Gempa berkekuatan 6,8 magnitudo mengguncang tanah Maroko pada Jumat malam (8/9/2023). Hingga hari ini Senin (11/9/2023), tercatat lebih dari 2.000 orang dikabarkan tewas akibat tertimpa reruntuhan bangunan.
Salah seorang mahasiswa asal Indonesia yang tengah menempuh studi di Maroko yakni Muhammad Nabil menceritakan pengalaman dramatisnya selamat dari gempa tersebut.
Kebetulan lokasi Nabil tinggal saat ini adalah di Marrakesh yang jaraknya cukup dekat yakni sekitar 70 km dari pusat gempa (Ighil). Ia mengatakan bahwa kondisinya dan beberapa mahasiswa asal Indonesia di sana selamat dan tidak ada yang mengalami luka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk mahasiswa alhamdulillah baik-baik saja, nggak ada yang cedera atau sebagainya khususnya teman-teman yg di wilayah Marrakesh," tutur Nabil saat dihubungi detikEdu, Senin (11/9/2023).
Nabil menuturkan saat itu hanya terdapat tiga mahasiswa RI di Marrakesh, dikarenakan yang lain tengah berada di luar kota dan pulang ke Indonesia.
"Kalau di Marrakesh kita ada 7 orang, 1 pulang ke Indonesia dan 3 lagi masih berada di luar kota, jadi waktu gempa itu kita cuma bertiga," ujarnya.
Lari hingga Saling Tabrakan untuk Selamatkan Diri
Lebih lanjut Nabil menceritakan bagaimana upayanya bisa selamat dari gempa. Ia mengaku panik dan langsung melarikan diri hingga harus saling bertabrakan dengan temannya yang juga tengah menyelamatkan diri.
"Ketika gempa terjadi itu pukul 23.30 waktu setempat, kita semuanya udah mau posisi tidur , sudah pada rebahan semuanya. Ketika gempa terjadi itu kita masih rada (agak) delay atau nge-lag, kita saling memandang, ternyata gempanya itu begitu keras sampai kita berlari keluar bersama, saling nabrak-nabrak, dan kebetulan juga pas di depan pintu itu ada tamu mau masuk jadi kita hampir jatuh di tangga kebetulan," tuturnya.
Suasana panik menurut Nabil semakin terasa saat banyak warga di sekitar tempatnya tinggal menjerit ketakutan. Ia mengatakan bahwa orang Indonesia cukup gesit dalam menyelamatkan diri.
"Ketika kita sudah sampai di luar ternyata orang Indonesia yang pertama keluar lebih cepat dari orang Maroko, kemudian kita dengar jeritan-jeritan mereka," ungkap Nabil.
Lakukan Shift Malam Hari
Nabil menuturkan bahwa warga di Marrakesh tidak berani masuk ke dalam rumah dan tetap menunggu di luar untuk mengantisipasi adanya gempa susulan. Ia dan mahasiswa lainnya pun memutuskan untuk mengikuti apa yang dilakukan warga lokal tersebut.
"Setelah gempa selesai, ternyata orang-orang Maroko nggak langsung masuk, jadi kita juga sebagai orang Indonesia sebagai antisipasi keadaan yang buruk kita juga ikut nongkrong istilahnya di depan rumah," ujar Nabil.
Menurutnya, berbagai upaya dilakukan warga Maroko untuk menjaga dirinya tetap selamat, mulai dari membuat tenda di luar rumah, membawa selimut, hingga tidur di dalam mobil.
"Akhirnya kita mencari berita dan ada peringatan terkait bakal ada gempa susulan, jadi kita tetap di luar untuk mengantisipasi hal terburuk, kita di luar sekitar sejam dan itu pun orang Maroko belum pada masuk dan belum balik ke rumah, dan kita orang-orang Indonesia semuanya masuk ke dalam rumah," kata Nabil.
Dikarenakan potensi gempa susulan bisa saja terjadi, Nabil dan teman-temannya memutuskan untuk jaga malam atau shift. Mereka saling bergantian berjaga untuk memastikan kondisi.
"Kita shift-shift-an jadi misalnya si ini tidur dari jam 2 sampai jam 4, nanti dibangunin, terus saya dari jam 4 sampai fajar (shubuh), jadi ganti-gantian gitu dan kita saling mengingatkan kalau ada gempa susulan," jelasnya.
Beruntungnya, Nabil dan kawan-kawan tak menemui gempa susulan terjadi kembali pada saat itu. Namun, gempa susulan tetap terjadi pada Senin, 11 September 2023 dengan kekuatan sebesar 4,5 skala richter. Ia mengatakan mahasiswa RI di Maroko telah mendapat himbauan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Rabat.
(cyu/nwk)