Insiden Rinjani Terjadi Lagi, Pakar UGM Sarankan Langkah Mitigasi

ADVERTISEMENT

Insiden Rinjani Terjadi Lagi, Pakar UGM Sarankan Langkah Mitigasi

Trisna Wulandari - detikEdu
Kamis, 17 Jul 2025 20:30 WIB
Suasana Pelawangan di jalur Timbanuh, bagian selatan Gunung Rinjani di Lombok Timur, NTB.
Kecelakaan di Gunung Rinjani kembali terjadi selang tiga pekan, kali ini pada WNA asal Swiss dan Belanda. Guru Besar UGM jelaskan langkah mitigasi ke depan. Foto: Ahmad Viqi/detikBali
Jakarta -

WNA asal Brasil, Juliana Marins (27) tewas usai jatuh ke jurang saat mendaki Gunung Rinjani,Lombok, NTB pada Selasa (27/6/2025). Selang tiga pekan, WNA asal Swiss, Benedikt Emmenegger (46) terjatuh di Rinjani ketika hendak menuju Danau Segara Anak, Rabu (16/7/2025) kemarin.

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) menyatakan pendaki asal Swiss tersebut dalam kondisi hidup, tetapi mengalami cedera dan membutuhkan penanganan medis. Ia lalu dievaluasi dengan helikopter ke RS BIMC Kuta, Bali.

"Diagnosis awal menyebutkan korban mengalami patah tulang paha, lengan, serta pendarahan di sekitar mata," terang pihak BTNGR pada laman Instagram @btn_gn_rinjani, Rabu (16/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian pada Kamis (17/7/2025), pendaki asal Belanda Pendaki perempuan asal Belanda yang tinggal di Denmark, Sarah Tamar vanHulten, dilaporkan terjatuh di jalurPelawanganSembalun saat menuju Danau Segara Anak, GunungRinjani.

Dilansir Antara, Kepala Kantor SAR Mataram Muhamad Hariyadi menyatakan pihaknya menerima kabar ini tadi siang. Tim penyelamatan dari Pos SAR Kayangan diberangkatkan dengan truk personel, membawa peralatan mountaineering, komunikasi, medis, dan pendukung lainnya.

ADVERTISEMENT

Pihak SAR Mataram juga bekerja sama dengan Kantor SAR Denpasar dan SGi Air Bali untuk evakuasi korban. Helikopter SGi Air Bali dilaporkan take off dari Bali menuju lokasi kejadian di Gunung Rinjani pada pukul 15.45 Wita.

"Koordinasi dilakukan dengan SGi Air Bali dan Kepala Kantor SAR Denpasar untuk pengerahan helikopter guna mempercepat proses evakuasi," ucapnya.

Merespons insiden di Rinjani, Prof Dr M Baiquni MA Guru Besar Fakultas Geografi sekaligus Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) mengingatkan calon pendaki bahwa karakter topografi Gunung tidak bisa diremehkan. Medan Rinjani terbentuk dari aktivitas vulkanik yang menghasilkan tebing curam, kaldera tajam, dan paparan gas sulfur.

Kesemuanya berisiko tinggi, terlebih bagi pendaki pemula.

"Gunung Rinjani terbentuk dari intrusi magma yang mengangkat Pulau Lombok. Kaldera yang curam, tebing-tebing tajam, serta keberadaan danau Segara Anak membuatnya berbeda dari pegunungan non-vulkanik seperti Alpen atau Andes," kata Baiquni, dikutip dari laman kampus.

Pencegahan Insiden Rinjani buat Calon Pendaki

Baiquini mengatakan, mitigasi kecelakaan di Rinjani dari sisi pendaki dimulai dari penyiapan psikologis dan edukasi. Pelajari medan vulkanik sehingga fisik dan mental siap menghadapi lingkungan ekstrem ini dan tidak keliru mengambil keputusan berbahaya.

"Wisatawan yang belum terbiasa dengan karakter gunung vulkanik bisa linglung, bahkan halusinasi, ketika terpapar sulfur atau saat berada di ketinggian dengan oksigen tipis," ucapnya.

Ia menambahkan, pendakian juga perlu pengendalian diri, emosi, dan ego agar keinginan summit tidak berakhir pada risiko fatal.

Patuh Buka-Tutup Jalur

Baiquni juga mengingatkan agar calon pendaki tidak menyusup masuk jalur pendakian yang belum belum dibuka resmi. Ia menjelaskan, sistem buka-tutup jalur yang diterapkan di Rinjani sebenarnya merupakan manajemen destinasi penting bagi gunung maupun pendaki itu sendiri.

