Studi: Kesehatan Mental Ayah yang Buruk Bisa Membahayakan Perkembangan Anaknya

ADVERTISEMENT

Studi: Kesehatan Mental Ayah yang Buruk Bisa Membahayakan Perkembangan Anaknya

Fahri Zulfikar - detikEdu
Rabu, 06 Agu 2025 08:30 WIB
Ayah dan anak laki-laki sedang menghabiskan waktu bersama
Foto: Freepik/freepik/Ayah dan anaknya
Jakarta -

Sebuah studi menemukan adanya kaitan antara kesehatan mental ayah dengan perkembangan fisik, emosional, dan kognitif anak-anaknya. Ini menunjukkan kesehatan ayah sangat penting pada setiap momen perkembangan anak-anaknya.

Studi di jurnal JAMA Pediatrics menyebut, mental ayah yang kurang baik sedikit berkaitan dengan perkembangan anak. Termasuk perkembangan kognitif, emosional, bahasa, dan fisik.

Peneliti menyebutnya dengan distres mental, yaitu gejala atau diagnosis depresi, kecemasan, gabungan keduanya, atau stres. Mereka menganalisis hubungan antara depresi, kecemasan, atau stres ayah dengan enam jenis perkembangan anak: perkembangan sosial-emosional, adaptif, kognitif, bahasa, fisik, dan motorik sejak lahir hingga usia 18 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Risiko Pria Mengalami Tekanan Mental Tinggi saat Transisi Menjadi Ayah

Dalam studi, para peneliti mengatakan, tidak hanya seorang ibu yang mengalami tekanan mental saat baru memiliki anak. Pria dikatakan memiliki risiko yang lebih tinggi.

Rata-rata, antara 8% dan 13% ayah di Amerika Serikat akan mengalami beberapa bentuk depresi selama masa awal kehidupan anak mereka. Prevalensinya meningkat hingga 50% ketika ibu juga mengalami depresi pascapersalinan, demikian dilansir Rutgers University.

ADVERTISEMENT

Namun, hanya sedikit penelitian yang berfokus pada depresi ayah di luar periode pascapersalinan atau mengeksplorasi hubungan antara kesehatan mental ayah dan perilaku anak.

Kondisi ini perlu diperhatikan, mengingat selama perkembangan janin, bayi, hingga balita, sangat sensitif terhadap tekanan mental yang dialami oleh orang tuanya.

"Pria berisiko mengalami tekanan mental yang lebih tinggi selama masa transisi menjadi ayah, dengan tingkat prevalensi di antara pria selama masa perinatal setinggi 8% untuk depresi klinis, 11% untuk kecemasan, dan 6% hingga 9% untuk stres yang meningkat," tulis para penulis dalam penelitian tersebut.

Penulis senior studi ini dan profesor madya di SEED Lifespan Research Centre di Deakin University, Australia, Dr Delyse Hutchinson, mengatakan, temuan ini menjadi salah satu tinjauan mengenai hubungan antara kesehatan mental ayah dan perkembangan keturunannya.

"Hal ini menyoroti pentingnya mendukung para ayah jika kita ingin melihat hasil yang lebih baik bagi keluarga," ujar Hutchinson, yang juga seorang psikolog klinis, dikutip dari CNN.

Tekanan Mental Ayah Memengaruhi Sensitivitas pada Anaknya

Hutchinson menjelaskan, temuan ini berasal dari 84 studi sebelumnya yang melibatkan ribuan pasangan ayah-anak. Semua studi telah memantau partisipan dari waktu ke waktu, dengan tekanan mental diukur sejak kehamilan hingga dua tahun pascakelahiran.

Dalam hal ini, para penulis mengecualikan studi yang melibatkan ayah yang memiliki kondisi medis, mengonsumsi obat-obatan, atau mengonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang lainnya.

Hasilnya, ditemukan bahwa meski sangat kecil, terdapat hubungan antara mental ayah yang buruk dengan perkembang kematangan sosial-emosional, kognitif, bahasa, dan fisik pada anak.

"Tekanan mental seorang ayah dapat memengaruhi sensitivitas dan responsnya dalam berinteraksi dengan anaknya dan mengganggu keamanan keterikatan," kata Hutchinson.

Tinjauan studi ini, direspons sangat baik oleh berbagai pakar independen seperti Dr Craig Garfield, Dr Clarissa Simon, dan Dr John James Parker dari Rumah Sakit Anak Ann & Robert H. Lurie.

Menurut mereka, para ayah perlu menghabiskan lebih banyak waktu daripada sebelumnya untuk mengasuh anak. Hal ini seiring peran ayah yang semakin diakui sebagai kontributor penting bagi kesehatan dan kesejahteraan keluarga.

Perlunya Meningkatkan Kesejahteraan Orang Tua

Profesor pediatri di University of Nebraska Medical Center di Omaha, Nebraska, Dr Arwa Nasir, mengatakan, hasil penelitian baru telah menegaskan bukti yang kuat tentang pentingnya pola asuh suportif terhadap kesejahteraan anak.

"Penelitian tentang peran ayah dalam kehidupan anak-anak mereka sangatlah penting," kata Nasir.

"Saya berharap penelitian di masa mendatang juga akan memperjelas semua cara penting dan luar biasa yang dapat dilakukan ayah untuk memperkaya dan mendukung kesehatan serta perkembangan anak-anak mereka," tambahnya.

Hal ini menunjukkan, pentingnya menilai dan merawat kesejahteraan kedua orang tua selama kunjungan perawatan kesehatan pada masa perinatal. Baik ibu maupun ayahnya.

Untuk calon ayah, sangat penting untuk memahami kondisi kesehatan mentalnya sejak dini. Sebab, menjadi ayah merupakan masa-masa penting yang penuh tantangan.

"Penting bagi para ayah untuk menyadari bahwa menjadi orang tua bisa menjadi masa yang penuh tantangan dan banyak ayah yang mengalami pasang surut selama masa ini," tutur Hutchinson.

"Meskipun anak-anak Anda sudah lebih besar, tidak ada kata terlambat untuk memprioritaskan kesehatan Anda (demi perkembangan anak yang lebih baik). (Karena) setiap usia dan tahap perkembangan anak itu penting, bukan hanya satu periode waktu saja," pungkasnya.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads