Puasa di negeri orang memang memiliki banyak tantangan. Terlebih dengan iklim dan budaya yang berbeda. Seperti yang dirasakan oleh pelajar Indonesia di Jerman, Okta Antikasari.
Wanita asal Depok ini menceritakan pengalamannya menjalani puasa di Jerman yang jauh berbeda dengan Indonesia. Ia harus puasa selama 17 jam.
"Mulai puasanya itu setengah 4 imsak, terus buka sekitar jam 9 malam. Itu kan lebih lama daripada di Indonesia. Puasanya sekitar 17 jam," tutur Okta kepada detikcom, Selasa (27/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Okta yang kini merupakan pelajar Gastronomi di Xanten, Jerman lewat jalur Ausbildung ini tinggal bersama temannya dari Indonesia, namun ia menjalankan ibadah puasa sendirian. Di antara teman-temannya di sekolah, hanya Okta yang berpuasa.
"Di rumah ini ada 3 orang, orang Indo semua. Mereka kebetulan Kristen jadi nggak puasa, aku sendirian puasa. Sedih banget. Temen-temenku di sekolah semua Jerman kan jadi mereka cuman tau ada puasa aja. Jadi, bener-bener aku sendiri sih," ucapnya.
![]() |
Puasa tahun ini juga berbeda dengan tahun sebelumnya. Okta yang sudah dua tahun tinggal di Jerman mengaku merasa sepi karena kondisi pandemi. Tidak ada gathering dengan teman sesama Muslim di daerah lain.
Selain menjalani puasa sendirian, Jerman tengah mengetatkan peraturan lock down. Hal itu yang membuat Okta kesusahan mencari makan untuk berbuka puasa.
Tempat tinggal Okta di Jerman masih termasuk daerah pedesaan. Sehingga memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk pergi ke supermarket.
Tidak banyak makanan halal di sana. Mayoritas makanan memakai bahan babi. Hal itulah yang membuat Okta memilih memasak sendiri di rumah.
![]() |
"Aku suka masak (makanan berat), paling kan ya nasi di sini untungnya gampang didapet kan. Terus telur, kadang ayam, kadang spinach (bayam)," ujar Okta.
Beruntung di daerah dekat tempat tinggal Okta ada warung masakan Turki. Di sanalah ia bisa makan tanpa khawatir ada kandungan babinya.
Selain sekolah Okta juga bekerja di sektor Gastronomi atau restaurant. Ia bekerja dari jam 4 sampai jam 9 malam. Kesibukannya itulah yang membuatnya merasa ringan menjalankan ibadah puasa.
"Di sini aku kerja sambil sekolah. Kerja di gastronomi gitu, jadi kaya koki sama waiters. Aku setiap hari Senin-Selasa sekolah, terus Rabu libur, Kamis-Sabtu aku kerja," tambahnya.
Saat ini Jerman masih dalam musim semi. Menurut Okta puasa musim semi cukup membuatnya lebih ringan daripada puasa tahun lalu yang jatuh pada musim panas.
![]() |
Berbicara tentang kuliner Ramadhan yang dirindukan, Okta mengaku sangat rindu kolak di Indonesia.
"Aku kangen banget sama kolak sih, yang manis-manis. Kolak atau boba," pungkasnya.
(lus/lus)