Studi MIT Ungkap Alasan Mengapa Penglihatan Bayi Buruk

ADVERTISEMENT

Studi MIT Ungkap Alasan Mengapa Penglihatan Bayi Buruk

Devita Savitri - detikEdu
Selasa, 19 Agu 2025 06:30 WIB
Nama bayi Turki
Ilustrasi bayi. Studi MIT jelaskan mengapa penglihatan bayi buruk. Foto: Getty Images/LindaYolanda
Jakarta -

Ketika melihat, informasi yang masuk dari retina mata disalurkan ke dalam dua jalur sistem visual otak. Satu jalur yang bertanggung jawab untuk memproses warna dan detail spasial yang halus, dan kedua ke jalur lebih dalam yang mampu mendeteksi frekuensi temporal.

Bayi yang baru lahir tidak memiliki kemampuan ini. Mereka biasanya memiliki ketajaman visual dan penglihatan warna yang buruk.

Hal ini bisa terjadi karena sel kerucut retina pada bayi belum berkembang dengan baik saat lahir yang menandakan awal kehidupan. Dengan begitu, penglihatan bayi tampak kabur dan kurang berwarna.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebuah studi yang dilakukan tim peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT) menyebutkan kejelasan penglihatan pada manusia dapat dibentuk oleh faktor-faktor perkembangan.

Penglihatan kabur dan terbatas warna pada bayi dapat mengakibatkan beberapa sel otak terspesialisasi dalam frekuensi rendah. Hal ini kemudian berkaitan dengan sebuah sistem di otak yang dikenal dengan magnoselular.

ADVERTISEMENT

Nantinya, ketika tumbuh dan penglihatan membaik, sel-sel akan menyesuaikan diri dengan detail halus dan warna yang lebih kaya. Proses ini dikenal sebagai sistem parvoselular.

Perbedaan Magnoselular dan Parvoselular

Pernyataan di atas awalnya merupakan sebuah hipotesis yang disampaikan peneliti. Untuk menguji hipotesis mereka, ilmuwan menggunakan model komputasional penglihatan pada lintasan masukan serupa dengan yang diterima bayi manusia.

Model komputasional ini mampu memperlihatkan kemiripan pembagian jalur magnoselular dan parvoselular dalam sistem visual manusia. Ketika pengujian dilakukan dengan gambar berkualitas tinggi, hasilnya tidak mengembangkan karakteristik yang begitu berbeda.

Profesor ilmu otak dan kognitif MIT sekaligus penulis utama studi tersebut, Pawan Sinha menjelaskan temuan ini akan menjelaskan proses perkembangan penglihatan manusia. Terutama dalam menjelaskan perbedaan magnoselular dan parvoselular.

"Temuan ini berpotensi menunjukkan adanya mekanisme yang menjelaskan munculnya perbedaan parvo/magno yang merupakan salah satu prinsip pengorganisasian jalur penglihatan di otak mamalia," kata Sinha dikutip dari laman resmi MIT.

Gagasan awal terkait visual berkualitas rendah mungkin mampu bermanfaat bagi perkembangan manusia muncul dari studi sebelumnya. Studi tersebut memantau penglihatan anak-anak yang terlahir buta lalu penglihatannya dipulihkan.

Melalui Project Prakash, Sinha telah menyaring dan merawat ribuan anak di India yang kehilangan penglihatan. Setelah dipulihkan, banyak dari anak-anak ini secara sukarela berpartisipasi dalam studi Sinha untuk memantau perkembangan penglihatan mereka.

Studi sebelumnya menjelaskan bila anak-anak yang menjalani operasi katarak memiliki penurunan yang signifikan dalam kemampuan pengenalan objek. Terutama ketika melihat gambar hitam putih.

Temuan ini mendorong Sinha dan tim mengeluarkan hipotesis bahwa kurangnya input warna merupakan karakteristik perkembangan yang normal. Bukan hambatan, hal ini adalah upaya otak untuk belajar mengenali objek bahkan dalam gambar yang warnanya telah memudar atau berubah.

Masih mengacu pada studi yang sama, para peneliti juga menemukan kemampuan model komputasional dalam mengenali objek terlihat lebih baik ketika awalnya dilatih pada gambar abu-abu baru berwarna. Hasil serupa juga ditemukan pada studi lain.

Di mana model komputasional memberikan kinerja yang lebih baik ketika mereka dilatih pada gambar buram terlebih dahulu, barulah berlanjut ke gambar yang lebih tajam.

Berdasarkan temuan tersebut, tim Sinha mengeksplorasi kemungkinan konsekuensi dari keterbatasan warna dan ketajaman visual di awal perkembangan kehidupan. Keterbatasan ini mungkin berkontribusi pada perkembangan jalur magnoselular dan parvoselular.

Jalur parvoselular sangat peka terhadap warna. Sel-sel dalam jalur itu juga memiliki medan reseptif yang kecil, artinya mereka mampu menerima informasi padat yang ditangkap retina. Hal ini membantu jalur parvoselular memproses detail halus.

Sebaliknya, sel-sel dalam jalur magnoselular mampu mengumpulkan informasi di area yang lebih luas. Sehingga, jalur ini mampu memproses informasi spasial yang lebih global.

Kesimpulannya....

Tidak hanya satu, peneliti melakukan uji coba lain untuk melengkapi hipotesis mereka. Seperti uji progresi untuk membuktikan perkembangan dapat berkontribusi pada selektivitas sel magno dan parvo, uji coba pengenalan objek, hingga melatih model komputasional dengan video.

Secara keseluruhan, hasil penelitian mendukung bahwa penglihatan buruk pada bayi di awal kehidupan dapat berkontribusi pada pengaturan jalur pemrosesan sensorik di otak.

Temuan pada studi ini disebut tidak mengesampingkan spesifikasi bawaan jalur magno dan parvo, tetapi memberikan bukti lain. Di mana ada sebuah prinsip yang menyatakan bahwa pengalaman visual selama tumbuh kembang bayi berperan dalam proses memperjelas penglihatan mereka.

"Tema umum yang tampaknya muncul adalah bahwa perkembangan yang kita lalui terstruktur dengan sangat hati-hati untuk memberi kita jenis kecakapan persepsi tertentu dan hal ini mungkin juga berdampak pada pengorganisasi otak itu sendiri," tandas Sinha.

Untuk melihat lebih lengkap studi ini, detikers bisa membacanya di jurnal Communications Biology dengan judul "Potential role of developmental experience in the emergence of the parvo-magno distinction".




(det/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads