Beras 'Daging Sapi' Berhasil Dikembangkan Ilmuwan Korsel, Apa Keunggulannya?

ADVERTISEMENT

Beras 'Daging Sapi' Berhasil Dikembangkan Ilmuwan Korsel, Apa Keunggulannya?

Fahri Zulfikar - detikEdu
Kamis, 17 Apr 2025 09:00 WIB
A researcher holds a bowl of hybrid beef rice, elaborated using cow muscle and fatΒ stem cells, at the laboratory of Yonsei University in Seoul, South Korea, March 8, 2024. REUTERS/Kim Soo-hyeon
Foto: REUTERS/Soo-hyeon Kim/Beras Daging Sapi Hasil Inovasi Ilmuwan Korsel
Jakarta -

Tim ilmuwan di Korea Selatan (Korsel) berhasil mengembangkan inovasi beras dengan protein hewani. Mereka menyebutnya dengan beras 'daging sapi'. Apa bedanya dengan beras biasa?

Dunia pangan terus berinovasi untuk menemukan sumber protein yang lebih ramah lingkungan. Sebab, industri daging dan pengolahannya semakin meninggalkan banyak jejak karbon dan tidak ramah lingkungan.

Melalui penelitian yang dilaporkan pada 2024, ilmuwan Korsel akhirnya memilih beras untuk inovasi mendapatkan protein hewan dengan cara baru. Alasannya karena biji-bijian tersebut telah menjadi sumber protein utama bagi masyarakat di Asia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana Beras 'Daging Sapi' Dibuat?

Nyatanya, meski bernama daging sapi, proses pembuat beras ini tidak melewati penyembelihan hewan. Ilmuwan melakukannya dengan menyuntikkan sel daging sapi ke dalam butiran beras.

"Dengan menggunakan daging hasil budidaya, kita bisa memperoleh protein hewani tanpa harus menyembelih hewan ternak," kata profesor Hong Jin-kee, ketua tim peneliti yang berasal dari Universitas Yonsei di Seoul, dilansir phys.org, Selasa (15/4/2025).

ADVERTISEMENT

Menurut Hong, proses pembuatannya saat ini cukup memakan waktu. Pertama, sebutir beras biasa dilapisi dengan gelatin ikan untuk membantu daya rekatnya, kemudian disuntik satu per satu dengan sel daging sapi sebelum dikultur dalam cawan petri hingga 11 hari.

"Beras memiliki struktur yang sedikit berpori dan setelah sel daging sapi disuntikkan ke dalam beras, butiran tersebut menawarkan struktur ideal bagi sel untuk tumbuh secara seragam dari dalam ke luar," terangnya.

Hasil beras yang disuntikkan sel daging sapi, tampak berwarna merah muda. Beras ini juga mengeluarkan aroma mentega yang samar, hasil dari isian daging sapi dan kultur sel lemak.

Hong dan peneliti percaya, inovasi mereka dapat menjadi cara yang ramah lingkungan dan etis bagi manusia untuk mendapatkan protein.

Apa Keunggulan Beras 'Daging Sapi'?

Beras 'daging sapi' ini mengandung protein delapan persen lebih banyak dan tujuh persen lebih banyak lemak dibandingkan nasi biasa.

Hong dan timnya masih berupaya untuk meningkatkan skala prosesnya. Di sisi lain, ia berharap ciptaannya disetujui sebagai makanan bantuan untuk situasi darurat di dua negara Afrika.

"Bagi mereka yang dibatasi, hanya makan satu kali sehari, sedikit peningkatan (kandungan protein), meski hanya beberapa persen, menjadi sangat penting," ujar Hong, yang memiliki latar belakang ilmu organoid dan biomedis.

Selain kandungan protein, Hong dan timnya, mengatakan bahwa metode padi hibrida mereka secara signifikan mengurangi jejak karbon protein dengan menghilangkan kebutuhan untuk beternak dan beternak hewan.

"Untuk setiap 100 gram (3,5 ons) protein yang diproduksi, ia memperkirakan akan melepaskan 6,27 kilogram (13,8 pon) karbon dioksida-delapan kali lebih sedikit dibandingkan produksi daging sapi tradisional," kata mereka.

Hong yakin bahwa bioteknologi dapat mengubah cara manusia mengonsumsi makanan menjadi lebih baik.

"Dunia berada di titik puncak era di mana lebih banyak informasi biologis tersedia dan kita perlu mengontrol makanan kita dengan cermat," ungkapnya.

"Ini berarti, dapur yang dilengkapi AI di masa depan dapat menilai kesehatan seseorang melalui analisis darah, kemudian menginstruksikan robot untuk menyiapkan sarapan yang paling sesuai," imbuhnya.

Tantangan ke Depan

Meski begitu, dalam dunia ilmuwan, daging hasil budidaya bukan hal baru. Hal ini telah dicanangkan sebagai solusi iklim dunia.

"Daging hasil budidaya telah lama dihadirkan sebagai solusi iklim dibandingkan dengan peternakan tradisional," ucap Neil Stephens, dosen teknologi dan masyarakat di Universitas Birmingham.

Namun sektor ini, katanya, menghadapi tantangan seperti perlunya diproduksi dalam skala besar dan murah, dengan kebutuhan energi yang rendah. Di sisi lain, harus dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan.

Ia mengakui bahwa beras 'daging' mungkin memiliki keunggulan dibandingkan beberapa produk daging budidaya lainnya. Hal ini karena itu merupakan produk hibrida yang mencampur sel hewan dengan bahan tanaman, sehingga lebih murah dan hemat energi.

"Meskipun demikian, mereka masih perlu membuktikan kredibilitas lingkungannya dalam skala besar dan meyakinkan orang untuk memakannya. Keduanya mungkin merupakan sebuah tantangan," tutur Stephens.




(faz/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads