Pertempuran 10 November 1945: Latar Belakang, Penyebab, dan Tokohnya

ADVERTISEMENT

Pertempuran 10 November 1945: Latar Belakang, Penyebab, dan Tokohnya

Muhammad Alfathir - detikEdu
Rabu, 06 Nov 2024 09:30 WIB
Jejak Pertempuran 10 Novemver di Surabaya
Foto: Istimewa/Jejak Pertempuran 10 Novemver di Surabaya
Jakarta -

Pertempuran 10 November 1945 adalah peristiwa perang yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini dipicu oleh kedatangan sekutu yang dinilai sebagai ancaman oleh rakyat Surabaya karena "ditunggangi" oleh Belanda.

Rakyat Surabaya memandang kedatangan sekutu sebagai upaya Belanda dalam menguasai kembali wilayah Indonesia yang baru saja merdeka. Hal ini mendorong terjadinya Pertempuran 10 November untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Lantas, bagaimana sejarah dari peristiwa pertempuran 10 November?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Latar Belakang Pertempuran 10 November

Mengutip skripsi berjudul "Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya" yang ditulis oleh Vilomena Theorina dari Universitas Sanata Dharma pada 2007, peristiwa "Pertempuran 10 November" di Surabaya terjadi tepat beberapa bulan setelah Indonesia merdeka.

Peristiwa ini dipicu oleh kemenangan pihak sekutu dalam perang dunia ke-2. Pihak sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Republik China, Kerajaan Inggris, Uni Soviet, Prancis, dan Belanda melakukan perundingan dengan Jepang di kapal USS Missouri, Teluk Tokyo pada 2 September 1945.

ADVERTISEMENT

Perundingan ini menghasilkan "Kapitulasi Jepang" yang berisi penyerahan Jepang tanpa syarat kepada pihak sekutu. Perundingan ini sekaligus mengakhiri perang dunia ke-2. Namun, Kapitulasi Jepang juga mengatur mengenai penyerahan tawanan sekutu oleh Jepang dan penangkapan pasukan Jepang yang dinilai sebagai "penjahat perang".

Atas dasar ini, pihak sekutu kemudian menugaskan tentara Inggris bernama Allied Forces for Netherlands Indies (AFNEI) untuk melakukan penjemputan tawanan sekutu dan menangkap tentara Jepang yang masih berada di Indonesia.

Namun, pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigadir Mallaby turut membawa Netherland Indies Civil Administration (NICA) sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Belanda. Pasukan sekutu dan NICA tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945.

Kedatangan Sekutu ini kemudian memicu kemarahan rakyat Surabaya karena dinilai "ditunggangi" oleh Belanda. Rakyat Surabaya menilai kedatangan sekutu sebagai salah satu upaya Belanda dalam menguasai kembali wilayah Indonesia. Hal ini karena Belanda pada saat itu masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia.

Sebelumnya, pada 19 September 1945, rakyat Surabaya terlibat konflik dengan para tentara Belanda di Hotel Yamato, Surabaya. Konflik yang dikenal dengan "Insiden Bendera" ini ditandai dengan perobekan bagian biru pada bendera Belanda yang dikibarkan di hotel Yamato setelah adanya berita kemenangan sekutu.

Akhirnya, banyak dari rakyat Surabaya yang melakukan penolakan atas kedatangan sekutu dan NICA ke Surabaya, Penolakan ini kemudian menyebabkan bentrokan antara pasukan sekutu dengan rakyat Surabaya hingga menyebabkan terbunuhnya Brigadir Mallaby.

Pihak sekutu yang marah setelah terbunuhnya pimpinan mereka, kemudian mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya untuk melucutkan seluruh persenjataan.

Namun, rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut dan terus melakukan perlawanan. Akibatnya, terjadi pertempuran hebat antara pasukan Sekutu dengan rakyat Surabaya yang berlangsung selama tiga hari. Puncaknya adalah pada tanggal 10 November yang selanjutnya dikenal dengan "Pertempuran 10 November".

Penyebab Pertempuran 10 November

Merangkum dari sumber yang sama, berikut beberapa penyebab dari meletusnya Pertempuran 10 November di Surabaya, di antaranya:

1. Kedatangan Pasukan Sekutu yang dinilai sebagai ancaman oleh Rakyat Surabaya karena membawa NICA.

2. Insiden pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato yang memicu kemarahan rakyat Surabaya terhadap Belanda.

3. Terbunuhnya pemimpin pasukan sekutu, Brigadir Jenderal Mallaby oleh rakyat Surabaya.

4. Ultimatum Sekutu kepada rakyat Surabaya untuk melucuti persenjataan.

Tokoh Pertempuran 10 November 1945


1. Gubernur Suryo

Raden Mas Tumenggung Suryo adalah gubernur Jawa Timur pertama yang diangkat setelah kemerdekaan Indonesia. Ia berperan dalam Pertempuran 10 November 1945 sebagai pemimpin tertinggi di Surabaya dan Jawa Timur.

Dalam buku Pahlawan Nasional Gubernur Suryo karya Sutjiatiningsih yang dirilis Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1977, gubernur Suryo adalah salah satu tokoh yang mengumandangkan semangat kepada rakyat Surabaya melalui pidatonya pada 9 Oktober 1945, pukul 21.00 dan 23.00. Pidatonya turut membangkitkan semangat "arek-arek Suroboyo" atau rakyat Surabaya untuk melawan pasukan Sekutu dan NICA.

2. Bung Tomo

Sutomo atau kerap disapa Bung Tomo adalah salah satu tokoh yang berperan dalam Pertempuran 10 November 1945. Melalui orasinya yang disiarkan melalui radio pada 10 November, Bung Tomo menyerukan seluruh rakyat Surabaya untuk melakukan serangan balik melawan pasukan sekutu dan NICA.

Selain itu, Bung Tomo juga berperan dalam merebut persenjataan dari pasukan Jepang di Gedung tua Panti Asuhan Don Bosco. Senjata ini kemudian digunakan Bung Tomo dan rakyat Surabaya dalam melawan pasukan sekutu dan NICA, sebagaimana dikutip dari Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 2, No. 3 tahun 2023 yang ditulis oleh Muhammad Haerulloh Zikri.

3. Mayjen Sungkono

Mayor Jenderal TNI (Purn) Sungkono adalah komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang memimpin langsung Pertempuran 10 November di Surabaya.

Dikutip dari buku Pasak Sejarah Indonesia Kekinian Surabaya yang ditulis oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya pada 2018, Mayjen Sungkono berperan dalam menyatukan seluruh kekuatan rakyat Surabaya dari mulai Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Pemuda Republik Indonesia (PRI), hingga Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) untuk mempertahankan kota Surabaya dari serangan Sekutu.

4. Mayjen Mangoendiprodjo

Mayor Jenderal TNI (Purn) Raden Muhammad Mangoendiprodjo adalah Pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berperan dalam Pertempuran Surabaya.

Peran Mayjen Mangoendiprodjo dalam Pertempuran 10 November meliputi pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), serta operasi pengambilan dana di Bank Escompto untuk membantu mempertahankan kota Surabaya, sebagaimana dilansir situs resmi Universitas Muhammadiyah Palembang.

5. KH Hasyim Asy'ari

Kyai Haji Hasyim Asy'ari adalah pemimpin agama yang berperan dalam Pertempuran 10 November. Salah satu peran dari KH Hasyim Asy'ari adalah mengeluarkan fatwa "Resolusi Jihad" pada 22 Oktober 1945.

Menurut buku KH. Hasyim Asy'ari dan Resolusi Jihad karya Muhammad Rijal Fadli dan Bobi Hidayat pada 2018, fatwa ini mewajibkan seluruh umat Islam untuk melakukan Jihad atau Perang Suci dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dengan dikeluarkannya "Resolusi Jihad", banyak dari rakyat Surabaya yang turut melawan pasukan sekutu dan NICA dalam Pertempuran 10 November 1945.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads