Generasi Z atau Gen Z banyak yang akan dan tengah menghadapi dunia kerja. Namun, Gen Z menghadapi tantangan tersendiri seperti perbedaan cara pandang pekerjaan impian, terutama dengan generasi sebelumnya.
Sebuah studi menemukan, Gen Z lebih mengutamakan lingkungan kerja yang sehat dan fleksibel demi kesehatan mental mereka. Mereka cenderung memilih pekerjaan yang demikian karena bisa memberi ruang bagi keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, atau biasa dikenal work-life balance.
Kondisi ini, membuat para perusahaan ingin lebih memperhatikan Gen Z, agar mereka memahami motivasi Gen Z dalam bekerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jenis Pekerjaan yang Jadi Prioritas Gen Z
Gen Z yang kini berusia 20-28 tahun, menghadapi banyak tantangan sejak Pandemi COVID-19. Mereka bagi keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi.
Berbeda dengan generasi milenial yang memasuki pasar kerja dengan harapan besar akan promosi dan kenaikan gaji yang cepat, demikian melansir phys.org.
Pekerja Gen Z lebih memilih menerima kompensasi rendah ketimbang harus melakukan kewajiban manajerial. Fenomena ini disebut dengan istilah 'unbossing secara sadar' yaitu menolak untuk naik jabatan, jika jabatan itu membuat stres dan mengganggu kesehatan mental.
Kondisi ini membuat banyak perusahaan ingin lebih memahami Gen Z, sebab generasi-generasi jauh sebelumnya akan memasuki masa pensiun. Maka itu, perusahaan akan menerapkan model baru agar cocok dengan Gen Z.
Menurut penelitian, Gen Z sangat menghargai keamanan kerja dan work-life balance di atas segalanya. Preferensi ini dibentuk oleh pengalaman-pengalaman penting, termasuk mengamati orang tua mereka dari Generasi X yang mengelola rumah tangga dengan dua karier dan menyaksikan gangguan ekonomi serta pekerjaan yang mulai diganti mesin.
Mereka lebih memilih efektivitas bekerja dengan kontribusi yang bermakna dan tetap berpegang pada prinsip mereka.
Gen Z Unggul di Bidang Teknologi
Gen Z menjadi generasi yang unggul dalam teknologi karena tumbuh dalam kemajuan seperti smartphone hingga AI. Namun, kelebihan Gen Z dalam pemanfaatan AI untuk meningkatkan skill, sering kali tidak didukung oleh perusahaan.
Hal ini berpotensi menimbulkan kesenjangan digital antar karyawan yang melek teknologi dengan yang tidak. Menurut studi, perusahaan harus berinvestasi untuk memfasilitasi kesempatan pembelajaran berkelanjutan, seperti kredensial mikro, platform berbasis AI, serta bimbingan antargenerasi yang meningkatkan keterampilan untuk menghormati preferensi Gen Z terhadap otonomi.
Untuk bisa cocok dengan Gen Z yang terampil, perusahaan bisa mempertimbangkan cara kerja Gen Z. Misalnya, otomatisasi AI, fleksibilitas jadwal, kepemimpinan proyek, serta tugas yang sesuai keterampilan.
Meski begitu, Gen Z dinilai sebagai pekerja yang sangat menghargai kepercayaan dan hubungan yang autentik.
Penulis adalah peserta magang Hub Kemnaker di detikcom.
(faz/faz)











































