Perubahan iklim yang menyebabkan panas ekstrem, memang berpengaruh pada penurunan atau gangguan kesehatan manusia saat ini. Namun pada anak-anak, pengaruhnya juga datang dalam bentuk gangguan belajar.
Sebuah studi terbaru yang terbit di Journal of Child Psychology and Psychiatry menemukan bahwa anak-anak yang secara rutin terpapar suhu ekstrem, mengalami beberapa gangguan belajar.
Studi tersebut terbit dengan judul "Ambient heat and early childhood development: a cross-national analysis" dan ditulis oleh Jorge Cuartas, Lenin H. Balza, AndrΓ©s Camacho, NicolΓ‘s GΓ³mez-Parra, diterbitkan pada 08 December 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Panas ekstrem dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung dengan berbagai cara seperti dehidrasi, meningkatkan stres, kerusakan sel saraf, neuroinflamasi, dan gangguan tidur.
Kondisi panas ekstrem juga menyebabkan anak-anak jadi jarang keluar rumah. Akibatnya, anak kekurangan aktivitas fisik dan mengurangi interaksi dengan teman mereka di luar rumah.
Lalu, bagaimana bisa suhu tinggi berpengaruh pada kemampuan kognitif anak?
Bagaimana Bisa Cuaca Panas Pengaruhi Kemampuan Kognitif Anak?
Penelitian sebelumnya mengaitkan antara suhu di atas 32Β°C dengan penurunan fungsi kognitif orang dewasa sekitar 10% dan percepatan penurunan kognitif pada populasi dewasa. Studi yang terbit tahun 2021 lalu itu menunjukkan, suhu panas berlebih mengganggu kemampuan belajar dan prestasi pada anak-anak dan remaja dalam ujian standar.
Penelitian tersebut juga juga mengungkap bagaimana perubahan iklim begitu berpengaruh pada penurunan kemampuan kognitif. Kontaminasi makanan akibat hasil panen yang anjlok karena suhu ekstrem di atas 34Β°C, menyebabkan gangguan kesehatan dan gizi pada anak-anak. Hal ini sangat berpengaruh bukan saja bagi kesehatan, tetapi secara signifikan melemahkan kemampuan kognitif dan menyebabkan gangguan belajar.
Akan tetapi bukti-bukti ini belum cukup kuat untuk menyimpulkan suhu tinggi pada masa awal kehidupan, menghambat perkembangan dan kreativitas anak-anak. Namun memahami lebih dalam hasil penelitian tersebut, dapat mencegah dampaknya melalui penetapan kebijakan dan mitigasi lebih awal.
Pasalnya, sepertiga lebih anak-anak di dunia terpapar oleh gelombang panas yang ekstrem.
Penelitian terbaru mencoba mendalami kasus ini dengan menganalisis data Indeks Perkembangan Anak Usia Dini berdasarkan geografi dan waktu. Penelitian ini melibatkan 19.607 anak berusia 3-4 tahun dari Georgia, Gambia, Madagaskar, Malawi, Sierra Leone dan Palestina dari tahun 2017-2020.
Kemudian data yang telah dihimpun, diintegrasikan dengan data suhu beresolusi tinggi dari ERA5-Land untuk mengasosiasikan data perkembangan anak dengan suhu yang mereka alami. Tim peneliti mengukurnya dengan menggunakan model probabilitas linear dengan efek geografis dan musiman, dan mengendalikan kovariat individual dan kontekstual, seperti kemiskinan dan pendidikan ibu.
Sering Terkena Panas Ekstrem Bikin Keterampilan Literasi-Numerasi Kurang Berkembang
Hasilnya mendukung penelitian sebelumnya, yakni anak-anak yang terpapar suhu maksimum di atas rata-rata 32Β°C secara rutin kemampuannya cenderung kurang berkembang dalam hal literasi atau pemahaman dan numerasi atau berhitung.
Dampak paling parah dirasakan oleh anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, yang tinggal di perkotaan, dan yang terhambat aksesnya untuk memperoleh air bersih.
"Temuan ini menyoroti kebutuhan mendesak akan kebijakan dan intervensi untuk melindungi pembangunan manusia di dunia yang semakin panas," pesan para penulis studi yang dikutip Medicalxpress pada Selasa (9/12/2025).
Penulis adalah peserta program MagangHub Kemnaker di detikcom.
(nah/nah)











































