×
Ad

Penerapan Hukum dalam Kasus Penculikan Anak Masih Lemah, Pakar Beberkan Alasannya

Nikita Rosa - detikEdu
Kamis, 20 Nov 2025 12:33 WIB
Ilustrasi Hukum. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Tolimir)
Jakarta -

Kasus penculikan anak semakin marak di Indonesia. Sementara demikian, pakar berpendapat hal ini belum dibarengi dengan implementasi hukum yang kuat.

Guru Besar Hukum Pidana Anak Fakultas Hukum UniversitasBrawijaya (FH UB), Prof DrNuriniAprilianda, SH,MHum, menyampaikan Indonesia sebenarnya telah memiliki kerangka hukum yang kuat, tetapi implementasi di lapangan belum efektif.

Prof. Nurini pun membeberkan sudah ada UUD NRI 1945, UU Perlindungan Anak, KUHP baru, dan berbagai aturan pelaksana. Ia menjelaskan sanksi pidana saat ini merujuk pada KUHP yang masih berlaku, terutama Pasal 328 dan 330 KUHP lama, dengan ancaman hingga 12 tahun penjara. Sementara itu, ketentuan dalam KUHP baru dapat digunakan sebagai rujukan normatif karena sudah disahkan, tetapi belum mulai berlaku.

Aparat juga dapat menggunakan Pasal 76F dan Pasal 83 UU Perlindungan Anak, serta menerapkan UU No. 21 Tahun 2007 (UU TPPO) apabila ditemukan unsur eksploitasi. Menurutnya, seluruh ketentuan tersebut memberi ruang bagi hakim untuk menjatuhkan pidana tegas sekaligus memastikan pemulihan anak korban.

Dalam keadaan tertentu, jika orang tua kandung terlibat tindak pidana penculikan, maka berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi hal tersebut bisa dipidana dengan dasar Pasal 330 KUHP Lama.

"Instrumen hukumnya sudah lengkap, tetapi efektivitasnya bergantung pada koordinasi dan kewaspadaan masyarakat," ujar Prof Nurini dalam keterangannya, ditulis Kamis (20/11/2025).

Alasan Penegakan Hukum di Indonesia Masih Lemah

Dari perspektif teori efektivitas hukum Lawrence M. Friedman, Prof Nurini menilai kelemahan utama penyelesaian kasus penculikan anak berada pada struktur hukum dan budaya hukum masyarakat. Menurutnya, koordinasi antara Polri, pemerintah daerah, sekolah, dan dinas sosial belum berjalan secara optimal.

Di sisi lain, ia menilai masyarakat masih kurang waspada terhadap modus penculikan. Prof Nurini juga menyoroti persoalan adopsi ilegal yang melibatkan sindikat penculikan.

Masyarakat tidak dapat serta merta dipidana apabila mengadopsi anak tanpa mengetahui anak tersebut berasal dari jaringan penculikan. Namun, seseorang dapat dikenai sanksi pidana jika mengabaikan prosedur adopsi.

"Masyarakat yang memang mau mengadopsi anak harus mematuhi hukum yang berlaku, caranya dengan verifikasi identitas, mengikuti prosedur Dinas Sosial, dan memastikan adanya penetapan pengadilan sebelum mengadopsi anak," terangnya.

Dalam situasi dugaan penculikan, Prof Nurini meminta masyarakat untuk mengutamakan keselamatan anak. Ia mendorong warga untuk segera menghubungi kepolisian melalui layanan 110, mencatat ciri pelaku, serta melapor ke RT, RW, atau pihak sekolah.

Prof Nurini mendorong pemerintah dan masyarakat memperkuat perlindungan anak melalui peningkatan kapasitas penyidik optimalisasi SOP lintas sektor, serta pemanfaatan teknologi keamanan seperti CCTV publik dan sistem pelaporan cepat.

"Pendidikan publik yang berkelanjutan sangat diperlukan karena modus penculikan terus berkembang. Perlindungan anak hanya dapat terwujud jika negara, keluarga, dan masyarakat bergerak bersama," pesannya.



Simak Video "Video Cerita Percobaan Penculikan Siswa SD di Probolinggo"

(nir/nah)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork