Pada zaman Miosen 12 juta tahun lalu, terdapat spesies burung purba pemakan daging yang menguasai daratan. Spesies ini terungkap berkat analisis fosil tulang burung yang ditemukan di Gurun Tatacoa, Amerika Selatan. Seberapa besar burung tersebut?
Setelah menganalisis fosil kaki burung, ilmuwan menduga bahwa tulang tersebut milik burung pemangsa purba yang berkeliaran di benua Amerika. Burung ini berasal dari keluarga Phorusrhacid atau ilmuwan menyebutkan sebagai "burung teror".
Penemuan ini diterbitkan di jurnal Palaeontology Vol 10, Issue 6, November 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Burung Teror Pemakan Daging: Besar dan Berlari Cepat
Burung Phorusrhacid atau "burung teror" didefinisikan oleh peneliti sebagai salah satu predator paling mengesankan yang pernah hidup di bumi. Burung yang tidak bisa terbang ini hidup di Amerika Selatan sekitar 60 juta hingga 2 juta tahun yang lalu.
Burung ini memiliki tinggi 3 meter serta paruh yang besar dan bengkok. Kaki mereka sangat kuat untuk berlari.
"Pada dasarnya, mereka adalah predator teratas pada masanya," kata peneliti, sebagaimana dikutip dari earth.com.
Semasa berkuasa, burung teror mendominasi lingkungannya dengan berburu hewan berukuran kecil hingga sedang. Mereka bisa berlari dengan kecepatan tinggi untuk mengejar mangsa, menggunakan paruh mereka yang kuat untuk melancarkan serangan mematikan.
Beberapa ilmuwan percaya bahwa mereka mungkin berburu secara berkelompok, meskipun hal ini masih menjadi perdebatan. Kekuasaan mereka berlangsung selama jutaan tahun, mengisi kesenjangan yang ditinggalkan oleh kepunahan dinosaurus.
"Ukuran tulangnya menunjukkan bahwa burung teror ini mungkin merupakan anggota spesies terbesar yang diketahui hingga saat ini, sekitar 5 hingga 20 persen lebih besar dari Phorusrhacids yang diketahui," ucap SiobhΓ‘n Cooke, profesor anatomi fungsional dan evolusi di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins, Amerika Serikat.
Adanya Pertengkaran dengan Reptil
Pada masa itu, burung teror tidak hanya menjadi pemangsa tunggal. Namun, ada jenis reptil yang juga menjadi predator.
Peneliti mengungkapkan bahwa hasil analisis tulang burung teror menunjukkan adanya bukti fisik yakni pertengkaran fatal dengan musuh reptil.
"Kami menduga burung teror itu mati akibat luka-lukanya mengingat ukuran buaya 12 juta tahun lalu," ungkap Cooke.
Ia mengatakan bahwa penelitian ini mengisyaratkan ekosistem yang beragam dan berkembang, sangat berbeda dari bentang alam yang dilihat sekarang.
"Lingkungan kuno ini, yang sekarang menjadi gurun, adalah rumah bagi primata, mamalia berkuku, sloth tanah raksasa, glyptodont (pada dasarnya, armadillo raksasa seukuran mobil), dan burung teror," imbuhnya.
Menurut peneliti, dengan memahami evolusi burung teror, diharapkan bisa mengungkap wawasan tentang bagaimana predator puncak beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, sehingga memberikan kontribusi pengetahuan berharga bagi biologi evolusi.
Ahli paleontologi berharap bahwa eksplorasi yang sedang berlangsung di situs-situs Amerika Selatan akan menghasilkan spesimen lebih lanjut, sehingga memperluas pemahaman kita tentang ekosistem era Miosen.
(faz/nwk)