Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menginformasikan sebagian besar wilayah di Indonesia khususnya di Sumatera dan Kalimantan, akan mengalami puncak musim kemarau pada Agustus 2025.
Dwikorita menyampaikan dalam situasi ini potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) diperkirakan meningkat tajam dengan wilayah prioritas mencakup Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
BNPB: Ratusan Karhutla hingga Pertengahan 2025
Melalui laman resminya, BMKG menyebut berdasarkan analisis curah hujan dasarian (10 harian), sebagian besar wilayah Riau, Jambi, dan Kalimantan masih berada dalam kategori curah hujan rendah hingga awal Agustus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peta potensi kemudahan kebakaran (Fire Danger Rating System/FDRS) memperlihatkan dominasi warna merah. Ini menandakan tingkat kemudahan lahan untuk terbakar sangat tinggi. Kondisi tersebut menafsirkan, lahan dapat terbakar secara alami, bahkan tanpa pemantik eksternal.
Dwikorita menekankan walaupun hujan sempat turun sebagai hasil dari operasi modifikasi cuaca (OMC) pada pekan lalu, dampaknya tidak jangka panjang.
"Warna Merah kembali muncul. Artinya, efek OMC sudah mulai menurun, dan kondisi cuaca aslinya kembali mendominasi," tegasnya.
Melalui paparan visual prakiraan pembentukan awan hujan harian, wilayah kritis seperti Riau; Sumatera Selatan; dan Jambi memperlihatkan rendahnya potensi pertumbuhan awan.
Mayoritas wilayah tampak memiliki warna kuning dan oranye. Ini menunjukkan awan tidak berkembang maksimal.
Sementara, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam laporannya menyebut hingga pertengahan 2025 telah terjadi 278 karhutla. Operasi terpadu yang melibatkan TNI, Polri, dan relawan dan dengan dukungan operasi modifikasi cuaca (OMC) serta helikopter water bombing berhasil menekan eskalasi karhutla, walaupun belum sepenuhnya aman.
Sampai Kapan Musim Kemarau?
BMKG menyampaikan, musim kemarau diperkirakan berlangsung sampai September. Musim hujan baru akan dimulai pada Oktober.
Dua bulan ke depan, BMKG menegaskan, adalah fase kritis yang membutuhkan koordinasi total lintas lembaga.
"Musim hujan belum datang. OMC bukan jaminan. Kuncinya adalah patroli ketat, deteksi dini, dan pemadaman cepat," kata Kepala BMKG.
(nah/pal)