Hari Natal selalu dipenuhi dengan suka cita dan dimeriahkan oleh berbagai tradisi di tiap daerahnya. Di Sumatra Utara, tradisi unik perayaan Natal yang lumrah adalah marbinda.
Marbinda adalah budaya tahunan bagi keluarga di Batak setiap tanggal 25 Desember. Apa sebenarnya tradisi marbinda ini? Dikutip dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berikut penjelasannya.
Makna Tradisi Marbinda
Dalam bahasa Batak, marbinda memiliki arti menyembelih hewan secara bersama-sama. Tradisi ini merupakan bentuk kesepakatan bersama warga di daerah Batak hingga akhirnya setuju menyembelih hewan saat Natal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah disembelih, hewan tersebut akan disantap bersama. Tradisi ini dilaksanakan sehari sebelum perayaan Natal yakni pada 24 Desember.
Sampai saat ini, marbinda masih lestari dan dilakukan oleh masyarakat Batak. Tak cuma pada momen Natal, sebagian warga Batak juga melakukan tradisi ini dalam menyambut tahun baru.
Patungan Membeli Hewan Sembelihan
Adapun hewan yang disembelih dalam marbinda biasanya dibeli lewat dana patungan sebuah keluarga. Hewan tersebut harus berkaki empat seperti kerbau, babi, kuda atau sapi.
Ternyata persiapan marbinda ini sudah dilakukan jauh-jauh hari. Warga harus mengumpulkan dana patungan berbulan-bulan sebelumnya bahkan sejak awal tahun.
Sebelum patungan, mereka akan berdiskusi terlebih dahulu soal hewan apa yang akan disembelih. Barulah nominal uang yang harus dikumpulkan diketahui dan pembayaran dilakukan per bulan.
Mirip kurban, salah satu ibadah umat Islam pada Idul Adha, daging hasil sembelihan akan dibagikan dalam bentuk daging mentah. Sementara sebagian lagi, dimasak untuk disantap bersama-sama.
Ada sebutan tersendiri saat warga memasak hewan marbinda ini yakni marhobas. Saat marhobas, para lelaki bertugas memotong daging sementara perempuan bertanggung jawab memasaknya.
Setelah itu, makanan akan dihidangkan. Sebelum menyantap masakan, warga melakukan doa bersama terlebih dahulu sebagai bukti syukur kepada Tuhan.
Kini, marbinda masih terus menjadi wadah bagi masyarakat Batak menjaga nilai kebersamaan, keadilan, senasib sepenanggungan, dan saling menghargai. Selama marbinda, kebersamaan bisa terlihat dari proses menyembelih hingga memasak.
Namun, tradisi marbinda kini sudah ditinggalkan masyarakat kota. Hanya masyarakat desa di Batak yang masih menyambut hangat tradisi Natal ini.
(cyu/faz)