Mengenal Soepomo, Tokoh Asal Sukoharjo yang Jadi Rektor UI dan Perumus Pancasila

ADVERTISEMENT

Mengenal Soepomo, Tokoh Asal Sukoharjo yang Jadi Rektor UI dan Perumus Pancasila

Callan Triyunanto, Fahri Zulfikar - detikEdu
Sabtu, 21 Sep 2024 12:00 WIB
Soepomo
Foto: Dok Situs Resmi IKPNI (Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia)/Soepomo
Jakarta -

Soepomo dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia yang ikut merumuskan dasar negara pada sidang BPUPKI. Soepomo menjadi tokoh penting di balik perumusan Pancasila dan UUD 1945, sehingga ia di kemudian hari dikenal sebagai Bapak Konstutusi Indonesia.

Bersama sederet tokoh lain, seperti Soekarno dan Moh Yamin, dasar negara Republik Indonesia terbentuk setelah melalui beberapa sidang.

Biografi Soepomo

Dikutip dari buku "Mengenal Lebih Dekat Tokoh Perancang Pancasila" yang ditulis oleh Wahyudi Wijayanto, Prof Mr Dr Soepomo adalah tokoh kelahiran Sukoharjo pada 22 Januari 1903.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soepomo berasal dari keluarga priyayi. Ayahnya, Raden Tumenggung Wignyodipuro, merupakan Bupati Surakarta. Sejak muda, Soepomo dikenal sebagai pribadi pendiam, berhati-hati, sopan, dan bukan orang yang berambisi mencapai popularitas.

Berkat latar belakangnya sebagai seorang anak bangsawan, Soepomo yang menjadi salah satu orang yang mendapat kesempatan berpendidikan tinggi.

ADVERTISEMENT

Pendidikan dan Karier Awal Soepomo

Dikutip dari buku "Prof. Mr. Dr. R. Supomo" oleh Drs. A. T. Soegito Bc. HK, Soepomo mengenyam pendidikan pada masa anak-anak di sekolah yang diisi oleh bangsa Belanda dan putra-putri kaum bangsawan lain, yang bernama Europeesche Lagere School (ELS) di Boyolali.

Pada usia 14 tahun, ia lulus dan lanjut ke sekolah tingkat berikutnya pada 1917 di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Solo. Ia berhasil menamatkan sekolah di tingkat ini pada tahun 1920.

Setelah lulus, Soepomo melanjutkan pendidikan tingginya di Bataviasche Rechtshoogeschool di Batavia dan lulus pada 1923. Setelah itu, ia melanjutkan studinya di Rijksuniversiteit Leiden, Belanda, antara tahun 1924 dan 1927, di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven, seorang profesor hukum yang dikenal sebagai "arsitek" ilmu hukum adat Indonesia.

Setelah meraih gelar doktor, Soepomo kembali ke tanah air dan bekerja sebagai pegawai di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Setahun kemudian, ia terpilih sebagai Ketua Luar Biasa Pengadilan Negeri Yogyakarta untuk masa jabatan dua tahun.

Soepomo juga aktif dalam menulis karya tulis, termasuk brosur berjudul Perempuan Indonesia dalam Hukum untuk Kongres Perempuan Indonesia. Ia kemudian diangkat menjadi Guru Besar Hukum Adat dan berkontribusi besar dalam penelitian hukum adat serta "pengindonesiaan" hukum di Indonesia.

Selain pernah bekerja di pengadilan negeri, Soepomo juga menjabat sebagai Ketua Balai Pengetahuan Masyarakat Indonesia, Ketua Landraad Purworejo, dan Guru Besar Sekolah Hakim Tinggi.

Pada 1951, Soepomo diangkat menjadi Presiden atau Rektor Universiteit Indonesia (UI) yang kedua untuk periode 1951-1954. Ia menggantikan Ir. Soerachman, presiden sebelumnya yang mengundurkan diri karena sakit.

Semasa jadi rektor, Soepomo langsung mengatasi kondisi UI yang kekurangan tenaga pengajar dan mayoritas diisi oleh pengajar asal dari Belanda. Kala itu, ia membuka hubungan secara internasional serta melakukan afiliasi dengan perguruan tinggi di luar negeri.

Akhirnya, Soepomo bisa mewujudkan kerja sama UI dengan jaringan global, seperti dengan International Cooperation Administration, Ford Foundation, UNESCO, serta British Council, yang memberi bantuan baik berupa buku, tenaga pengajar, maupun beasiswa kepada beberapa fakultas di UI.

Isi Rumusan Pancasila Soepomo, Muhammad Yamin, dan Soekarno

Pada Sidang BPUPKI yang pertama, yang berlangsung dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945, tiga tokoh utama, yaitu Muhammad Yamin, Soekarno dan Soepomo, mengemukakan gagasannya mengenai rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut, demikian keterangan yang dikutip dari buku "Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan" yang diterbitkan oleh Penerbit Adab.

Rumusan Pancasila oleh Mohammad Yamin

Pada tanggal 29 Mei 1945, Mohammad Yamin menyampaikan usulan dasar negara baik secara tertulis kepada ketua sidang maupun secara lisan. Berikut adalah rumusan lisan dari Mohammad Yamin:

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Rumusan Pancasila oleh Soepomo

Lalu pada 31 Mei 1945, Soepomo mengusulkan lima poin rumusan dasar negara. Usulan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa negara Indonesia yang akan dibentuk hendaklah menjadi negara integralistik atau negara persatuan. Berikut adalah rumusan lisan dari Soepomo:

1. Persatuan (Unitarisme)
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

Rumusan Pancasila oleh Soekarno

Terakhir, pada 1 Juni 1945, giliran Soekarno yang menyampaikan pidato mengenai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam pidatonya, Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebutnya sebagai Panca Dharma. Berikut adalah rumusan lisan dari Soekarno:

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasional atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang Maha Esa

Kemudian Soekarno mengidentifikasi lima prinsip dasar negara yang dinamai Pancasila. Kata "Pancasila" sendiri berasal dari bahasa Sansekerta dan terdiri dari "panca" yang berarti 'lima' dan "sila" yang berarti 'prinsip'.

Nama "Pancasila" diajukan oleh seorang teman Soekarno yang merupakan seorang ahli bahasa. Inilah yang menjadi dasar peringatan Hari Lahirnya Pancasila yang dirayakan setiap tanggal 1 Juni.

Sementara itu, usulan rumusan dasar negara ini kemudian dibahas lebih lanjut melalui Panitia Sembilan. Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil membentuk rumusan negara yang diberi nama oleh Moh Yamin sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter).

Rumusan Pancasila dalam piagam tersebut adalah sebagai berikut.

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kemudian terjadi kontroversi mengenai sila pertamanya sehingga Piagam Jakarta mengalami perubahan dari "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa."

Setelah melewati berbagai proses perubahan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Pancasila sehari setelah kemerdekaan yaitu pada 18 Agustus 1945.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads