Musim kemarau 2025 di Indonesia telah dimulai sejak bulan ini. Namun, musim kemarau dimulai secara bertahap di berbagai wilayah.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kemarau tahun ini lebih singkat daripada biasanya di sebagian besar wilayah. Walau begitu, risiko kekeringan dan karhutla tetap mengintai.
Prediksi Musim Kemarau di Indonesia
BMKG memprediksi puncak kemarau terjadi pada Juni-Agustus 2025. Sementara, wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur; Kalimantan; Sulawesi; Bali; Nusa Tenggara; dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut BMKG dalam unggahannya di Instagram dikutip Senin (14/4/2025), El Nino/Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) sekarang ini dalam fase netral. Artinya, tidak ada gangguan besar dari Samudra Pasifik ataupun Samudra Hindia.
Kemudian, suhu permukaan laut di wilayah Indonesia lebih hangat dari normalnya, sehingga memiliki potensi pengaruh terhadap cuaca lokal sampai September.
Sifat Musim Kemarau 2025
Sekitar 60% wilayah di Indonesia diprediksi mengalami musim kemarau bersifat normal. Sedangkan 26% wilayah akan mengalami kemarau lebih basah dan 14% lainnya lebih kering dari biasanya.
"Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26% wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan," jelas Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dikutip dari keterangan resmi dalam laman BMKG.
Rekomendasi Siap Siaga Kemarau
BMKG merekomendasikan beberapa hal terkait musim kemarau, yakni:
1. Sektor Kebencanaan
Untuk sektor kebencanaan, BMKG menilai kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan hal yang sangat krusial, khususnya di wilayah yang diperkirakan mengalami musim kemarau dengan sifat normal hingga lebih kering dari biasanya.
Pada periode sekarang ini ketika masih ada hujan, perlu peningkatan upaya pembasahan lahan-lahan gambut guna menaikkan tinggi muka air dan mengisi embung-embung penampungan air di area yang rawan kebakaran.
2. Sektor Lingkungan dan Kesehatan
BMKG mewanti-wanti pentingnya kewaspadaan soal potensi penurunan kualitas udara di daerah perkotaan dan rawan karhutla, juga dampak suhu panas serta kelembapan tinggi yang bisa mengganggu kenyamanan serta kesehatan.
3. Sektor Energi dan Sumber Daya Air
Dwikorita mengingatkan untuk sektor energi dan sumber daya air, masyarakat diimbau mengelola pasokan air secara bijak dan efisien untuk menjamin keberlanjutan operasional pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sistem irigasi, serta memenuhi kebutuhan air baku selama musim kemarau.
(nah/nwy)