Tunas kelapa adalah lambang resmi Pramuka Indonesia. Penciptanya adalah Sunardjo Atmodipuro, seorang Andalan Nasional dan Pembina Pramuka sekaligus PNS di Kementerian Pertanian.
Penetapan tunas kelapa sebagai lambang gerakan Pramuka tertulis dalam Surat Keputusan Kwartir Nasional Nomor 06/KN/72 Tahun 1972. Tunas kelapa sendiri memiliki arti simbolik yang penting.
Arti Lambang Tunas Kelapa Pramuka
Mengutip SK yang sama, berikut sederet arti kiasan tunas kelapa yang jadi lambang Pramuka Indonesia:
1. Buah Kelapa yang Tumbuh
Buah kelapa yang tumbuh disebut cikal dalam bahasa Jawa. Istilah 'cikal' bakal diartikan sebagai pendiri, nenek moyang atau orang yang menurunkan generasi baru berkualitas. Seperti buah kelapa, anggota Pramuka diharapkan bisa berguna di keluarganya dan masyarakat.
2. Buah Kelapa Bertahan Lama
Buah Kelapa dapat bertahan dalam kondisi apa pun. Lambang ini menggambarkan setiap Pramuka sehat rohaniah dan jasmaniahnya, kuat dan ulet, serta bertekad besar dalam menghadapi berbagai tantangan hidup dan ujian dan saat mengabdi kepada tanah air dan bangsa Indonesia.
3. Kelapa Tumbuh di Mana Saja
Kelapa bisa tumbuh di mana saja membuktikan besarnya daya upayanya dalam menyesuaikan dirinya dengan keadaan sekeliling. Dengan artian, setiap Pramuka dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat di mana ia berada dan dalam kondisi bagaimana pun.
4. Pohon Kelapa Tumbuh Menjulang
Pohon kelapa tumbuh menjulang lurus ke atas sehingga termasuk salah satu yang tertinggi. Lambang ini menggambarkan setiap Pramuka memiliki cita-cita tinggi yang mulia, tetap tegak, dan tak mudah tergoyahkan.
5. Akar Kelapa Tumbuh Kuat
Akar kelapa kuat dan erat di dalam tanah. Hal ini melambangkan tekad dan keyakinan setiap Pramuka berlandaskan pada dasar yang baik, benar, kokoh dan nyata. Tekad dan keyakinan ini dipegang kuat dalam diri guna menggapai cita-cita.
6. Pohon Kelapa Serbaguna
Kelapa atau nyiur termasuk pohon yang serbaguna dari akar hingga ujungnya. Dengan artian, setiap Pramuka adalah manusia berguna dan bertekad membaktikan diri pada kepentingan tanah air, bangsa, serta Negara Kesatuan Republik Indonesia dan umat manusia.
Sejarah Gerakan Pramuka Indonesia
Mengutip situs Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, gerakan Pramuka di Tanah Air dimulai sejak zaman Hindia-Belanda. Pada 1912, sekelompok pandu di Batavia, memulai latihan yang kemudian menjadi cabang dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).
Selang dua tahun, cabang tersebut berdiri sendiri dan dinamakan Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda. Sayangnya, mayoritas anggota NIPV adalah keturunan Belanda.
Pada 1916, akhirnya berdiri organisasi kepanduan yang seluruh anggotanya asal bumiputera. Organisasi yang dinamakan Javaansche Padvinders Organisatie itu dibentuk oleh Mangkunegara VII, pemimpin Keraton Solo kala itu.
Setelahnya, muncul organisasi kepanduan berbasis agama, kesukuan, dan lainnya. Antara lain Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan), Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu, Kepanduan Bangsa Indonesia, Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie, Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu Kesultanan, El-Hilaal, Pandu Ansor, Al Wathoni, Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia, dan Kepanduan Masehi Indonesia.
Kepanduan selama masa Hindia-Belanda berkembang cukup baik hingga menarik perhatian Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell. Baden-Powell bersama dan anak-anaknya pun sampai datang ke Batavia, Semarang, dan Surabaya pada awal Desember 1934 untuk menemui organisasi kepanduan di sana.
Para pandu selama masa Hindia-Belanda juga pernah mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia. Pada 1933 di Hungaria, hanya sedikit delegasi yang bisa menyaksikan kegiatan akbar itu. Pada 1937 di Belanda, kontingen Hindia-Belanda yang terdiri dari pandu-pandu keturunan Belanda dan bumiputera akhirnya bisa mengikuti Jambore Sedunia itu.
Selama masa itu, kegiatan perkemahan dan jamboree kepanduan juga diadakan di sejumlah tempat. Di antaranya All Indonesian Jamboree atau Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem yang berlangsung di Yogyakarta pada 19-23 Juli 1941.
Pada 27-29 Desember 1945, Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia dilaksanakan di Surakarta dan memutuskan Pandu Rakyat Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia.
Namun saat Belanda kembali melakukan agresi militer pada 1948, Pandu Rakyat dilarang berdiri di daerah-daerah yang sudah dikuasai mereka. Hal ini memicu berdirinya organisasi kepanduan lain, di antaranya Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Selama perkembangannya, kepanduan Indonesia sempat terpecah menjadi 100 organisasi yang dinaungi Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo). Sayang, jumlah organisasinya tak sebanding dengan nominal anggotanya. Di samping itu, sebagian golongan masih ada yang merasa lebih tinggi dari lainnya sehingga membuat Perkindo melemah.
Melihat itu, Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang kala itu merupakan Pandu Agung menggagas peleburan organisasi kepanduan menjadi satu. Presiden Soekarno pertama kali mengumumkannya pada kunjungan ke Perkemahan Besar Persatuan Kepanduan Putri Indonesia di Desa Semanggi, Ciputat, Tangerang, pada awal Oktober 1959. Dikumpulkan juga para pemimpin kepanduan di seluruh Indonesia.
Seluruh organisasi kepanduan yang ada pun dilebur menjadi satu dengan nama Pramuka. Presiden Soekarno menunjuk Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prijono, Azis Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono sebagai jajaran pengurusnya. Serta serangkaian acara dilaksanakan.
Pada 9 Maret 1961 diresmikan nama Pramuka sekaligus ditetapkan menjadi Hari Tunas Gerakan Pramuka. Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka diterbitkan pada 20 Mei 1961 dan dikenal sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja.
Pada 20 Juli 1961, para wakil organisasi kepanduan Indonesia menyatakan peleburan diri ke dalam Gerakan di Istana Olahraga Senayan Pramuka, sehingga disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.
Pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka diperkenalkan secara resmi kepada masyarakat luas dalam upacara di halaman Istana Negara yang ditandai dengan penyerahan Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang menjadi Ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Panji itu kemudian diteruskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada barisan defile yang terdiri dari para Pramuka di Jakarta, lalu dibawa berkeliling kota. Tanggal 14 Agustus inilah yang kini dikenal sebagai Hari Pramuka dan diperingati setiap tahunnya.
Simak Video "Video: Warung Rames-an dengan Opsi 100 Menu di Dalam Apartemen Green Pramuka"
(azn/row)