Riset: Hobi Membaca Turun 40% dalam 20 Tahun, Tersaingi Media Digital

ADVERTISEMENT

Riset: Hobi Membaca Turun 40% dalam 20 Tahun, Tersaingi Media Digital

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikEdu
Kamis, 28 Agu 2025 08:00 WIB
Ilustrasi Anak Membaca Buku
Foto: iStock
Jakarta -

Hobi membaca atau membaca untuk kesenangan telah turun sebanyak 40 persen dalam 20 tahun terakhir. Salah satu penyebabnya, tersaingi dengan media digital.

Studi dari University of Florida (UF) dan University College London (UCL) ini menganalisis data lebih dari 236.000 warga Amerika Serikat (AS) yang berpartisipasi dalam 'Survei Penggunaan Waktu Amerika' antara tahun 2003 dan 2023. Survei tersebut menggunakan definisi luas tentang 'membaca untuk minat pribadi' alias hobi yang mencakup buku, majalah, surat kabar, buku audio, dan e-reader.

Temuan ini menunjukkan adanya pergeseran budaya yang fundamental: semakin sedikit orang yang meluangkan waktu dalam sehari untuk membaca demi kesenangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Membaca untuk bersenang-senang telah menurun sejak tahun 1940-an. Namun, penurunan yang 'berkelanjutan dan stabil' selama 20 tahun terakhir ini 'sangat memprihatinkan', kata penulis kedua studi, Jill Sonke, Direktur Penelitian di Center for Arts in Medicine di University of Florida dilansir dari laman UF, Kamis (21/8/2025), dikutip Kamis (28/8/2025).

ADVERTISEMENT

Sonke menambahkan, angka penurunannya bukan sekadar penurunan kecil. "Ini adalah penurunan yang berkelanjutan dan stabil sekitar 3% per tahun," imbuh Sonke.

Penulis utama studi, Daisy Fancourt, menambahkan bahwa angka ini meresahkan karena membaca selalu menjadi 'salah satu cara yang paling mudah diakses untuk mendukung kesejahteraan'.

"Penelitiannya jelas: 'Membaca adalah perilaku penting yang meningkatkan kesehatan bagi setiap kelompok dalam masyarakat, dengan manfaat di sepanjang perjalanan hidup'," tambah Fancourt, seorang peneliti kesehatan perilaku di UCL, dilansir dari Smithsonian Magazine.

Populasi Pembaca

Angka penurunan ini tidak merata di seluruh populasi. Para peneliti menemukan penurunan yang lebih tajam di:

  • Kalangan warga AS kulit hitam dibandingkan warga AS kulit putih
  • Orang-orang dengan pendapatan atau tingkat pendidikan yang lebih rendah
  • Mereka yang tinggal di daerah pedesaan (dibandingkan metropolitan)

Hasil tersebut menyoroti kesenjangan yang semakin dalam dalam akses dan kebiasaan membaca.

"Meskipun orang-orang dengan tingkat pendidikan tinggi dan perempuan masih lebih cenderung membaca, bahkan di antara kelompok-kelompok ini, kita melihat adanya pergeseran," kata penulis utama studi lainnya, Jessica Bone, PhD, peneliti senior statistika dan epidemiologi di UCL.

Dan di antara mereka yang membaca, imbuh Bone, waktu yang dihabiskan untuk membaca sedikit meningkat.

"Hal ini mungkin menunjukkan adanya polarisasi, di mana beberapa orang lebih banyak membaca sementara banyak yang berhenti membaca sama sekali," urai Bone.

Para peneliti juga mencatat beberapa temuan yang lebih menjanjikan, termasuk bahwa membaca bersama anak-anak tidak berubah selama 20 tahun terakhir.

"Namun, membaca bersama anak-anak jauh lebih jarang daripada membaca untuk kesenangan, yang mengkhawatirkan mengingat kegiatan ini berkaitan dengan perkembangan literasi dini, kesuksesan akademis, dan ikatan keluarga," kata Bone.

Media Digital Diduga Jadi Penyebab

Meskipun penyebabnya tidak termasuk dalam studi ini, para peneliti menunjukkan beberapa faktor potensial yakni:

  • Maraknya media digital
  • Meningkatnya tekanan ekonomi
  • Berkurangnya waktu luang
  • Akses yang tidak merata terhadap buku dan perpustakaan

"Ada korelasi antara waktu yang dihabiskan di media digital dan berkurangnya waktu membaca. Tampaknya logis bahwa persaingan media digital untuk mendapatkan waktu kita menjadi faktor dalam penurunan minat membaca ini," urai Sonke.

Sonke menambahkan pula masalah struktural dalam hasil riset ini.

"Terbatasnya akses terhadap bahan bacaan, ketidakamanan ekonomi, dan menurunnya waktu luang nasional. Jika Anda memiliki banyak pekerjaan atau menghadapi hambatan transportasi di daerah pedesaan, kunjungan ke perpustakaan mungkin mustahil," demikian analisis Sonke.

Penjelasan lain yang mungkin untuk penurunan ini adalah rentang perhatian (attention span) yang semakin pendek.

"Pada 2004, rentang perhatian orang saat melihat layar rata-rata sekitar 2,5 menit," ungkap Gloria Mark, penulis Attention Span: A Groundbreaking Way to Restore Balance, Happiness and Productivity dilansir dari Washington Post. Pada 2016, angka tersebut turun menjadi rata-rata 47 detik.

Solusi Ini Bisa Membalikkan Tren

Penulis studi mengatakan bahwa intervensi dapat membantu memperlambat atau membalikkan tren ini, tetapi intervensi tersebut harus strategis.

"Membaca bersama anak-anak adalah salah satu cara yang paling menjanjikan. Membaca bersama anak-anak tidak hanya mendukung bahasa dan literasi, tetapi juga empati, ikatan sosial, perkembangan emosional, dan kesiapan sekolah," demikian rekomendasi Fancourt.

Sedangkan Bone memberikan solusi menciptakan lebih banyak kesempatan membaca yang berpusat pada komunitas juga dapat membantu.

"Idealnya, kita akan membuat perpustakaan lokal lebih mudah diakses dan menarik, mendorong kelompok-kelompok pembaca buku, dan menjadikan membaca sebagai aktivitas yang lebih sosial dan didukung - bukan hanya sesuatu yang dilakukan secara terpisah," ujar Bone.

Riset dengan judul asli 'The decline in reading for pleasure over 20 years of the American Time Use Survey' ini sudah diterbitkan di jurnal iScience pada 20 Agustus 2025 lalu.

Halaman 2 dari 4


Simak Video "Video Survei: ChatGPT Berpeluang Jadi Medium Baru untuk Terapi Kesehatan Mental"
[Gambas:Video 20detik]
(nwk/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads