BMKG Sebut Suhu Dingin di Indonesia Terkadang Bisa sampai September

ADVERTISEMENT

BMKG Sebut Suhu Dingin di Indonesia Terkadang Bisa sampai September

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 21 Jul 2024 14:00 WIB
Ilustrasi dingin
Ilustrasi cuaca dingin. Foto: Getty Images/MTStock Studio
Jakarta -

Suhu dingin jelang puncak musim kemarau terjadi di bulan Juli hingga Agustus. Namun, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu dingin terkadang bisa mencapai September.

Hal itu disebabkan angin monsun Australia yang bertiup ke arah Benua Asia, melewati Indonesia dan Samudra Hindia yang mempunyai suhu permukaan laut relatif lebih dingin (rendah). Angin monsun Australia bersifat kering dan sedikit membawa uap air, terlebih pada malam hari ketika suhu mencapai titik minimum.

Fenomena angin ini kemudian mengakibatkan suhu udara di sejumlah wilayah di Indonesia, khususnya bagian selatan khatulistiwa yakni Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, jadi terasa lebih dingin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wilayah yang terasa lebih dingin di Pulau Jawa adalah Pegunungan Bromo, Pegunungan Sindoro-Sumbing, dan Lembang Bandung. Bahkan tercatat pada 7 Juli 2024 suhu minimum di Dataran Tinggi Dieng mencapai 1 derajat celsius pukul 2 dini hari.

Suhu Dingin Dipengaruhi Faktor Lainnya

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto menambahkan, selain monsun Australia, suhu dingin yang sedang melanda sebagian wilayah Indonesia juga disebabkan posisi geografis, kondisi topografis, ketinggian wilayah, serta kelembapan udara yang relatif kering.

ADVERTISEMENT

Ditambah lagi pada Juni-Agustus, posisi sudut datang sinar matahari berada di posisi terjauh dari Indonesia, khususnya di Indonesia bagian selatan khatulistiwa.

"Beberapa hari terakhir ini, cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan. Angin dominan dari arah timur hingga tenggara membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia sehingga kurang mendukung proses pertumbuhan awan," terang Guswanto di Jakarta (19/7/2024), dikutip melalui rilis BMKG.

Guswanto mengatakan hal ini menyebabkan langit menjadi cerah sepanjang hari. Kurangnya tutupan awan pada malam hari juga menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa hambatan. Kemudian, ini mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan.

Selain itu, angin yang tenang pada malam hari menghambat pencampuran udara. Oleh sebab itu, udara dingin terperangkap di permukaan bumi.

"Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah," ujarnya.

Cuaca Cerah-Berawan Masih Berlanjut sampai Kapan?

Guswanto mengatakan, cuaca cerah-berawan diperkirakan masih mendominasi Indonesia, khususnya bagian selatan selama satu pekan ke depan. Walaupun begitu, potensi hujan berintensitas signifikan masih bisa terjadi di beberapa wilayah di Indonesia dalam sepekan ke depan.

Kepala Pusat Meteorologi Publik, Andri Ramdhani ikut manambahkan, berdasarkan pantauan BMKG, ada daerah tekanan rendah di perairan barat Filipina (bibit siklon tropis 91W) dan di Laut Filipina sebelah utara Papua (bibit Siklon Tropis 92W).

Andri mengatakan, daerah bertekanan rendah ini membentuk daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin atau konvergensi memanjang dari Laut Filipina bagian barat, Laut Sulawesi hingga perairan timur Filipina. Daerah konvergensi lainnya terpantau di Selat Malaka, Laut China Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara bagian barat, Laut Seram, Laut Arafuru, dan Samudera Pasifik sebelah utara Papua.

"Kondisi ini mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar daerah tekanan rendah dan di sepanjang daerah yang dilewati konvergensi tersebut," terang Andri.

Intrusi udara kering/dry intrusion dari BBS melintasi wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku dapat mengangkat uap air basah di depan batas intrusi jadi lebih hangat dan lembap di Sulawesi bagian tengah, Maluku, dan Papua.

Andri menyebut pada peningkatan kecepatan angin hingga mencapai >25 knot juga terpantau di Laut Andaman, Laut Cina Selatan, Samudera Hindia sebelah barat daya, hingga selatan Jawa Barat, Laut Jawa bagian tengah dan timur, Laut Flores, Laut Banda, Laut Seram, Laut Halmahera, dan Laut Maluku. Hal ini dapat meningkatkan tinggi gelombang di sekitar perairan wilayah tersebut.

Sementara, labilitas lokal kuat yang mendukung konvektif pada skala lokal terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Papua Tengah, Papua dan Papua Pegunungan.

Andri menyimpulkan, secara umum kombinasi fenomena-fenomena cuaca ini diperkirakan menimbulkan potensi cuaca signifikan pada periode 18-25 Juli 2024. Di antaranya hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang di Sumatera Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua.

Kondisi tersebut juga berpotensi menimbulkan angin kencang di wilayah Banten, Jawa Barat, NTB, NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, dan Papua Tengah.

"Kepada masyarakat di wilayah tersebut, kami himbau untuk senantiasa waspada dan siap-siaga. Utamanya apabila sedang berkendara ketika angin kencang terjadi karena dapat mengakibatkan baliho dan pohon tumbang atau menerbangkan material-material berbahaya," jelas Andri.




(nah/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads