Ilmuwan Ungkap Misteri Di Balik Letusan Gunung Api Raksasa 200 Tahun Lalu

ADVERTISEMENT

Ilmuwan Ungkap Misteri Di Balik Letusan Gunung Api Raksasa 200 Tahun Lalu

Devita Savitri - detikEdu
Rabu, 08 Jan 2025 18:30 WIB
Ilmuwan ungkap misteri dibalik letusan gunung api 200 tahun lalu. Ini faktanya.
Ilmuwan ungkap misteri dibalik letusan gunung api 200 tahun lalu. Ini faktanya. Foto: NASA // Public Domain via Mental Floss
Jakarta -

Pada 8 Agustus 1831 seorang pengamat di Palermo Sisilia Italia, melihat sebuah penampakan yang digambarkannya sebagai matahari. Matahari yang diamati pengamat itu tampak seperti cakram biru keputihan pucat.

Dua hari kemudian, orang lainnya di Saint-Sever, Prancis mencatat bila matahari itu tampak bulat dan putih seperti bulan. Artinya tidak memancarkan sinar yang tampak dan dapat dilihat jelas dengan mata.

Masih di hari yang sama dalam selang waktu sejam, seorang reporter di Norfolk, Virginia melaporkan bila matahari itu tampak berwarna biru pucat. Tetapi langit berubah menjadi merah daerah atau digambarkannya dengan "langit biru dan hijau kacang polong".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perubahan mendadak ini disertai dengan kondisi cuaca yang tidak biasa di seluruh Eropa. Komposer Jerman Felix Mendelssohn menjelaskan kejadian hari itu sebagai cuaca yang suram.

"Cuaca yang suram; hujan turun lagi sepanjang malam dan sepanjang pagi;sedingin musim dingin," tulis Mendelssohn dalam perjalanan musim panasnya dikutip dari Mental Floss.

ADVERTISEMENT

Lalu apa yang sebenarnya terjadi?

Letusan Gunung Api Raksasa

Para ilmuwan telah lama berteori bahwa kondisi atmosfer itu adalah akibat dari letusan gunung api raksasa. Letusan itu mungkin telah menurunkan suhu global hingga 1 derajat celcius.

Namun, letusan besar yang terjadi tahun 1831 itu ternyata jadi misteri. Gunung mana yang mampu mengubah kondisi atmosfer di sepanjang Eropa itu?

Kandidat pertama yang menjelaskan kejadian ini adalah gunung berapi Babuyan Claro di Filipina. Tetapi ada kandidat lainnya.

Sebuah studi pada 2021 yang diunggah dalam jurnal Climate of the Past menyatakan kemungkinan besar penyebabnya adalah Ferdinandea. Sebuah gunung api bawah laut barat daya Italia yang diamati muncul ke permukaan pada 1831.

Tetapi pendapat baru datang dari sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas St Andrews Skotlandia. Mereka menyebutkan ada letusan gunung dahsyat yang terjadi di Kepulauan Kuril di utara Hokkaido, Jepang. Kepulauan itu kini berada di wilayah Rusia.

Gunung Berapi Zavaritskii

Studi itu dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences. Peneliti fokus pada inti es dari Greenland.

Mereka menganalisis tanda-tanda kimiawi dari material vulkanik yang tersimpan di es. Dari sana akan ditentukan material yang sesuai dengan kejadian di tahun 1831.

Sejumlah sampel dari lokasi-lokasi vulkanik di Kepulauan Kuril dikumpulkan, untuk mencari kesamaan. Akhirnya hasil analisis itu menemukan kecocokan dengan gunung berapi bernama Zavaritskii.

Penulis utama studi Dr Will Hutchison menyebutkan pengujian dilakukan pada dua abu secara bersamaan. Satu dari gunung berapi dan satu dari inti es.

"Kami menganalisis dua abus secara bersamaan, satu dari gunung berapi dan satu dari inti es. (ini) adalah momen eureka yang sesungguhnya," tutur Hutchison.

Para peneliti tidak menyangka bila hasilnya akan identik. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk menyelidiki usia dan ukuran letusan dalam catatan Kuril.

"Untuk benar-benar meyakinkan diri sendiri bahwa kecocokan itu nyata," tambahnya.

Dari hasil penelitian yang panjang, para peneliti menyimpulkan bahwa letusan Zavaritskii tahun 1831 memiliki kekuatan M 5-6. Serupa dengan letusan Gunung Pinatube pada 1999 di Filipina, salah satu letusan gunung berapi terbesar di abad ke-20.

Memahami letusan Zavaritskii bukan hanya memecahkan misteri yang telah jadi pertanyaan selama berabad-abad. Ilmuwan mengatakan bahwa temuan tersebut dapat membantu mendeteksi titik-titik panas letusan di masa mendatang.

"Mengidentifikasi sumber-sumber letusan misterius ini sangat penting. Karena hal itu memungkinkan para ilmuwan untuk memetakan dan memantau wilayah bumi yang paling mungkin menghasilkan peristiwa vulkanik yang mengubah iklim," pungkas Hutchison.




(det/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads