Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah konstitusi yang menjadi landasan hukum Republik Indonesia. UUD ini disusun di tengah situasi perang dan revolusi yang terjadi sebelum kemerdekaan.
Pada awal tahun 1945, Jepang yang sudah menunjukkan kekalahan dalam Perang Dunia II berusaha menarik simpati masyarakat Indonesia dengan memberikan "Janji Kemerdekaan". Kala itu, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai pada 1 Maret 1945.
BPUPKI memiliki tugas utama merumuskan dasar negara dan konstitusi untuk Indonesia. Perumusan dasar negara dan konstitusi ini dinilai sebagai salah satu syarat formal untuk membentuk sebuah negara yang merdeka.
Sidang BPUPKI ini kemudian melahirkan rancangan UUD 1945 yang hingga kini masih digunakan oleh bangsa Indonesia. Lantas, bagaimana sejarah perumusannya?
Sejarah Perumusan UUD 1945
Mengutip studi "Lahirnya UUD 1945 Suatu Tinjauan Historis Penyusunan dan Penetapan UUD 1945" karya Saifudin yang terbit di jurnal Unisia (UII) No 49/XXVI/III/2003, BPUPKI setidaknya mengadakan sidang selama dua periode penting, yaitu:
Sidang BPUPKI Periode Pertama (29 Mei-1 Juni 1945)
Pada periode pertama, sidang BPUPKI berfokus pada perumusan dasar negara yang diketuai langsung oleh Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat. Sidang yang berlangsung selama tiga hari ini diisi oleh pidato yang disampaikan oleh ketiga tokoh di antaranya Muhammad Yamin, Dr Soepomo, dan Ir Soekarno.
Ketiga tokoh tersebut masing-masing memberikan gagasannya mengenai konsep dasar negara yang harus dimiliki oleh Indonesia.
Setelah sidang periode pertama selesai, BPUPKI membentuk "Panitia Sembilan" dengan tugas untuk menyusun dan mengesahkan rumusan dasar negara yang sebelumnya telah diusulkan oleh ketiga tokoh.
Akhirnya, Panitia Sembilan berhasil mengembangkan konsep "Lima Prinsip" atau "Pancasila" yang dikemukakan oleh Ir Soekarno dalam naskah yang telah disempurnakan beserta pembukaannya. Naskah ini kemudian dikenal dengan "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".
Meski sempat mengalami perdebatan, dasar negara ini akhirnya diresmikan dan digunakan sebagai rancangan awal dalam pembukaan UUD.
Sidang BPUPKI Periode Kedua (10 Juli-17 Juli 1945)
Pada periode kedua, sidang BPUPKI membahas mengenai pokok-pokok penting mengenai pembentukan negara, mulai dari pembahasan bentuk dan batasan negara, hingga pembahasan rancangan UUD sebagai landasan konstitusi.
Pada pembahasan UUD, BPUPKI membentuk "Panitia Perancang UUD" yang diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota berjumlah 38 orang, sebagaimana dikutip dari buku Pendidikan dan Kewarganegaraan yang ditulis oleh Lukman Surya Saputra dan kawan-kawan.
Panitia Perancang UUD bertugas untuk membahas rancangan UU pada sidang BPUPKI periode kedua. Panitia ini menyampaikan rancangan UU yang terdiri dari 15 bab dengan 42 pasal, dengan pokok-pokok, sebagai berikut:
1. Kedaulatan dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Rakyat.
2. Untuk sehari-hari presiden yang merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat.
3. Presiden dibantu wakil presiden, menteri dan Dewan Pertimbangan Agung.
4. Dalam pembuatan undang-undang, presiden harus semufakat dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
5. Hak-hak dasar tidak perlu dimasukkan dalam UUD.
Setelah rancangan UUD disampaikan, BPUPKI membentuk "Panitia Kecil" yang bertugas menyusun dan menyempurnakan rancangan UUD. Selain itu, BPUPKI juga membentuk "Panitia Penghalus Bahasa" dengan tugas memperbaiki tata bahasa yang telah disusun oleh Panitia Kecil.
Pada 16 Juli 1945, rancangan UUD yang telah disempurnakan akhirnya diterima dan disepakati oleh mayoritas anggota BPUPKI. Setelah rancangan terbentuk, BPUPKI dibubarkan karena dinilai telah menyelesaikan tugasnya dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Pembentukan PPKI dan Peresmian UUD
Selanjutnya, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai pada 7 Agustus 1945. PPKI memiliki tugas untuk mengesahkan dasar negara dan UUD yang sebelumnya telah dirancang oleh BPUPKI.
Kendati demikian, setelah mendengar berita kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, rakyat Indonesia menculik Soekarno dan Hatta selaku Ketua dan Wakil Ketua PPKI dalam "Peristiwa Rengasdengklok" pada 16 Agustus 1945.
Akhirnya, Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Setelah merdeka, PPKI kembali melakukan tugasnya dengan mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara, dan UUD 1949 sebagai konstitusi negara pada 18 Agustus 1945.
Tokoh Perumusan UUD 1945
Panitia Sembilan
Ir. Soekarno (Ketua)
Drs. Mohammad Hatta (Wakil Ketua)
Mr. A.A. Maramis (Anggota)
Abikoesno Tjokrosoejoso (Anggota)
Abdoel Kahar Moezakir (Anggota)
H. Agus Salim (Anggota)
Mr. Achmad Soebardjo (Anggota)
K.H. Wachid Hasyim (Anggota)
Muh. Yamin (Anggota)
Panitia Kecil
Soepomo (Ketua)
Achmad Soebardjo (Anggota)
Wongsonegoro (Anggota)
A.A. Maramis (Anggota)
R.P. Singgih (Anggota)
Agus Salim (Anggota)
Soekiman (Anggota)
Panitia Penghalus Bahasa
Husein Djajadiningrat (Anggota)
Agus Salim (Anggota)
Prof. Dr. Mr. Soepomo (Anggota)
Simak Video "Video Ketua MPR: Amandemen Bukan Solusi Instan Atasi Masalah"
(faz/faz)