Gunung kelud secara administrasi terletak di tiga wilayah, yaitu Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang. Ketinggian puncaknya mencapai 1.731 meter di atas permukaan laut.
Gunung Kelud ramai menjadi perbincangan di jagad maya karena beredar video yang memperlihatkan kilatan cahaya di sekitar Gunung Kelud. Visual ini memicu kekhawatiran akan peningkatan aktivitas vulkanik di Gunung Kelud.
Dilansir detikJatim, kabar itu segera dibantah Petugas Pos Pantau PVMBG Gunung Kelud Budi Priyanto. Ia memastikan kondisi Gunung Kelud saat ini tetap normal. Berikut rangkuman letusan Gunung Kelud, yang terjadi ratusan tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentang Gunung Kelud
Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif tipe A di Pulau Jawa. Gunung Kelud merupakan gunung api tipe stratovolcano yang menandakan gunung ini terbentuk dari lapisan-lapisan lava, abu, dan material vulkanik lainnya yang saling tumpuk dan terakumulasi.
Dikutip dari karya ilmiah History Iconic Of Eruption di Museum Gunung Kelud, gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang, kira-kira 35 km sebelah timur pusat Kota Kediri dan 25 km sebelah utara pusat Kota Blitar.
Sejarah Letusan Kelud
Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif di Indonesia yang memiliki rekam jejak erupsi panjang dan berdampak besar. Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Kelud yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tahun 2014, letusan Gunung Kelud telah tercatat sejak tahun 1000 Masehi.
Letusan Gunung Kelud menunjukkan pola istirahat atau jeda antar-erupsi yang bervariasi. Pada periode tahun 1311 hingga 1600, serta 1600 hingga 1900, jeda terpanjang mencapai 76 tahun, dan yang tersingkat hanya 3 tahun.
Sedangkan sejak tahun 1900 hingga sekarang, jeda terpanjang tercatat selama 31 tahun, dan tersingkat hanya 1 tahun. Letusan Gunung Kelud tidak hanya mengubah morfologi kawah dan sekitarnya, tetapi juga menimbulkan korban jiwa dan kerusakan material.
Letusan besar tahun 1586 menjadi salah satu yang paling mematikan dalam sejarah Gunung Kelud. Lahar letusan (freatik) melanda ke arah selatan dan barat daya, hingga menewaskan sekitar 10.000 jiwa.
Letusan tahun 1919 menyebabkan 5.190 korban jiwa dan menghancurkan sekitar 9.000 rumah. Skala kehancuran saat itu sangat besar karena belum adanya sistem pengendali lahar atau air kawah.
Tingkat korban menurun signifikan pada erupsi 1966, dengan 211 orang meninggal dan 86 orang luka-luka. Hal ini disebabkan pembangunan terowongan pengendali air kawah pada tahun 1965 yang mengurangi risiko banjir lahar.
Letusan tahun 1990 menghasilkan aliran piroklastik ke arah barat dan barat daya melalui Kawah Bladak. Hujan abu dan material vulkanik menyebar hingga puluhan kilometer. Sebanyak 34 orang meninggal, banyak rumah roboh akibat hujan abu berat dan banjir lahar, termasuk Kampung Lestari dan Wonorejo yang hancur total.
Letusan selanjutnya terjadi pada 3-4 November 2007. Erupsi diawali peningkatan aktivitas kegempaan dan berakhir dengan letusan efusif yang membentuk kubah lava dengan volume 16,2 juta meter kubik. Beruntung, tidak ada korban jiwa pada peristiwa ini.
Letusan terakhir Gunung Kelud terjadi pada 13 Februari 2014 pukul 21.15 WIB. Erupsi bertipe Plinian (VEI 4) menghancurkan kubah lava, menghasilkan awan panas dan lahar yang merusak infrastruktur serta mengubah morfologi puncak gunung.
Letusan ini juga menyebabkan kerusakan luas terhadap fasilitas umum dan memaksa ribuan warga mengungsi. Dikutip dari berbagai sumber, abu vulkanik Kelud yang terlontar pada letusan tingginya mencapai 17 kilometer.
Lontaran kerikil hingga sejauh 25 kilometer. Suara ledakan gunung Kelud dilaporkan terdengar hingga Solo dan Yogyakarta yang berjarak sekitar 200 km, bahkan mencapai daerah Purbalingga yang berjarak sekitar 300 km.
Warga yang bermukim dalam radius 10 km dari kawah diminta mengungsi. Letusan gunung ini juga mengganggu aktivitas penerbangan dan menyebabkan penutupan sejumlah bandara.
