Kisah Koko: 2 Kali Gagal Masuk Unpad, Kini Jadi Wisudawan Doktorat Terbaik

ADVERTISEMENT

Kisah Koko: 2 Kali Gagal Masuk Unpad, Kini Jadi Wisudawan Doktorat Terbaik

Nikita Rosa - detikEdu
Selasa, 16 Mei 2023 17:00 WIB
Prakoso atau Koko, Wisudawan Jenjang Doktorat Terbaik Unpad
Prakoso atau Koko, Wisudawan Jenjang Doktorat Terbaik Unpad. (Foto: Humas Unpad)
Jakarta -

Dua kali gagal menjadi mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad) tak menyurutkan semangat Prakoso Bhairawa Putera. Siapa sangka, kegigihannya mengantarkan Koko sebagai Wisudawan Terbaik Program Doktor di Unpad.

"Saya dua kali gagal masuk Unpad karena proposal studi yang saya ajukan tidak diterima oleh calon promotor di Unpad. Baru pada kesempatan ketiga, proposal saya disetujui dan saya daftar di Unpad," kata Koko, panggilan akrabnya dalam situs Unpad, Selasa (16/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koko diterima menjadi mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi FISIP Unpad pada 2019 dan berhasil meraih gelar Doktor dengan disertasi berjudul "Dinamika Kebijakan Sistem Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi (Sistem Iptekin) di Indonesia, Periode 1945-2021 (Policy Dynamics of Science, Technology, and Innovation System (STI System) in Indonesia Period 1945-2021)". IPK sempurna atau 4,00 juga berhasil dikantonginya.

Awalnya, Koko tertarik masuk Unpad karena adanya program Doktor berbasis riset. Selain itu, pendaftar dapat memilih sendiri calon promotor yang sesuai dengan rencana riset yang dilakukan melalui aplikasi direktori yang tersedia di laman pendaftaran SMUP.

ADVERTISEMENT

"Bahkan, di kampus ini menawarkan sesuatu yang berbeda, yaitu penyelesaian disertasi dengan monograf/buku kumpulan artikel ilmiah. Hal ini tentu saja membuat saya tertarik untuk bergabung dengan program Doktor di Unpad," ujar pria asal Tanjung Pandan itu.

Proposal Pernah Ditolak

Koko bercerita, proposal usulan risetnya sempat ditolak mentah-mentah oleh promotornya saat itu. Meski demikian, hal itu tidak menyurutkan langkahnya.

Di tahun pertama, ia mengevaluasi proposal yang diajukan dan terus berdiskusi dengan para promotor. Saat itu, promotornya menyarankan Koko untuk memperkaya referensi perihal persiapan riset.

Diakuinya, tahun pertama kuliah merupakan fase penempaan mentalnya. Kemudian, di akhir tahun pertama, ia bersama promotornya bisa berdiskusi soal rencana disertasi hingga akhirnya ampu memahami dan menyusun desain riset dengan baik.

Koko memilih menulis disertasi dengan metode monograf. Bersama promotor, ia menyusun rencana riset dan aneka topik yang bisa dijadikan artikel. Proses ini kemudian menghasilkan 21 publikasi. Sebanyak 12 publikasi terindeks Scopus di Q1 hingga Q4, 3 publikasi terindesk EBSCO, 4 publikasi terindeks lainnya, serta satu publikasi terindeks SINTA.

Proses tersebut Koko akui tidak lepas dari dukungan Unpad melalui Direktorat Riset dan Pengabdian pada Masyarakat berupa fasilitas "proofreading service" dan juga bantuan "Article Processing Charge (APC)".

"Para promotor saya sangat baik dan membantu, benar-benar saya merasa kami seperti tim riset, saling memberikan catatan dan masukan dari setiap proses yang saya jalani," papar Koko.

Cinta dengan Dunia Riset

Saat ini, Koko menjadi peneliti bidang kebijakan dan administrasi yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dunia penelitian merupakan "wahana" yang dicintainya.

Bagi Koko, penelitian merupakan wahana untuk berbagi informasi, pengetahuan, dan juga pengalaman yang dimiliki selama ini.

"Berkali-kali menerima penolakan ketika submit artikel jurnal ataupun naskah buku, tetapi tetap terus semangat, ya karena cinta," kata Koko.

Jauh sebelum bergabung dengan LIPI (BRIN), Koko sudah "hidup" dari menulis. Sejak kecil, ia akrab dengan sastra dan penelitian ilmiah. Bahkan, karya-karyanya berbentuk cerpen, puisi, hingga esai sudah banyak diterbitkan, baik dalam bentuk antologi maupun buku sendiri.

Menurutnya, dunia sastra telah membentuk kemampuannya dalam melakukan penelitian ilmiah. Keduanya sama-sama membutuhkan proses, seperti perlu banyak baca referensi dan pengumpulan data.

"Bedanya nanti waktu eksekusi akhir, yang satu dengan bahasa sastra, yang satu dengan bahasa ilmiah," imbuhnya.

"Terima kasih Unpad telah menjadi rumah dan tempat bermain yang menyenangkan, akan selalu membawa kerinduan bagi saya untuk selalu pulang ke rumah ini," tutupnya.




(nir/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads