Ingat, Ada Puncak Hujan Meteor Quadrantids 3-4 Januari 2025!

Novia Aisyah - detikEdu
Jumat, 03 Jan 2025 20:00 WIB
Ilustrasi hujan meteor. Foto: Space.com
Jakarta -

Pada akhir tahun lalu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merilis berbagai fenomena astronomi yang akan menghiasi langit pada 2025. Salah satunya hujan meteor pada 3-4 Januari.

Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN, Gerhana Puannandra Putri, M Si, menyebutkan beberapa hujan meteor yang akan terjadi pada 2025, salah satunya yakni hujan meteor Quadrantids.

Hujan meteor adalah peristiwa tahunan yang terjadi pada waktu yang kurang lebih sama. Hujan meteor disebabkan debu sisa komet dan asteroid yang ada di orbit planet Bumi.

"Jadi jika Bumi melewati lokasi tempat debu tadi berada maka hujan meteor akan terjadi, pada waktu yang sama setiap tahunnya," ujarnya dalam Talkshow DOFIDA (Dialog, Obrolan Fakta Ilmiah Populer dalam Sains Antariksa) edisi ke-11 dengan topik "Intip Fenomena Astronomi 2025" di kanal YouTube BRIN Indonesia, Senin (2/12)/2024), dikutip dari BRIN pada Jumat (3/1/2025).

Puncak Hujan Meteor Quadrantids

Hujan meteor Quadrantid aktif dari akhir Desember 2024 hingga awal Januari 2025. Puncaknya terjadi pada tanggal 3-4 Januari 2025.

Menurut pakar planet dan ahli meteorit, Dr Ashley King, akan ada pengalaman terbaik untuk menyaksikan hujan meteor, apabila jauh dari polusi cahaya di daerah perkotaan.

"Semakin gelap langit, semakin besar juga peluang Anda untuk melihat meteor yang sangat redup," kata Ashley, seperti dikutip dari Natural History Museum.

"Anda bisa pergi ke pantai atau berdiri di atas bukit di tengah pedesaan di suatu tempat," imbuhnya.

Ashley menjelaskan, kita mungkin tidak dapat melihat apa pun selama 10 menit pertama saat mata menyesuaikan diri dengan kegelapan. Namun, begitu terbiasa dengan tingkat cahaya rendah, maka akan mulai melihat lebih banyak (meteor) lagi.

"Jadi, jangan menyerah terlalu cepat," lanjutnya.

Apa yang Menyebabkan Hujan Meteor?

Hujan meteor terjadi saat Bumi melewati lokasi dari puing-puing kecil meteoroid yang ditinggalkan oleh komet dan asteroid. Sementara puncak hujan meteor adalah saat kita melihat laju meteor tertinggi.

Fenomena tersebut terjadi saat kita melewati bagian terpadat dari puing-puing tersebut. Sebagian besar komet terdiri dari debu dan es, yang diibaratkan Ashley sebagai bola salju yang besar dan kotor.

"Saat komet mengorbit Matahari, es menyublim (berubah dari padat menjadi gas) dan debu yang terperangkap tersapu keluar ke ekor di belakangnya," jelasnya.

Hampir semua meteor adalah partikel debu kecil, seukuran sebutir pasir yang bergerak dengan kecepatan puluhan kilometer per detik melalui ruang angkasa.

"Saat keluar dari ruang hampa dan memasuki atmosfer Bumi, butiran debu kecil itu berinteraksi dengan semua partikel dan ion di atmosfer. Debu tersebut memanas karena gesekan dan membentuk kilatan cahaya yang mengesankan yang kita lihat," katanya.

"Bumi tidak berada dekat dengan komet-ia hanya melewati sebagian debu yang ditinggalkannya," pungkasnya.



Simak Video "Video: Nggak Cuma Geminid, Ada Hujan Meteor Ursid di Akhir 2024"

(nah/faz)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork