Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) khawatir akan potensi badai siklon tropis di Indonesia semakin sering terjadi. Padahal secara teori, badai ini seharusnya tak mendekati wilayah Indonesia. Apa penyebab anomali ini?
DalamWebinar Refleksi BanjirJABODETABEK: Strategi Tata Ruang dan Mitigasi Cuaca Ekstrem yang disiarkan viaYoutube InfoBMKG pada Senin (24/3/2025),Dwikorita Karnawati selaku Kepala BMKG menjelaskan jika badai siklon tropis ini merupakan dampak lanjutan dari kenaikan gas rumah kaca. Kenaikan gas rumah kaca ininantinya berdampak pada kenaikan suhu muka air laut dan memicu terjadinya sirkulasi siklonik.
"Sirkulasi siklonik yang semakin sering dan intensitasnya semakin menguat akhirnya berkembang menjadi bibit siklon dan akhirnya berkembang menjadi badai tropis atau siklon tropis," papar Dwikorita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badai Siklon Secara Teori Tidak Bisa Terjadi Indonesia
Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan jika secara teori meteorologi, badai siklon tidak akan terjadi di Indonesia. Hal ini lantaran badai tidak bisa menembus wilayah di antara 10 derajat lintang utara dan selatan, yakni wilayah Indonesia.
"Karena di situ rotasi bumi paling tinggi, diameter Bumi di ekuator di khatulistiwa paling panjang sehingga rotasi Bumi paling cepat. Cepatnya rotasi Bumi ini meningkatkan gayacoriolis yang menghalau badai tropis," jelasnya.
Kendati demikian, teori ini terpatahkan pada 2021. Saat itu, badai tropis di dalam Indonesia tumbuh dan dikenal dengan nama Badai Seroja. Badai di Nusa Tenggara Timur itu menewaskan 182 orang, 47 orang hilang, 184 cedera, 84.876 orang dievakuasi. dan 46.000 rumah rusak.
Berkaca pada kejadian tersebut, BMKG mengkhawatirkan jika badai siklon tropis akan lebih sering terjadi.
"Ini suatu anomali dari ilmu meteorologi dan itu sudah terjadi dan dikhawatirkan akan lebih sering terjadi apabila kita tidak mampu mengendalikan laju kenaikan suhu baik suhu udara permukaan dan suhu muka air laut," tegas Dwikorita.
(nir/pal)