Asal Usul Pulau Natal di Selatan Jawa, Mengapa Dinamai Demikian?

ADVERTISEMENT

Asal Usul Pulau Natal di Selatan Jawa, Mengapa Dinamai Demikian?

Novia Aisyah - detikEdu
Rabu, 25 Des 2024 12:00 WIB
Flying Fish Cove is the main settlement on Christmas Island. Originally named after British survey-ship Flying-Fish, the town is often just called β€œThe Settlement”
Christmas Island. Foto: Getty Images/KiltedArab
Jakarta -

Pulau Natal, sebuah pulau di Samudera Hindia, terletak sekitar 224 mil (360 km) selatan Pulau Jawa dan 870 mil (1.400 km) barat laut Australia. Pulau ini dikelola sebagai wilayah luar Australia.

Pulau ini merupakan puncak gunung samudra yang titik tertingginya di pulau tersebut adalah Bukit Murray, seperti dikutip dari Britannica.

Apakah kalian tahu kenapa pulau ini dinamakan Pulau Christmas atau Christmas Island?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asal Usul Pulau Natal

Pulau Natal mulai muncul di peta para navigator Inggris dan Belanda sejak awal 1600-an. Namun, baru pada 1643 Kapten William Mynors dari Perusahaan Hindia Timur Britania menamai pulau tersebut setelah melihatnya pada Hari Natal.

Dikutip dari Christmas Island National Park, pendaratan pertama diketahui terjadi pada 1688, ketika kapal Inggris Cygnet mendarat di dekat Dales di pantai barat pulau tersebut. Penjelajah William Dampier berada di atas kapal dan mencatat bagaimana beberapa awak kapal membawa kepiting robber yang besar kembali ke kapal untuk dimakan.

ADVERTISEMENT

Beberapa penjelajah mengunjungi Pulau Natal selama abad ke-19, termasuk Kapten John Maclear yang menamai ibu kota Pulau Natal, Flying Fish Cove, berdasarkan nama kapalnya (HMS Flying Fish) pada tahun 1886.

Kapten Pelham Aldrich dan naturalis JJ Lister dari HMS Egeria mendarat selama sepuluh hari pada 1887 dan mengumpulkan sejumlah besar spesies tumbuhan dan hewan. Awak kapal Egeria juga menemukan pulau itu kaya sumber fosfat.

Pertambangan Fosfat di Pulau Natal

Inggris mencaplok Pulau Christmas pada tahun 1888 untuk mengklaim endapan fosfatnya yang berharga.

Kerajaan Inggris kemudian menyewakan pulau itu kepada naturalis John Murray dan George Clunies-Ross, pemilik Kepulauan Cocos. Murray dan Clunies-Ross mendirikan Perusahaan Fosfat Pulau Christmas untuk menambang pulau itu, dan melakukan pengiriman fosfat pertama mereka pada 1900.

Sebagian besar pekerjaan di industri fosfat dilakukan oleh buruh migran yang terikat kontrak, termasuk beberapa ratus orang Tionghoa. Orang Melayu dan Sikh juga mendukung penambangan, dengan para manajer Inggris yang bertindak sebagai mandor. Para migran ini membentuk dasar komunitas multikultural di pulau itu.

Para pekerja fosfat awal di Pulau Christmas mengalami kondisi yang mengerikan. Dalam lima tahun pertama penambangan, lebih dari 500 orang Tionghoa meninggal karena beri-beri, kekurangan vitamin yang disebabkan oleh pola makan yang tidak memadai. Namun, kondisi berangsur membaik dan industri fosfat di pulau itu terus menghasilkan keuntungan besar.

Perang Dunia II

Deposit fosfat yang melimpah di pulau itu dan lokasinya yang strategis menjadikan Pulau Natal sebagai sasaran Jepang selama Perang Dunia II.

Serangan pertama terjadi pada Januari 1942, ketika kapal selam Jepang meluncurkan torpedo terhadap kapal Norwegia dan menyebabkannya tenggelam di West White Beach. Segera setelah itu, 50 keluarga Asia dan Australia dievakuasi ke Perth.

Pada 31 Maret 1942, sekitar 850 tentara Jepang tiba melalui laut dan mengambil alih pulau tersebut. Mereka memulai kembali operasi fosfat, menghasilkan pupuk yang berharga bagi Kekaisaran Jepang.

Namun, banyak pekerja telah melarikan diri ke hutan ketika Jepang tiba. Mereka tinggal di sana selama perang, hidup dari kepiting dan burung.

Pengeboman oleh pasukan Sekutu dan tindakan sabotase oleh penduduk pulau yang tersisa menyebabkan sangat sedikit fosfat yang benar-benar diekspor ke Jepang. Pada November 1943, dengan persediaan makanan yang menipis, hampir dua pertiga penduduk pulau itu dikirim ke kamp penjara di Jawa.

Tentara yang tersisa pergi saat Jepang menyerah pada Agustus 1945. Pulau itu pun diduduki kembali oleh Inggris pada Oktober tahun yang sama.

Pemindahan Kedaulatan ke Australia

Pemerintah Australia dan Selandia Baru membeli Christmas Island Phosphate Company pada 1949. Tanggung jawab administratif atas pulau itu beralih dari Inggris ke koloni Inggris di Singapura.

Namun, setelah Inggris menyerahkan banyak koloninya setelah perang, Australia menyatakan minatnya untuk mengakuisisi Pulau Natal. Pada 1958, pulau itu dikeluarkan dari Singapura dan kedaulatan dialihkan ke Australia.

Sebagai bagian dari pengalihan tersebut, Australia membayar Singapura sebesar Β£2.800.000 (kini setara Rp 56,8 miliar) sebagai kompensasi atas hilangnya pendapatan fosfat.

Pulau Natal menjadi wilayah Australia pada tanggal 1 Oktober 1958. Hari tersebut dirayakan di pulau itu sebagai Territory Day.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads