Studi menemukan laki-laki cenderung enggan memilih pekerjaan yang dianggap lebih feminin atau khas untuk perempuan kendati gaji dan prospek kerjanya cerah. Pekerjaan itu, termasuk bidang keperawatan, pendidikan, hingga caregiving (pendampingan atau pengasuhan).
Temuan ini diperoleh peneliti Eileen Y Suh dan rekan-rekan berdasarkan analisis pada data dari Swedia dan AS pada 2020-2023. Temuan ini dikuatkan berbagai hasil penelitian lain terhadap siswa SMA dalam memilih jurusan kuliah, orang dewasa pengangguran yang mencari pekerjaan, dan profesional yang mempertimbangkan ganti bidang karier.
Mereka mendapati, keengganan laki-laki didorong oleh kepekaan mereka terhadap status pekerjaan berbasis gender. Keengganan ini juga didorong kekhawatiran soal pandangan orang lain jika mereka mengambil pekerjaan yang dianggap feminin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, mayoritas minat perempuan pada pekerjaan tertentu tidak dipengaruhi anggapan bahwa pekerjaan tersebut feminin atau maskulin.
Bisa Muncul Masalah Ekonomi
Peneliti mengatakan, temuan ini mengindikasikan ada masalah yang bisa muncul. Sebab, sejumlah pekerjaan yang dianggap feminin sedang berkembang, sedangkan beberapa pekerjaan yang dianggap maskulin sedang berkembang.
Dalam jurnal INFORMS Organizational Science, peneliti mencontohkan, pekerjaan yang paling cepat berkembang saat ini adalah di bidang kesehatan, pendidikan, dan sektor lainnya yang secara historis banyak dikerjakan perempuan. Sementara pekerjaan yang banyak dipilih laki-laki seperti operator mesin dan juru mudi lokomotif sedang menurun.
Peneliti mengatakan, kondisi ini tidak sekadar akan berpengaruh pada laki-laki saja, tetapi industri utama dan stabilitas ekonomi. Sebab, industri yang tengah berkembang dan butuh banyak tenaga kerja tidak diisi oleh pelamar laki-laki.
Salah satu penulis studi dari Boston University, Evan Apfelbaum, mengatakan penting untuk mengatasi hambatan psikologis ini. Dengan begitu, tenaga kerja, baik laki-laki maupun perempuan, bisa memperkuat industri penting.
"Ini bukan hanya soal pilihan karier laki-laki, ini soal keberlanjutan tenaga kerja," ucapnya, dikutip dari laman INFORMS, Minggu (25/5/2025).
Solusi untuk Pemerintah
Mengantisipasi masalah ini, peneliti mengusulkan agar pengusaha industri dan pembuat kebijakan menonjolkan penghargaan dan sikap hormat pada pekerjaan bidang keperawatan, pendidikan, pengasuhan dan pendampingan. Berikan juga contoh laki-laki yang sukses berkarier di bidang ini untuk menormalisasi keterlibatan laki-laki di sana.
Lebih lanjut, pengusaha industri dan pembuat kebijakan perlu membuat upaya marketing dan rekrutmen yang bisa mengurangi pengkotak-kotakan pekerjaan 'buat perempuan' dan 'buat laki-laki'.
Peneliti mendapati, bentuk intervensi psikologi di atas soal 'pekerjaan perempuan' lebih efektif daripada menaikkan gaji mereka 20 persen agar mau kerja di bidang seperti keperawatan.
"Seiring dengan pergeseran pasar tenaga kerja, masyarakat tidak dapat membiarkan saja separuh populasi mengabaikan karier yang sedang berkembang pesat dan bergaji tinggi," kata peneliti utama Eileen Suh dari Sekolah Manajemen Kellogg, Northwestern University.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa hambatan utama (untuk melamar ke 'pekerjaan feminin') bukan hanya soal uang (gaji yang dianggap akan lebih rendah), tetapi kekhawatiran laki-laki tentang bagaimana mereka akan dipersepsikan," pungkasnya.
(twu/faz)











































