Awal tahun, dunia dikejutkan dengan peristiwa gempa bumi yang menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Gempa dahsyat dengan kekuatan M 7,2 ini terjadi di perbatasan Nepal hingga China pada Selasa (7/1/2025) lalu.
Mengutip Antara, gempa ini mengguncang kota Xigaze di Daerah Otonomi Xizang (nama lokal untuk Tibet) pada pukul 9.05 pagi waktu setempat. Diketahui gempa berada di kedalaman 10 kilometer.
Menurut kabar terbaru, bencana alam ini menelan 126 korban jiwa dan lebih dari ribuan rumah rusak. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia ikut angkat bicara terkait bencana ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui postingan Instagram resminya, BMKG menyatakan gempa Tibet termonitor dengan sangat baik pada jaringan seismik digital. Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG Dr Daryono SSi MSi menyatakan masyarakat Indonesia tak perlu khawatir.
Karena hasil analisis dari BMKG menegaskan gempa tersebut tidak menimbulkan dampak di wilayah Indonesia. Sehingga ia mengimbau masyarakat agar tetap tenang.
"Hasil analisis dari BMKG, gempa tersebut tidak menimbulkan dampak di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, kepada masyarakat di wilayah Indonesia diimbau agar tetap tenang," ujar Daryono dikutip dari postingan Instagram BMKG, Jumat (10/1/2025).
Jenis Gempa Kerak Dangkal
BMKG menilai, gempa di perbatasan Nepal dan China ini dipicu aktivitas sesar aktif dengan mekanisme pergerakan turun (normal fault). Intensitas guncangan yang dirasakan mencapai IX MMI atau kerusakan pada bangunan yang kuat dan rumah tampak agak berpindah dari pondamennya.
Pusat gempa terletak pada koordinat 28,56 LU (lintang utara) dan 87,47 BT (bujur timur) tepatnya di wilayah darat. Tepatnya di 157 km Barat Daya Shigatse China, 263 km Timur Laut Kathmandu Nepal dengan kedalaman hiposenter 25 km.
Karena dipicu sesar aktif dengan mekanisme normal fault, gempa ini tergolong dalam jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake). Pemicu utamanya karena zona rekahan (rifting zone) selama tabrakan benua di selatan Tibet.
Kabar Terbaru Gempa Tibet
Melansir BBC kini ada 14 ribu tim penyelamat yang terus mencari korban usai Gempa Tibet. Wakil Perdana Menteri, Zhang Guoqing juga telah sampai ke tempat kejadian untuk mengawasi operasi penyelamatan.
Tak mudah, penyelamatan ini terhambat oleh suhu musim dingin yang turun hingga -16 derajat celcius pada malam hari. Selain itu, informasi dari tempat kejadian juga dinilai minim.
Karena akses internet di Tibet dikontrol ketat oleh pemerintah China sehingga media sulit bepergian ke sana tanpa izin pemerintah. Meski begitu, Presiden Xi Jinping telah menyerukan upaya maksimal untuk meminimalisir korban jiwa dan merelokasi penduduk yang terkena dampak.
Berdasarkan surat kabar milik pemerintah China, People's Daily sudah ada lebih dari 30 ribu warga direkolakasi di wilayah tersebut. Karena terjadi 40 gempa susulan dalam beberapa jam pertama setelah gempa.
Gempa pada awal 2025 ini mengingatkan masyarakat pada gempa dahsyat 10 tahun silam atau 2015. Kala itu gempa berkekuatan 7,8 skala Richter melanda dekat Kathmandu, ibu kota Nepal.
Bencana alam itu menewaskan hampir 9 ribu orang dan 20 ribu orang luka-luka.
(det/nwy)