Bagi komika Abdur Arsyad, guru adalah ujung tombak pendidikan. Dia mengatakan ini lantaran dulunya pernah jadi guru.
Menurut Abdur, segala macam permasalahan pendidikan di Indonesia, ujung tombaknya adalah guru. "Kalau gurunya keren, itu mau keadaan kayak apapun, pasti kerenlah kita itu," kata dia dalam talkshow Kencan Pendidikan, beberapa hari lalu dan diterima rilisnya melalui Yayasan Guru Belajar kepada detikEdu, Jumat (24/2/2023).
Murid-murid Ingat Abdur
Pada acara yang merupakan rangkaian program bertajuk Ayo Jadi Guru ini, Abdur menceritakan pengalaman mengesankannya saat jadi guru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Murid-murid Abdur rupanya masih mengingat dirinya, meski tahun-tahun sudah berlalu. Bahkan, anak didik terdahulunya ada yang menghubungi via media sosial.
"Itu luar biasa sih dan itu pengalaman yang hanya bisa didapat oleh guru, pekerjaan lain tidak bisa. Kita bikin KTP, 2 tahun, 3 tahun, tidak akan ingat petugas bikin KTP-nya, tapi guru itu akan selalu kita ingat," ujarnya.
Maka dari itu, Abdur juga mengajak anak muda untuk jadi guru. Baginya profesi ini butuh kreativitas. Ini adalah potensi yang dipunyai anak muda.
Sebagai contoh, dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sangat dibutuhkan unsur kreativitas. Pasalnya, guru harus memikirkan kebutuhan murid yang berbeda-beda.
Ketua Yayasan Guru Belajar, Bukik Setiawan yang juga hadir dalam acara itu, mengiyakan apa yang disampaikan oleh Abdur. Sayangnya, menurut Bukik masih ada guru yang lebih fokus pada aspek administratif dibanding jadi kreatif.
"Guru itu sebenarnya ada dua aspek, aspek administratif dan aspek kreatif. Sayangnya banyak guru lebih concern, lebih tunduk pada urusan-urusan administratif," kata dia.
Bukik menegaskan, jika guru kreatif, maka yang bersangkutan akan menghasilkan energi. Sebaliknya, jika hanya fokus pada sisi administratif, maka energi akan terkuras dan tidak dapat apa-apa selain urusan administratifnya selesai.
"Tidak ada kebangaan. Tidak ada ucapan terima kasih karena yang punya kepentingan administratif bukan murid-murid," imbuhnya.
Jadi Guru Sebelum Jadi Apa pun
Bukik menerangkan, guru yang hanya cenderung administratif tidak akan bisa mengembangkan karier. Guru kreatif pada sisi lain, bakal mempunyai banyak karya dan kompetensi.
Dia turut menekankan, guru yang lebih mementingkan urusan administratif akan menjadikan siswanya sebagai korban.
"Ruang kelas itu adalah kesempatan belajar untuk siapa saja. Kalau komika itu punya open mic sebelumnya benar-benar ditampilkan, nah guru itu tiap hari open mic karena di kelas misalnya keliru-keliru dikit nggak apa-apa. Guru punya kesempatan open mic tiap hari, lima hari dalam seminggu, dua puluh hari dalam sebulan," paparnya.
Bukik juga menceritakan pengalamannya bertemu berbagai pemimpin yang dulunya pernah menjadi seorang guru. Ruang kelas dinilainya sebagai sebuah kesempatan belajar untuk memimpin.
Dia menerangkan, seseorang yang jadi guru selama tiga atau lima tahun, kemampuan memimpinnya dapat meningkat drastis. Selain dapat memimpin, guru yang kreatif juga dapat menjadi penulis, pembicara, desainer grafis, dan sebagainya.
Bukik menyebut segala aktivitas dalam kelas menumbuhkan berbagai kompetensi seseorang. Sebagai contoh, kemampuan menulis seorang guru bisa saja meningkat karena terbiasa menulis laporan belajar.
Menulis laporan belajar tidak sekadar menyelesaikan tuntutan administratif. Sebab, dalam mengerjakan laporan ini, guru harus bisa membuat profiling kemampuan belajar peserta didiknya yang berbeda-beda dan sesuai fakta serta memikat pembaca.
"Sebenarnya anak muda yang ingin berkarier sebagai apapun, harusnya, idealnya, jadi guru dulu minimal dua tahun. Mau jadi guru, jadi arsitek, mau jadi ekonom, lawyer, jadilah guru dua tahun. Asah kemampuan Anda sebagai lawyer, arsitek, businessman, di ruang kelas," pungkasnya.
(nah/nwk)