Hadapi Emisi Karbon Tinggi, India Rancang Kota dengan Bangunan Hijau

ADVERTISEMENT

Hadapi Emisi Karbon Tinggi, India Rancang Kota dengan Bangunan Hijau

Fahri Zulfikar - detikEdu
Kamis, 23 Okt 2025 10:00 WIB
A man jogs as he participates in a marathon while the sky is enveloped with smog after Delhi’s air quality was classified as
Foto: REUTERS/Anushree Fadnavis/Potret polusi di New Delhi, pada November 2024
Jakarta -

Emisi karbon yang memperburuk perubahan iklim menjadi tantangan serius bagi negara-negara di dunia. Salah satunya India, yang menjadi penyumbang emisi karbon ketiga tertinggi di dunia.

Menurut laporan dari Emissions Database for Global Atmospheric Research, India menjadi penghasil emisi karbon dioksida (COβ‚‚) tertinggi ketiga di dunia setelah China dan Amerika Serikat. Pada 2022 dan 2023, India menyumbang sekitar hampir 7 persen emisi global.

Kondisi ini menjadi tantangan serius mengingat India menjadi negara dengan populasi terbanyak di dunia saat ini. India memiliki kota-kota padat dengan emisi karbon tinggi seperti New Delhi, Mumbai, hingga Kolkata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Laporan World Economic Forum (WEF) pada Mei 2025 menyebut, kota-kota di India kota-kota menyumbang hampir 70% emisi gas rumah kaca (GRK) global, dengan 37% berasal dari lingkungan binaan.

Perluasan Wilayah Perkotaan Jadi Penyebab

Dalam beberapa tahun terakhir, laporan polusi dunia menunjukkan kota-kota dari India pada daftar teratas. Berbagai laporan menunjukkan, bahwa wilayah perkotaan di India menghadapi tantangan serius soal lingkungan.

ADVERTISEMENT

Menurut WEF, ekspansi perkotaan yang pesat di Indonesia menjadi penyebabnya. Perubahan wilayah menjadi areal perkotaan membebani ekosistem, meningkatkan konsumsi energi, dan memperparah gelombang panas perkotaan.

Masalah ini masih akan terus berlanjut mengingat populasi perkotaan India diproyeksikan tumbuh dari 377 juta jiwa (pada 2011) menjadi 590 juta jiwa (pada 2030). Proyeksi ini semakin mendorong permintaan perumahan dan infrastruktur perkotaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di India.

Ledakan konstruksi yang dihasilkan ini dinilai akan memiliki efek pengganda dalam meningkatkan karbon yang terkandung, baik karbon operasional maupun karbon yang direalisasikan.

Seiring dengan meningkatnya urbanisasi, penanganan karbon yang terkandung dan yang bersifat operasional dapat menjadi faktor penting dalam memastikan kota yang layak huni, tangguh terhadap iklim, dan hemat energi.

Desain Bangunan Hijau Jadi Solusi?

Meski penuh tantangan, India disebut punya peluang untuk menciptakan kota yang tangguh di masa depan. Dengan 70% infrastruktur perkotaan yang dibutuhkan pada tahun 2047 belum dibangun, terdapat ruang lingkup yang sangat luas untuk mengintegrasikan strategi-strategi yang sadar iklim ke dalam pembangunan perkotaan.

Salah satu idenya dengan membuat desain dan perencanaan perkotaan yang bisa mengurangi emisi dan tahan terhadap perubahan iklim yang ekstrem. Misalnya dengan memperbaiki tata letak, menambah infrastruktur hijau, dan pemanfaatan lahan untuk mengurangi kenaikan suhu.

"Misalnya, koridor hijau - ruang perkotaan dengan pepohonan, taman, dan kebun vertikal - dapat menurunkan suhu lokal, meningkatkan kualitas udara, dan keanekaragaman hayati," tulis WEF, dalam laman resminya, dikutip Rabu (22/10/2025).

Perencanaan ini juga didukung dengan akses jalan untuk pesepeda, pejalan kaki, dan mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi.

Dibangun dengan Konstruksi Rendah Karbon

Selain perencanaan perkotaan untuk mengurangi emisi, pembangunan juga perlu menggunakan konstruksi yang rendah karbon. India harus berkomitmen melakukan transisi ke material berkelanjutan dari sumber lokal dan strategi desain yang dapat mengurangi jejak karbon bangunan secara drastis.

Selain itu, perlu penggunaan beton daur ulang dari limbah konstruksi untuk mengurangi kebutuhan akan bahan baku baru. Hal ini bisa menurunkan emisi dari produksi beton.

Bangunan bangunan juga bisa menggunakan material alternatif yang terbuat dari beton daur ulang seperti blok beton, paving block, unit pracetak, fitur hardscape non-struktural lainnya, dan blok beton aerasi autoklaf (AAC).

"Strategi desain pasif, yang mengoptimalkan ventilasi alami, pencahayaan alami, dan insulasi, dapat mengurangi permintaan energi secara signifikan. Sebagai contoh, kampus Universitas CEPT di Ahmedabad menerapkan teknik pendinginan pasif, seperti naungan, ventilasi silang, dan pemusatan termal, untuk mempertahankan suhu dalam ruangan yang nyaman tanpa terlalu bergantung pada AC," papar WEF.

Meski begitu, semua perencanaan matang perlu dilakukan oleh semua elemen negara. Konsumen atau masyarakat, pemerintah, dan pihak lain yang bertanggung jawab, perlu berkolaborasi dengan baik.

WEF mengatakan, para pembuat kebijakan di India harus menegakkan kode efisiensi energi wajib untuk semua bangunan baru, bukan hanya bangunan komersial. Kebijakan juga harus memprioritaskan solusi berbasis alam dalam perencanaan kota, mengintegrasikan langkah-langkah adaptasi iklim ke dalam undang-undang zonasi dan investasi infrastruktur.

Transisi menuju lingkungan binaan rendah karbon merupakan peluang untuk menciptakan kota yang lebih hijau, lebih sehat, dan lebih efisien. Lingkungan ini akan memungkinkan warganya untuk berkembang dan menjamin keselamatan serta kesehatan generasi mendatang.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads