Menjadi perang paling berdarah di sejarah Amerika Serikat (AS), Perang Saudara juga menjadi peristiwa paling berpengaruh dalam hal pengobatan. Terutama pengobatan di medan perang.
Para dokter bedah Perang Saudara diminta untuk belajar dengan cepat dan mengambil solusi terkini. Bila tidak, pasien tak bisa terselamatkan nyawanya.
Berbagai tindakan medis di Perang Saudara bahkan menjadi inovasi yang cara kerjanya terus dikembangkan dan digunakan hingga masa kini. Berikut 5 diantaranya dikutip dari Mental Floss.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
5 Inovasi Medis yang Ditemukan di Perang Saudara
1. Teknik Amputasi
Jumlah korban luka selama Perang Saudara sangatlah tinggi. Akibatnya dokter bedah tidak lagi menggunakan teknik lama untuk membersihkan luka.
Alih-alih dirawat dengan hati-hati, dokter menemukan cara terbaik untuk mencegah infeksi menyebar adalah dengan mengamputasi bagian tubuh. Ya, dokter memutuskan untuk memotong bagian tubuh yang terluka dengan cepat.
Salah satu sosok yang selamat karena teknik ini adalah komandan Korps Angkatan Darat ke-3 AS, Daniel E Sickles. Kaki kanannya diamputasi oleh gergaji karena hancur oleh peluru konfederasi pada 1863.
Dengan tindakan satu jam, kaki itu diamputasi tepat di atas lutut. Prosedur itu kemudian dipublikasikan di pers militer.
Teknik ini kemudian menyelamatkan lebih banyak nyawa daripada prosedur medis masa perang lainnya. Dokter bedah medan perang akhirnya hanya butuh waktu tidak lebih dari enam menit untuk menyelamatkan nyawa.
Dokter Bedah Union disebut menjadi ahli amputasi paling terampil dalam sejarah. Bahkan dalam kondisi yang menyedihkan, mereka berhasil meningkatkan harapan hidup hingga 75% bagi warga sipil yang mengalami cedera serupa pada saat itu.
2. Inhaler Anestesi
Pada 1863, dokter bedah Stonewall Jackson merekomendasikan agar lengan kirinya diamputasi karena rusak parah akibat tembakan. Ia kemudian dibius dengan kain berbalut kloroform yang diletakkan di hidungnya.
Teknik anestesi ini berjalan dengan cepat tetapi disebut membuang-buang cairan saat menguap. Padahal mendapatkan bahan anestesi pada saat itu sangatlah sulit.
Dr Julian John Chisolm akhirnya memecahkan dilema tersebut. Ia menciptakan inhaler berukuran 2,5 inci. Kloroform (bahan anestesi) diteteskan melalui lingkaran berlubang di samping ke spons bagian dalam.
Saat pasien menghirupnya, uap kloroform akan bercampur dengan udara. Metode baru ini hanya membutuhkan seperdelapan ons kloroform dibandingkan dengan dosis lama. Yang menyebabkan mereka bisa menyelamatkan banyak pasien.
3. Menutup Luka Dada
Pada awal perang, Benjamin Howard seorang asisten dokter bedah muda dipindahtugaskan ke pinggir lapangan. Ia mendapat tugas untuk pekerjaan medis kasar seperti mengganti perban, menjahit luka, hingga mengambil makanan untuk para dokter.
Namun, sebuah masalah timbul. Di mana mereka harus merawat pasukan yang memiliki luka di dada. Dokter lain berpikir tidak ada gunanya melakukan hal itu, tapi Howard berbeda.
Dokter muda itu menemukan bahwa jika ia menutup luka dengan jahitan logam diikuti dengan lapisan perban kain. Lalu ditambah dengan beberapa tetes koloidan, ia dapat menciptakan segel kedap udara.
Usaha itu berhasil, angka penyintas meningkat empat kali lipat. Hingga inovasi Howard menjadi teknik pengobatan standar.
4. Operasi Plastik
Prajurit berusia 20 tahun, Carleton Burgan berada kondisi buruk usai selamat dari penyakit pneumonia. Pil merkuri yang diminumnya sebagai pengobatan menyebabkan gangren (jaringan tubuh mati) yang menyebar dengan cepat.
Ia bersedia mencoba apa saja untuk memperbaiki wajahnya. Hingga salah satu teknik operasi dilakukan seorang ahli bedah dari City Hospital di New York.
Ahli bedah itu bernama Gurdon Buck yang kini menyandang status bapak bedah plastik modern. Selama perang, ia bersama rekannya menyelesaikan 32 operasi plastik revolusioner pada tentara yang cacat.
Buck adalah orang pertama yang memotret kemajuan dan bidang ini. Ia juga memelopori penggunaan jahitan kecil untuk meminimalkan jaringan perut.
5. Sistem Ambulans Langsung ke UGD
Pada 21 Juli 1861 Pertempuran Bull Run Pertama terjadi. Pertempuran itu menyebabkan 1.011 tentara Union terluka dan diharuskan mundur ke Washington DC.
Keadaan saat itu kacau, bahkan pengemudi sipil disebut memiliki karakter paling buruk. Hingga akhirnya sebuah sistem baru dibuat direktur medis Angkatan Darat Potomac, Jonathan Letterman.
Letterman memungkinkan mobil ambulans bisa mengantar pasien hingga ke Unit Gawat Darurat (UGD). Seperti sistem yang kita kenali saat ini.
Saat 17 September 1862, Pertempuran Antietam terjadi. Sebanyak 2.108 tentara tewas dan hampir 10 ribu orang terluka.
Letterman mengambil tindakan untuk mendirikan karavan yang terdiri dari 50 ambulan. Masing-masing diisi seorang pengemudi dan dua pembawa tandu untuk mengantar korban ke rumah sakit terdekat.
Ia juga menyewa gerbong pribadi untuk membawa pasokan medis guna menghindari kerusakan di jalur kereta api. Terakhir, Letterman juga memperkenalkan suspensi pegas di ambulans dan menambahkan kotak kunci di bawah kursi pemudi.
Kotak ini bertujuan agar tentara lawan tidak bisa mencuri makanan, sebagai tempat tidur, dan tempat menaruh morfin yang disediakan untuk korban luka.
(det/nwk)