Cuaca dingin mulai melanda berbagai daerah di Indonesia, terutama pada malam hari. Kondisi ini justru terjadi saat musim kemarau dimulai. Kenapa?
Meski saat siang hari terasa panas, suhu pada malam hari mulai mendingin. Ini disebabkan posisi dari gerak semu matahari di belahan bumi utara, sedangkan wilayah Indonesia berada di belahan bumi selatan, demikian penjelasan pakar iklim dari Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Andung Bayu Sekaranom.
Menurutnya, posisi pada musim kemarau membuat wilayah Indonesia menerima lebih sedikit energi radiasi matahari. Ini yang menjadi alasan, cuaca menjadi lebih dingin saat musim kemarau tiba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selain itu, kalau dilihat dari keseimbangan energi di bumi, selain bersumber dari radiasi matahari, juga ada radiasi gelombang panjang yang dikeluarkan oleh bumi," ucap Andung dalam laman resmi UGM, dikutip Rabu (25/6/2025).
Fenomena 'Bediding', Suhu Dingin pada Musim Kemarau
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan fenomena udara dingin pada musim kemarau biasanya mengalami puncak berkisar Juli-Agustus. Kondisi ini disebabkan oleh Angin Monsun Australia yang bertiup menuju Benua Asia melewati Wilayah Indonesia dan perairan Samudera Hindia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih rendah (dingin).
Suhu dingin ini, oleh orang Jawa, sering disebut sebagai 'mbediding'. Dalam kondisi ini, semakin cerah langit maka bisa semakin dingin suhunya. Hal ini karena radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa ada hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan.
"Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto.
Musim Kemarau Basah pada 2025
Menurut BMKG, musim kemarau 2025 dimulai lebih lambat dari biasanya. Selain itu, kemarau tahun ini disebut akan berlangsung lebih pendek dan puncaknya akan terjadi pada Agustus.
Berbeda dari biasanya, kemarau tahun ini masih diselingi hujan dengan intensitas cukup tinggi. Hujan yang turun di musim kemarau membuat musim sering disebut sebagai kemarau basah.
Pakar lingkungan dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Syamsudduha Syahrorini ST MT, menjelaskan, faktor-faktor pemicu kemarau basah antara lain La Nina, suhu laut hangat, aktivitas atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang Kelvin dan Rossby.
"Musim kemarau tahun ini diperkirakan datang normal atau sedikit lebih lambat di 409 Zona Musim (ZOM), dengan curah hujan sebagian besar masih dalam kategori normal," jelasnya, dikutip dari laman resmi kampus, Rabu (25/6/2025).
Menurut Rini, fenomena kemarau basah ini bukan suatu hal yang baru. Sebab, pada 2020 lalu, kemarau basah juga terjadi akibat pengaruh La Nina.
(faz/pal)