"Ini bagian dari strategi visitor management yang sangat penting, agar unsur alam bisa pulih dan pendaki bisa merencanakan kunjungan dengan aman," ucapnya menerangkan.

Insting lapangan menurut Baiquni juga tak dapat digantikan teknologi sistem navigasi dan informasi spasial yang bantu pendaki. Karena itu, di samping memakai peta digital atau aplikasi cuaca, pendaki perlu mengantongi pelatihan dasar survival dan etika tim.

WNA-WNI Pelatihan Sebelum Mendaki

Ia mengingatkan, pelatihan dasar seperti diklatsar, tali-temali, dan pembacaan medan penting untuk menjadi prasyarat pendakian. Khususnya yakni bagi wisatawan asing yang belum familiar dengan ekosistem gunung Indonesia.

"Beda alat, beda naluri. Kadang orang terlalu fokus pada puncak sampai lupa diri," ucapnya, yang pernah mendaki Gunung Rinjani pada 1983.

Melatih insting dan pemahaman lokal juga menurut Baiquni penting dalam menghadapi perubahan iklim agar pendaki lebih adaptif dan prediktif membaca tanda-tanda alam. Cara ini menggabungkan sains modern dan kearifan lokal.

"Kita diberi indera, nalar, dan nurani. Gunakan itu untuk membaca tanda-tanda alam, seperti awan, arah angin, dan pola kabut," katanya.

Pilar Mitigasi Insiden Wisata Gunung

Klasifikasi Pendaki

Untuk membangun sistem mitigasi risiko wisata gunung, ia menekankan hal pertama yang perlu dilakukan yakni mengklasifikasi pendaki berdasarkan tingkat pengalaman dan pelatihan. Bedakan pendaki pemula, yang sudah ikut pelatihan dasar, dan pendaki profesional.

"Kalau bisa, sistem ini dibuat transparan sejak awal. Kalau dia pemula, maka wajib pakai guide dan membawa perlengkapan standar. Kalau sudah berpengalaman pun, sebaiknya tetap tidak mendaki sendirian," terangnya.

Pengendalian Pendaki di Jalur

Jumlah pengunjung yang masuk jalur pendakian juga perlu dikendalikan. ia menjelaskan, jalur-jalur ekstrem dengan medan sempit tidak boleh dilalui secara massal. Larangan gini bertujuan untuk meminimalisasi tekanan pada ekosistem maupun peningkatan risiko kecelakaan.

Promosi Gunung Lain

Memetakan dan mempromosikan gunung vulkanik lainnya menurut Baiquni penting agar wisatawan tidak terfokus pada Rinjani saja, tetapi juga mendaki gunung-gunung lain. Jika dibiarkan, tekanan pada alam dan wisata Rinjani jadi kian tinggi.

Beri Fakta Sesungguhnya

Ia juga menggarisbawahi pentingnya info kondisi cuaca, tarif jasa porter dan guide, serta info teknis jalur yang transparan. Dengan cara ini, pendaki bisa tahu kondisi pendakian yang sebenarnya dan menyiapkan fisik serta mental.

"Wisatawan tidak boleh membeli ilusi, mereka harus datang dengan ekspektasi dan kesiapan yang benar," ucapnya.

Perlu Sistem Tanggap Darurat dari Institusi

Terakhir, ia menekankan urgensi sistem tanggap darurat yang terintegrasi, mulai dari koordinasi tim penyelamat hingga sarana komunikasi dan jalur evakuasi. Kecepatan respons dan kesiapsiagaan di lapangan menjadi kunci dalam meminimalkan dampak jika insiden terjadi.

Baiquni mendorong agar sistem tanggap darurat terintegrasi segera diterapkan dengan efektif, mulai dari koordinasi tim penyelamatan, sarana komunikasi, hingga jalur evaluasi. Jika insiden terjadi kembali, kecepatan respon sistem tanggap darurat menjadi kunci untuk meminimalisasi dampak kecelakaan.

Penerapan langkah-langkah ini menurutnya dapat membantu penyediaan layanan wisata alam yang tidak hanya indah, tetapi juga aman dan berkelanjutan.

"Risiko tidak akan hilang, tapi bisa dikendalikan dengan perencanaan yang matang dan kebijakan yang berpihak pada keselamatan," ucapnya.




(twu/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads