Studi: Orang Miskin Cenderung Lebih Dipercaya Dibanding Orang Kaya, Kenapa?

ADVERTISEMENT

Studi: Orang Miskin Cenderung Lebih Dipercaya Dibanding Orang Kaya, Kenapa?

Nikita Rosa - detikEdu
Sabtu, 31 Mei 2025 17:59 WIB
Poverty And Absence Of Money Concept. Stacks Of Coins Lying On Table In Front Of Sad African American Couple, Crop
Ilustrasi suami-istri miskin. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Prostock-Studio)
Jakarta -

Sebuah studi yang diunggah pada Journal of Personality and Social Psychology menemukan jika orang cenderung percaya pada orang miskin dibanding orang kaya. Apa alasannya?

KristinLaurin, PhD, seorang profesor psikologi di University of British Columbia dan penulis studi tersebut mengatakan jika kepercayaan adalah hal yang sangat penting dalam menjalin hubungan. Tanpanya, hubungan romantis bahkan rekan kerja dapat gagal.

"Tetapi, apa yang membuat orang memercayai seseorang sejak awal?" ungkap Laurin dalam Neuroscience News dikutip Selasa (27/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk mengetahuinya, Laurin dan tim menjalankan serangkaian eksperimen dengan lebih dari 1.900 peserta. Mereka meneliti apakah kelas sosial seseorang, baik saat tumbuh dewasa atau saat ini, mempengaruhi seberapa dapat dipercayanya mereka di mata orang asing.

Peserta Diminta Bermain Peran

Dalam satu eksperimen, para peserta diminta untuk memainkan permainan kepercayaan dengan orang-orang yang mereka kira adalah orang sungguhan, tetapi sebenarnya adalah profil fiktif. Setiap peserta mengisi profil dan menerima salinan profil dari "kelompok" mereka.

ADVERTISEMENT

Beberapa profil palsu menggambarkan orang-orang yang tumbuh dengan kemampuan ekonomi yang lebih rendah, seperti bersekolah di sekolah negeri atau bekerja paruh waktu. Profil lainnya menggambarkan latar belakang yang lebih mewah, seperti bersekolah di sekolah swasta atau berlibur di Eropa.

Dalam permainan tersebut, para peserta (dikenal sebagai "trusters") memulai dengan 10 tiket undian untuk mendapatkan dua kartu hadiah senilai USD 100. Mereka memiliki pilihan untuk mentransfer sejumlah tiket undian ini ke salah satu pemain fiktif dalam kelompok mereka (yang dikenal sebagai "wali amanat").

Pemberi amanat diberitahu jika tiket apapun yang ditransfer ke wali amanat akan digandakan tiga kali lipat, dan wali amanat dapat memutuskan untuk mengembalikan sejumlah tiket tersebut kepada pemberi amanat.

Penelitian ini melihat kepercayaan sebagai perilaku. Berapa banyak tiket undian yang ditransfer peserta ke pemain lain menunjukkan seberapa besar mereka mempercayai pemain tersebut secara perilaku.

Penelitian ini juga melihat kepercayaan sebagai harapan, percaya jika pemain lain akan dapat dipercaya. Peserta ditanya "Jika Anda memberikan semua 10 tiket kepada orang ini, mereka akan memiliki 30. Menurut Anda, berapa banyak yang akan mereka kembalikan?"

Dalam percobaan serupa, peneliti menyesuaikan profil palsu untuk menunjukkan status sosial ekonomi wali amanat saat ini dan meminta peserta untuk menilai moralitas pemain lain.

Hasil Studi

Hasilnya, orang cenderung lebih memercayai individu dari latar belakang berpenghasilan rendah, baik dulu maupun sekarang. Namun, para subjek studi lebih percaya jika seorang pemain lebih dapat dipercaya ketika mereka tumbuh di rumah tangga berpenghasilan rendah.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa orang-orang menarik garis yang jelas antara masa kecil seseorang dan situasi mereka saat ini," kata Laurin.

"Mereka umumnya melihat orang-orang yang tumbuh di rumah kelas bawah lebih bermoral dan dapat dipercaya," ungkapnya.

Saatnya Menutupi Kekayaan?

Laurin mengatakan jika studi ini dapat mendorong orang-orang untuk lebih strategis dalam menampilkan diri mereka.

"Jika Anda selalu kaya, misalnya, Anda mungkin ingin mengecilkan sejarah itu dan fokus pada saat ini. Sedangkan, jika Anda selalu berjuang secara finansial, memperjelas bahwa Anda tumbuh dengan akar yang sederhana mungkin lebih menguntungkan Anda," katanya.

Bukan Ciri-ciri Sebenarnya

Laurin menggarisbawahi, meskipun penelitian menunjukkan preferensi untuk mempercayai mereka yang berasal dari latar belakang berpenghasilan rendah, penelitian itu tidak menanyakan apakah orang-orang itu sebenarnya lebih dapat dipercaya.

"Kami tidak meneliti apakah masa kecil atau latar belakang kelas sosial seseorang benar-benar memengaruhi perilaku mereka," katanya.

"Itu pertanyaan untuk penelitian selanjutnya, terutama untuk memahami kapan kepercayaan salah tempat atau kapan orang kehilangan kesempatan untuk memercayai orang lain secara adil," pungkasnya.




(nir/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads