Tim peneliti Universitas Indonesia (UI) mendesak pemerintah dalam mengatasi kasus kekerasan seksual pada anak di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Para pakar ini berharap pemerintah bisa meningkatkan pengetahuan teknis kepada guru dan tenaga pengajar di daerah dalam mengatasi kekerasan seksual.
Meski sudah memiliki regulasi, para peneliti ini mengungkapkan masih banyak pemerintah daerah dan sekolah, terutama di kawasan 3T belum mengetahui mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan.
"Pemerintah daerah dan juga guru hingga saat ini tidak begitu memiliki pengetahuan teknis bagaimana mengatasi persoalan tersebut secara komprehensif," kata Ketua Tim Riset Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Universitas Indonesia (UI) Emir Chairullah PhD dalam keterangan resminya, Senin (1/12/2025).
Masalah Kekerasan Seksual Anak di NTT
Emir menjelaskan, saat penelitian yang didanai Direktorat Inovasi & Riset Berdampak Tinggi UI (DIRBT-UI) ini menemukan persoalan kekerasan seksual pada anak di NTT. Riset tersebut menemukan jika banyak pihak, baik dari kalangan pemerintah hingga masyarakat, belum menjadikan isu kekerasan seksual anak sebagai masalah serius.
"Padahal kasus ada banyak, namun yang muncul ke permukaan hanya sedikit seperti fenomena gunung es," jelasnya.
Emir mengatakan, sekitar 70% penghuni lembaga pemasyarakatan di NTT merupakan pelaku kekerasan seksual. Oleh karena itu,timnya berharap pemerintah daerah, tenaga pendidik, dan tokoh masyarakat bisa bersama-sama terlibat mengatasi kekerasan seksual tersebut.
"Apalagi kasus ini biasanya timbul akibat adanya relasi kuasa, baik di lembaga pendidikan maupun masyarakat," ungkapnya.
Guru Anggap Edukasi Anggota Tubuh Masih Tabu
Annisah, salah satu anggota tim riset, mengungkapkan saat ini pengetahuan dan keterampilan tenaga pendidik mengenai pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual masih terbatas. Ia mencontohkan, kebanyakan guru belum berani menjelaskan fungsi anggota tubuh pribadi maupun perlindungannya karena masih dianggap tabu.
"Padahal pengetahuan ini bertujuan agar anak-anak bisa memproteksi diri ketika menghadapi bahaya kekerasan seksual," tegasnya.
Kata PemkabEnde soal Kekerasan Seksual pada Anak
Baca juga: Bullying 4.0: Kekerasan Didorong Algoritma |
Pada kesempatan itu, Bupati Ende, Yosef Benediktus Badeoda, mengakui masalah kekerasan seksual terhadap di wilayahnya sudah masuk kategori darurat.
"Apalagi di wilayah kami, kasus kekerasan seksual pada anak kebanyakan terjadi di desa dan daerah pegunungan yang sulit terjangkau," ujarnya.
Ia menyatakan pihaknya sangat mengapresiasi penelitian yang dilakukan FISIP UI. Yosef menegaskan, pihaknya siap membangun Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT-PPA) tahun depan.
"Kita juga bakal berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan akademisi mengenai dana dan operasionalnya," jelasnya.
Simak Video "Video: Menkomdigi Berharap PP Tunas Bisa Diterapkan 100% di 2026"
(nir/twu)