Kayu gelondongan yang terlihat hanyut seiring banjir bandang menerjang Pulau Sumatera banyak dikaitkan dengan penebangan hutan oleh publik. Begitu juga menurut pendapat pakar Universitas Brawijaya (UB) satu ini.
Guru Besar Bidang Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya (UB), Prof Sukir Maryanto, S Si, M Si, Ph D menilai kayu-kayu yang ikut hanyut tersebut menunjukkan adanya indikasi penebangan hutan.
"Banyak kayu-kayu yang terhanyut banjir. Itu indikasinya ada penebangan hutan di situ," ujar Sukir dalam keterangan resminya, Jumat (5/11/2025).
Sukir menyebut masalah deforestasi di Indonesia adalah hal krusial. Pengelolaan hutan berkelanjutan di Indonesia masih di bawah rata-rata dunia.
Program Pemerintah Tak Pikirkan Dampak Panjang
Sukir juga menyoroti beberapa program pemerintah yang tak mempertimbangkan dampak jangka panjang. Misalnya ekspansi lahan menjadi perkebunan sawit dan karet, serta transmigrasi.
Sukir sendiri menuturkan, ia menjadi saksi karena pernah menjadi transmigran di Sumatera. Ia menyaksikan langsung pohon-pohon besar ditebang untuk lahan baru.
"Banyak kasus pemanfaatan hutan tidak sesuai desain lingkungan, sehingga banjir kerap muncul," katanya.
Cuaca Ekstrem Perparah Banjir Sumatera
Dengan kondisi lahan yang sudah terhimpit kebun-kebun sawit, banjir semakin parah karena cuaca ekstrem. Sukir menyebut September hingga Februari adalah periode cuaca ekstrem tahunan di Indonesia.
"Saat ini kondisi cuaca ekstrem. Siklus ini terjadi tiap tahun," katanya.
RI Harus Mencontoh Jepang dalam Mitigasi Bencana
Sukir kemudian menjabarkan sejumlah solusi mitigasi bencana yang cukup efektif menangani masalah banjir ini, seperti di Jepang. Menurutnya, di sana peringatan dini lebih presisi dan terstruktur.
"Di Jepang, ramalan cuaca tersedia per jam dan per wilayah kecil seperti kecamatan. Informasinya ada di TV publik, transportasi umum, hingga situs pemerintah," kata Sukir.
Dengan sistem tersebut, ia mengatakan, masyarakat bisa mengantisipasi ragam bencana yang akan datang.
Sukir juga menyarankan agar Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama pihak lainnya dapat berkoordinasi untuk menghasilkan informasi pantauan bencana yang terintegrasi dengan baik.
Selaku akademisi, ia mengaku tak memiliki kewenangan memberikan peringatan dini kepada masyarakat. Ia berharap besar kepada pemerintah dan lembaga terkait.
"Kami hanya melakukan analisis. Peringatan resmi adalah kewenangan PVMBG," tegasnya.
Lihat juga Video: Misteri Kayu-kayu Gelondongan yang Hanyut Bersama Banjir di Sumatera
Simak Video "Tambah Tahu: Arti Deforestasi yang Disebut Jadi Penyebab Banjir Bandang di Sumatera"
(cyu/twu)