Bagus menyatakan bahwa saat itu dirinya berpikir, seandainya gagal, ia masih mendapatkan kemampuan bahasa Mandarin dari Taiwan. Rupanya kuliah di Taiwan tak semulus yang dia bayangkan.
Belajar di Taiwan dengan bahasa yang belum dikuasainya membuat Bagus sempat merasa tertekan. "Sampai sekarang saya tidak pernah merasa susahnya hidup
dibanding di Taiwan. Saya masuk ke kelas itu tidak mengerti bahasanya sama sekali. Sampai sering tiap malam saya nangis-nangis di perpustakaan," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dengan pertimbngan keringanan uang kuliah akan dicabut jika nilainya di bawah 70 persen dari skala 100 membuatnya tekadnya untuk bekerja keras membara. "Kalau saya pulang ke Indonesia IPK S1 pas-pasan. Apalagi saya juga juga sudah menghabiskan satu tahun. Semakin kurang nilai jual saya," ujarnya.
Setelah periode yang ia sebut 'berdarah-darah', Bagus berhasil lulus S2 dengan nilai lebih dari 80 persen dari standar. Sehingga, dirinya mendapat tawaran beasiswa untuk melanjutkan kuliah S3.
Pada akhirnya, ia meraih gelar master dan PhD dalam bidang Mekanika Terapan di National Taiwan University. Setelah menyelesaikan program doktor selama empat tahun, ia memutuskan untuk ke Eropa karena menimbang akan repot jika ke Indonesia, bersama sang istri yang merupakan kebangsaan Jerman.
Dengan mengirim berbagai email pada banyak profesor, Bagus akhirnya mendapat kesempatan untuk melanjutkan program postdoctoral di Institut de MathΓ©matiques de Toulouse, Perancis. Di sana, ia berpindah ke jurusan Matematika.
Menurutnya, jauh lebih mudah saat studi di Perancis. "Jadi gini poinnya, makanya orang kalau udah pernah ngerasain susah itu, ngerasain susah yang sedikit gampang itu jadi gampang sekali," jelasnya.
Singkat cerita, ia menjalani program postdoctoral selama satu setengah tahun. Bagus ditarget untuk mempublikasi banyak penelitian pada waktu satu tahun karena menentukan mudah-tidaknya mencari pekerjaan di setengah tahun berikutnya.
Ia kembali mengambil program postdoctoral di jurusan Earth Science and Engineering, Imperial College London. Baginya, kerja keras dan kemampuan multidisiplin adalah kunci kesuksesan ini.
"Keberanian Mas Bagus untuk menerima tawaran dari dunia di luar dunianya, itu saya rasa satu kunci awal ya. Itu yang membuat Mas Bagus punya insights lebih luas dan ternyata begitu dipadukan, itu bisa berguna juga di bidang yang lain lagi,," I Made Andi menambahkan.
Bagus mengatakan bisa lolos justru karena ia telah berkecimpung di berbagai bidang. Ia dapat diterima karena Imperial College London saat itu memiliki sebuah proyek yang membutuhkan kemampuan matematika seperti yang dimilikinya.
Saat pertama kali menjadi bagian dari Universitas Nottingham, ia menempati posisi asisten profesor Departemen Kimia (kini). Tercatat dalam situs resmi kampus tersebut, ia adalah Assistant Professor Chemical & Environmental Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Nottingham.
"Bukan berarti saya pinter, tapi saya tahu bidang-bidang yang orang lain tidak tahu," kata alumnus ITB tersebut.
(nah/pal)