar - detikEdu
Senin, 09 Okt 2023 19:00 WIB
Tim ekspedisi UB ritual pesugihan Gunung Kawi
Foto: Dokumen mahasiswa UB
Jakarta -

Praktik ritual pesugihan di Gunung Kawi, Malang, Jawa Timur, diungkap melalui penelitian lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB). Penelitian ini mengaitkan praktik pesugihan dengan kecenderungan mental disorder (gangguan mental), khususnya psikosis pada pelaku pesugihan.

Kelima mahasiswa UB tersebut adalah Muhammad Harun Rasyid Al Habsyi, Zulfikar Dabby Anwar, Suntari Nur Cahyani, Anggi Zahwa Romadhoni, dan Andini Laily Putri dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UB. Penelitian mereka didampingi oleh dosen pembimbing bernama Destyana Ellingga Pratiwi, SP, MP, MBA.

Menurut salah satu peneliti, Harun Rasyid Al Habsyi, secara general dari hasil penelitian, ditemukan bahwa beberapa orang pelaku pesugihan Gunung Kawi dan orang terdekatnya memiliki keterkaitan antara praktik pesugihan dengan kecenderungan mental disorder.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terdapat keterkaitan antara praktik pesugihan Gunung Kawi dengan kecenderungan mental disorder khususnya Psikosis pada pelaku pesugihan (Gunung Kawi)," ucapnya dikutip dari detikJatim.


Kajian Mengenai Praktik Mistisme & Gangguan Mental

Untuk diketahui, Gunung Kawi merupakan gunung berapi yang sudah lama tidak aktif. Gunung Kawi dikenal mempunyai beragam nilai kearifan lokal dan nilai budaya.

ADVERTISEMENT

Namun, di balik nilai tersebut, terdapat mitos terkait praktik pesugihan di Gunung Kawi. Banyak disebutkan bahwa Gunung Kawi dijadikan sekelompok orang untuk mendapatkan kesaktian, memperdalam ilmu hitam, hingga melakukan pesugihan. Bahkan menurut keterangan pendududuk sekitar, praktik pesugihan di Gunung Kawi kerap melibatkan pemberian tumbal karena melibatkan makhluk gaib.

Maka dari itu, lima mahasiswa UB mencoba mendalami mitos praktik pesugihan ini dengan mengkaji dari sudut pandang psikologi. Terutama terkait gangguan mental pada pelaku praktik pesugihan di Gunung Kawi.

Mereka mencoba mencari tahu keterkaitan antara praktik mistisme di Gunung Kawi dengan gangguan mental yakni skizofrenia psikosis. Psikosis sendiri adalah gangguan yang menyebabkan penderita sulit membedakan kenyataan dan imajinasi (halusinasi).

Adapun penelitian ini dilakukan untuk membuka wawasan masyarakat Indonesia soal topik yang selama ini dianggap tabu.

Hasil Penelitian Praktik Pesugihan Gunung Kawi

Berdasarkan penelitian dan wawancara sejumlah informan, mahasiswa UB menemukan hasil sebagai berikut.

1. Tak hanya berdampak psikis ke pelaku tapi juga ke kerabat

Tim penelitian mengungkap bahwa beberapa informan banyak yang merasakan pengalaman "tidak biasa" misalnya mendengar hingga melihat sosok gaib.

Salah satu tim penelitian yakni Andini Laily Putri mengatakan bahwa ritual pesugihan tak hanya berdampak pada pelaku namun juga kerabat-kerabatnya.

"Ritual pesugihan Gunung Kawi erat kaitannya dengan kondisi psikis pelaku, bahkan kerabat terdekat pelaku turut mengalami halusinasi," ujar Andini, dikutip dari laman UB, Senin (9/10/2023).

Meski begitu, tim penelitian akan terus menganalisis data yang diperoleh. Sejauh ini, temuan awal yang mereka dapatkan adalah adanya keterkaitan yang signifikan antara ritual pesugihan Gunung Kawi dengan kondisi psikologis para pelaku.

Nantinya, tim penelitian tetap menganggap diagnosis resmi dari para ahli seperti psikiater atau psikolog diperlukan untuk melakukan verifikasi terhadap temuan awal mereka.

2. Beda tujuan, beda tumbal

Harun menjelaskan konsep harta dibalas nyawa atau tumbal disebutkan sebagai pengorbanan yang harus dilakukan oleh pelaku pesugihan.

Pengorbanan ini bisa berbeda antara pelaku ritual satu dengan yang lainnya. Hal ini bergantung pada tujuan yang ingin pelaku capai. Umumnya, tujuan mereka terkait dengan kekayaan, pangkat, hingga penglaris.

3. Tumbal wajib dilakukan setahun sekali

Lebih lanjut Harun mengatakan, jika tujuan pelaku ritual tercapai, mereka harus menggelar acara selamatan sebagai bentuk pengorbanan.

Tumbal atau pengorbanan bagi pelaku ritual pesugihan Gunung Kawi, wajibnya dilakukan sekali dalam satu tahun. Jika tidak dilakukan, maka pelaku atau kerabat yang akan menjadi korban.

"Jadi yang minta kekayaan itu dijaluk (diminta) itu ya. Kekayaan itu ditanya, kamu mau apa, tapi ya diminta imbalannya. Engko (nanti) kalau misale kamu 1 tahun bisa kaya, itu diminta tiap tahun. Lek (kalau) gak masuk ya kita sing (yang) meninggal. Dari keluarganya, kalau nggak keponakan," ungkap Harun mengutip hasil wawancara dengan R, pelaku ritual berusia 78 tahun asal Lumajang kepada detikJatim.

4. Ritual dilakukan pada malam 1 Suro

Sejauh ini, menurut narasumber, kebanyakan perilaku ritual justru berasal dari luar Gunung Kawi. Mereka biasanya melakukan ritual pada malam Jumat Legi atau malam 1 Suro.

"Mereka datang ke Keraton Gunung Kawi pada malam Jumat Legi atau malam 1 Suro dan Hari Raya Idul Fitri," tutur Harun.

Sementara itu, terkait beberapa temuan penelitian, tim mahasiswa UB menyampaikan bisa memberikan perspektif baru terkait praktik ritual pesugihan di Gunung Kawi secara psikologis.

Ke depannya, hasil penelitian bisa dijadikan dasar untuk mengembangkan strategi rehabilitasi bagi pelaku pesugihan tersebut.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads