Sesar Lembang membentang sepanjang hampir 29 kilometer mulai dari Padalarang sampai kawasan Cimenyan. Letak Sesar Lembang tidak jauh dari Kota Bandung, tepat di kaki Gunung Tangkuban Parahu.
Periset geologi gempa bumi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mudrik R Daryono memaparkan Sesar Lembang pada dasarnya merupakan patahan besar di kerak bumi yang jadi jalur pergeseran batuan. Pergeseran ini lebih banyak mendatar ke arah kiri, sehingga bagian utara dan selatan sesar saling bergerak berlawanan.
Mudrik menyebut bukti nyata pergeseran ini dapat dilihat dari pergeseran Sungai Cimeta yang sudah bergeser sejauh 120 meter. Bahkan di beberapa lokasi pergeseran mencapai 460 meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di samping itu, terdapat juga pergeseran naik dan turun permukaan tanah. Di bagian barat, mulai dari kilometer 0 sampai kilometer 6, permukaan tanah masih datar. Kemudian muncul perbedaan tinggi sampai sekitar 90 meter sebelum kembali mengecil ke arah timur.
"Secara keseluruhan, pergeseran di Sesar Lembang hampir seluruhnya didominasi oleh pergeseran mendatar, yaitu sekitar 80 sampai 100 persen. Sedangkan pergeseran naik-turun hanya sekitar 0 sampai 20 persen," jelas Mudrik, dikutip dari laman BRIN, Minggu (31/8/2025).
Bukti pergeseran sungai dan perubahan tinggi itu menurut Mudrik merupakan proses yang terjadi sedikit demi sedikit dan berlangsung selama ratusan ribu tahun hingga sekarang. Proses sedikit demi sedikit itu menurutnya merupakan gerak dari sesar aktif yang menghasilkan gempa bumi.
Kecepatan Gerak Sesar Lembang
Berdasarkan penelitian terbaru, Sesar Lembang bergerak dengan kecepatan sekitar 1,9 sampai 3,4 milimeter setiap tahunnya. Walaupun angka ini tampaknya kecil, pergeseran yang terus berlangsung dan terakumulasi selama ratusan tahun dapat memicu gempa bumi.
"Hal ini terbukti dari hasil penelitian paleoseismologi melalui penggalian parit di kilometer 11,5, yang menemukan adanya pergeseran setinggi 40 sentimeter. Di mana, bagian selatan sesar terangkat dibanding sisi utara. Pergeseran sebesar itu menjadi bukti nyata bahwa di masa lalu pernah terjadi gempa dengan kekuatan sekitar magnitudo 6,5 hingga 7," beber Mudrik.
Bukti pernah terjadi gempa dengan magnitudo 6,5-7 juga terlihat dari hasil uji parit di kilometer 11,5.
Ia menyebut perkiraan ini sejalan dengan panjang sesar lembang yang mencapai 29 kilometer yang memang berpotensi menghasilkan gempa dengan besaran tersebut.
Pernah Picu Gempa pada Abad 15
Penelitian paleoseismologi atau kajian jejak gempa purba memperlihatkan Sesar Lembang pernah beberapa kali memicu gempa besar pada masa lalu. Peristiwa yang paling muda diperkirakan terjadi pada abad ke-15.
Di samping itu juga ada bukti gempa sekitar 60 tahun sebelum Masehi dan meninggalkan jejak pergeseran setinggi 40 sentimeter.
Ditarik lebih jauh lagi, ditemukan juga jejak gempa yang jauh lebih tua yakni sekitar 19 ribu tahun lalu. Berdasarkan catatan ini, ahli memperkirakan gempa besar di Sesar Lembang berulang dalam rentang waktu antara 170 sampai 670 tahun.
"Jika mengacu pada siklus ulang gempa besar yang telah diperkirakan, maka secara teoritis gempa besar berikutnya dapat terjadi paling lambat sekitar tahun 2170. Artinya, secara waktu, perkiraan, siklus ini sudah relatif dekat dengan masa sekarang," kata Mudrik dalam rilis BRIN.
Meski begitu, ia menegaskan hal ini hanyalah gambaran rentang waktu, bukan kepastian kapan gempa benar-benar terjadi.
Mudrik menegaskan Sesar Lembang bukan sekadar garis patahan di peta, tetapi merupakan sistem geologi aktif yang keberadaannya bisa terlihat jelas di lapangan. Ia menyebut pemahaman ilmiah ini sangat penting supaya masyarakat lebih siap dan selalu waspada dalam menghadapi potensi bencana.
Bukti Jalur Sesar Lembang
Salah satu lokasi yang menjadi bukti morfologi jalur Sesar Lembang adalah Gunung Batu di Lembang. Lokasinya berada tepat di kilometer 17 jalur sesar.
Belakangan juga muncul kabar Gunung Batu semakin tinggi.
Menurut Mudrik, setiap kali terjadi gempa bumi, permukaan tanah di jalur sesar dapat mengalami pergeseran atau kenaikan.
"Gunung Batu bisa naik hingga 40 sentimeter dalam sekali kejadian gempa. Dan naik atau gesernya ini akan menghasilkan gempa bumi," ujarnya.
Sementara, gempa-gempa kecil yang akhir-akhir ini terjadi di wilayah sekitar Bandung khususnya di segmen Cimeta dan di Sesar Kertasari adalah hal lumrah dalam sistem sesar aktif.
Fenomena itu dapat diartikan dua kemungkinan. Pertama, gempa itu hanya pelepasan energi sesar dalam skala kecil yang lalu berhenti begitu saja. Kedua, gempa kecil bisa saja merupakan bagian dari rangkaian proses yang suatu saat diikuti gempa lebih besar.
"Hingga saat ini, ilmu kebumian belum mampu memprediksi dengan pasti skenario mana yang akan terjadi. Karena itulah, sikap paling bijak yang bisa dilakukan adalah tetap waspada dan menyiapkan langkah mitigasi sejak dini," ungkapnya.
(nah/faz)