Ratusan orang tewas dalam upaya mendaki Gunung Everest, di perbatasan antara Nepal dan Tibet di Asia Selatan. Namun, mayat mereka tidak pernah dibawa turun ke dataran rendah. Apa alasannya?
Smithsonian Magazine mencatat jumlah korban tewas di puncak Gunung Everest terus meningkat. Adapun tahun 2023 menandai salah satu tahun paling mematikan yang pernah tercatat. Selama musim pendakian musim semi tahun 2024, sembilan orang hilang atau meninggal.
Namun, tahun demi tahun, para pendaki terus mencoba peruntungan mereka dalam mencapai puncak gunung tertinggi di Bumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak penjelajahan Everest dimulai pada awal abad ke-20, popularitas Gunung Everest semakin meningkat. Seiring popularitas itu pula, jumlah korban tewas terus meningkat. Saat ini, sekitar 200 mayat masih membeku di puncak gunung itu.
Ternyata, mayat di Gunung Everest itu tidak dibawa turun ke dataran rendah. Pendaki menjelaskan jika seorang anggota tim pendaki meninggal, sudah menjadi hal yang biasa untuk meninggalkan mayat tersebut.
"Apa yang dilakukan sebagian besar tim untuk menghormati pendaki itu, mereka akan menyingkirkan mayatnya dari pandangan," kata pelatih pendaki gunung Alan Arnette, yang mencapai puncak Everest pada tahun 2011.
Diketahui, tubuh yang membeku sangatlah berat dan sulit dipindahkan. Di dataran tinggi, kemampuan pendaki untuk mengangkat beban menjadi terbatas. Jadi, banyak tubuh yang tidak bisa dipindahkan.
Mengapa Everest Dikenal dengan Gunung yang Mematikan?
Gunung Everest memiliki lingkungan yang keras yang penuh dengan bahaya. Pendaki dapat terkubur oleh longsoran salju atau jatuh ke dalam celah yang mematikan. Mereka juga dapat menderita radang dingin, penyakit ketinggian, dan kelelahan yang parah.
Sebagian besar kematian di Gunung Everest terjadi pada ketinggian di atas 26.000 kaki, di area yang dikenal sebagai "zona kematian". Di sini, oksigen sangatlah langka.
Ketika dihadapkan dengan konsentrasi oksigen yang sangat rendah, sel-sel dalam tubuh mulai mati. Otak dan paru-paru pendaki tidak bisa mendapatkan cukup oksigen untuk berfungsi dengan baik, dan keterampilan mereka menjadi terganggu.
Sekarang, semakin banyak orang yang mencoba mendaki Everest, dan pemerintah Nepal mengeluarkan rekor tertinggi 478 izin pendakian pada tahun 2024. Kemacetan di gunung telah menyebabkan kemacetan berbahaya yang memaksa orang menghabiskan lebih banyak waktu di "zona kematian."
Selain itu, perubahan iklim telah menciptakan kondisi yang lebih berbahaya dengan menyebabkan mundurnya gletser, memperparah longsoran batu di lereng yang terbuka, dan membuat cuaca lebih tidak dapat diprediksi.
Mayat Digunakan Sebagai Penanda
Banyak mayat yang terlihat oleh pendaki Gunung Everest telah menerima julukan selama bertahun-tahun, seperti "Orang Jerman", "Pria yang Memberi Salam", "Mayat yang Terjatuh di Es", dan "Putri Tidur".
Namun, mungkin yang paling terkenal adalah mayat "Green Boots", yang meninggal pada tahun 1996 dan diyakini sebagai Tsewang Paljor, seorang pendaki ulung dari India. Selama ekspedisinya, badai salju yang dahsyat melanda, dan Green Boots terpisah dari kelompoknya. Ia meninggal di dekat sebuah gua yang harus dilewati semua pendaki saat mereka mendaki.
Untuk waktu yang lama, orang-orang menggunakan Green Boots sebagai penanda titik jalan yang mengerikan untuk mengukur seberapa dekat mereka dengan puncak. Namun pada tahun 2014, sebuah ekspedisi Tiongkok memindahkan mayatnya ke lokasi yang kurang menonjol.
Pada tahun 2006, pendaki asal Inggris David Sharp bergabung dengan Green Boots. Ia berhenti di gua yang sekarang terkenal itu untuk beristirahat. Tubuhnya akhirnya membeku di tempat, membuatnya tidak dapat bergerak tetapi masih hidup.
Lebih dari 40 pendaki melewatinya saat ia duduk membeku sampai mati. Nasibnya mungkin tidak diperhatikan karena orang-orang yang lewat mengira Sharp adalah Green Boots yang sudah mati.
Beberapa pendaki meminta agar jika mereka meninggal selama pendakian, jenazah mereka ditinggalkan di gunung. Pendaki Australia Jason Kennison, misalnya, telah menyatakan secara tertulis bahwa itu adalah keinginannya sebelum ia meninggal di dekat puncak pada tahun 2023.
(nir/nwy)