Gunung Kelud dikenal dengan erupsinya yang berlangsung singkat, namun sangat berbahaya. Hampir setiap letusan menghasilkan awan panas (aliran piroklastik) dan disusul banjir lahar. Lahar umumnya mengalir melalui sungai-sungai besar yang berhulu di kawah sepertiBladak,Sumberapung,Konto, Putih,Ngobo, dan Semut.
Ringkasan Letusan Kelud dari Abad ke Abad
Gunung Kelud merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia, dengan sejarah letusan yang panjang dan tercatat sejak ratusan tahun lalu. Dikutip dari karya ilmiah History Iconic Of Eruption di Museum Gunung Kelud, gunung ini telah meletus lebih dari 30 kali.
Beberapa letusannya bahkan mencapai skala 5 dalam Volcanic Explosivity Index (VEI), yang menunjukkan tingkat ledakan yang sangat besar. Berikut rangkuman letusan Gunung Kelud dari abad ke abad.
1. Letusan Pra Abad 20
Melansir Historia, sejarah awal letusan Gunung Kelud tercatat dalam beberapa naskah kuno, seperti Serat Pararaton dan Nagarakrtagama. Catatan menyebutkan bahwa letusan pertama yang terdokumentasi terjadi pada tahun 1233 Saka atau 1311 Masehi.
Sementara itu, pada tahun 1334, terjadi peristiwa yang disebut tumuli guntur pabanyu, yang diyakini sebagai bencana lahar dingin. Letusan tahun 1334 ini bahkan disebut-sebut menandai kelahiran Raja Hayam Wuruk, seperti tercatat dalam kitab Nagarakrtagama.
Dikutip dari karya ilmiah History Iconic Of Eruption di Museum Gunung Kelud, menurut catatan sejak tahun 1300 M, Gunung Kelud mengalami letusan dengan frekuensi tinggi, yakni setiap 9 hingga 25 tahun.
Rentang waktu yang pendek ini menunjukkan bahwa Gunung Kelud tergolong sebagai gunung api berbahaya bagi kehidupan manusia. Sejak abad ke-15, letusan Gunung Kelud telah menewaskan lebih dari 15.000 jiwa. Letusan besar pada tahun 1586 menjadi salah satu yang paling mematikan, dengan korban mencapai lebih dari 10.000 jiwa.
2. Letusan Abad 20
Dikutip dari karya ilmiah History Iconic Of Eruption di Museum Gunung Kelud, memasuki abad ke-20, Gunung Kelud mengalami lima kali letusan besar. Berikut ini adalah daftar letusan dan jarak waktunya.
- Tahun 1901 (jeda 18 tahun)
- Tahun 1919 (1 Mei) (selang 32 tahun)
- Tahun 1951 (jeda 15 tahun)
- Tahun 1966 (jeda 24 tahun)
- Tahun 1990 (jeda 17 tahun ke letusan berikutnya, 2007)
Dari pola ini, para ahli mulai menyimpulkan bahwa Gunung Kelud memiliki siklus letusan rata-rata 15 tahunan. Meskipun tidak selalu tepat, pola ini cukup membantu dalam mengidentifikasi potensi erupsi berikutnya.
3. Letusan Abad 21
Pada abad ke-21, Gunung Kelud telah mengalami tiga kali letusan hingga saat ini, yaitu sebagai berikut.
- Tahun 2007 (terjadi 17 tahun setelah letusan sebelumnya)
- Tahun 2010 (jeda 3 tahun)
- Tahun 2014 (jeda 4 tahun)
Terjadi perubahan frekuensi yang mencolok dibandingkan dengan abad sebelumnya. Letusan menjadi lebih sering terjadi dalam waktu yang lebih pendek. Para ahli menyebut bahwa hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh terbentuknya sumbat lava di mulut kawah Gunung Kelud.
Sumbatan lava ini menghalangi keluarnya tekanan dari magma di dalam gunung. Akibatnya, tekanan dalam terus terakumulasi hingga mencapai titik maksimum dan menyebabkan letusan dahsyat. Jika sumbatan tidak terjadi, seharusnya tekanan keluar secara bertahap, dan frekuensi letusan pun menjadi lebih jarang.
Demikian detikers sejarah letusan Gunung Kelud, selalu waspada dan perhatikan sekitar saat beraktivitas di kawasan rawan bencana detikers.
(ihc/irb)