Mengenal Doomscrolling, Perilaku 'Nyandu' Lihat Konten Negatif di Medsos

ADVERTISEMENT

Mengenal Doomscrolling, Perilaku 'Nyandu' Lihat Konten Negatif di Medsos

Hani Muthmainnah - detikEdu
Rabu, 16 Okt 2024 09:30 WIB
Poster
Ilustrasi Foto: Edi Wahyono/Ilustrasi media sosial
Jakarta -

Berita negatif di berbagai berbagai platform digital tersebar sangat cepat, sehingga muncul sebuah perilaku yang disebut dengan doomscrolling.

Menurut laman resmi Flinders University, doomscrolling diartikan sebagai suatu kebiasaan terus-menerus melihat berita atau konten negatif di media sosial atau situs berita, meskipun informasi tersebut seringkali membuat kita merasa cemas atau tidak nyaman dan membuat efek ketagihan.

Dorongan untuk terus-menerus melihat berita negatif dipengaruhi oleh meningkatnya konflik, seperti kekerasan, bencana alam yang terus terjadi, dan ketegangan politik yang mendominasi media. Dalam situasi seperti ini, banyak dari kita yang merasa terdorong untuk terus memantau berita yang ada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Doomscrolling dapat memengaruhi siapa saja yang memiliki perangkat digital seperti dikutip dari Harvard Health Publishing. Dr Aditi Nerurkar dari Harvard Medical School menekankan, "Jika anda memiliki perangkat maka akan sering untuk membaca berita buruk."

Perilaku ini berakar pada sistem limbik otak manusia, yang sering disebut sebagai otak kadal atau reptil. Cara kerjanya dengan berperan dalam proses melawan atau lari dari bahaya dan mendorong kita untuk selalu lari dari ancaman.

ADVERTISEMENT

Meskipun semua orang rentan melakukan perilaku buruk, ini terdapat tiga kondisi orang yang lebih rentan melakukannya, yaitu orang yang sedang mengalami stres, perempuan, dan orang yang memiliki trauma.

Dosen psikologi Universitas Hang Tuah, Lutfi Arya, MPsi, Psikolog mengungkapkan terdapat tiga alasan utama mengapa seseorang cenderung melakukan doomscrolling.

Pertama, karena manusia memiliki bias alami negatif, di mana kita lebih cenderung memperhatikan peristiwa negatif dibandingkan yang positif. Bias ini dimiliki oleh manusia sebagai mekanisme dalam bertahan hidup, yang membantu kita mendeteksi dan menghindari potensi ancaman di sekitar kita.

Kedua, banyak orang yang merasa bahwa dengan terus menerus mengikuti berita, mereka dapat mengendalikan situasi yang tidak menentu. Keyakinan ini muncul karena berpikir bahwa dengan mengetahui apa yang terjadi di dunia, mereka akan lebih siap dalam menghadapi tantangan atau mencegah dampak negatif yang mungkin timbul. Meskipun perasaan ini dapat memberikan rasa aman, tetapi lebih sering menambah kecemasan.

Ketiga, seseorang sering mencari perbandingan atau validasi sosial melalui doomscrolling. Dengan membandingkan kondisi yang dimiliki diri mereka dengan yang dimiliki oleh orang lain yang mungkin lebih buruk, mereka merasa sedikit lega atau bersyukur.

Penelitian tentang Doomscrolling

Perilaku ini telah diteliti dengan melibatkan 800 mahasiswa dengan budaya yang berbeda, yaitu dari negara Iran yang memiliki budaya kolektif dan negara Amerika Serikat yang memiliki budaya individualis barat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dampak dari mengkonsumsi berita negatif yang berlebihan di media sosial sehingga memengaruhi pikiran dan perasaan terkait keberadaan diri.

Peneliti Reza Shabahang dari College of Education, Psychology and Social Work, Flinder University menjelaskan "Kami ingin melihat apakah ada hubungan antara doomscrolling dan pikiran serta perasaan manusia."

Hasil penelitian menunjukkan bahwa doomscrolling bekaitan dengan kekhawatiran eksistensi, kehidupan, dan kematian bagai mahasiswa asal Iran dan Amerika Serikat. Selain itu, fenomena ini juga muncul sebagai indikator rasa tidak suka terhadap orang lain di kalangan mahasiswa Iran.

"Ketika kita terus-menerus terpapar berita dan informasi negatif di internet, hal ini dapat mengancam keyakinan kita tentang kematian dan kendali kita terhadap hidup kita," ujar Shabahang.


Dampak dari Doomscrolling

Doomscrolling memiliki beberapa dampak negatif bagi kesehatan mental dan kesejahteraan. Menurut Reza Shabahang kebiasaan ini dapat menimbulkan stres, kecemasan, dan keputusasaan, serta membuat kita mempertanyakan makna hidup.

1. Meningkatkan Stres, Kecemasan, dan Depresi

Ketika kita secara terus menerus terpapar berita negatif dapat memicu atau memperburuk kondisi kesehatan mental. Stres yang dihasilkan dari rangsangan negatif ini dapat memicu respon melawan atau lari, yang berujung pada gejala fisik seperti insomnia, sakit kepala, dan jantung berdebar.

2. Mengurangi Kebahagiaan dan Kepuasan

Perilaku doomscrolling cenderung mengurangi emosi positif dan membuat individu merasa lebih pesimistis dan putus asa. Dampak ini juga dapat menurunkan harga diri dan kepercayaan diri, serta membuat seseorang merasa tidak berdaya dalam menghadapi tantangan.

3. Gangguan Fokus dan Produktivitas

Kebiasaan ini juga mengalihkan perhatian dari tugas dan tujuan penting, mengurangi efisiensi dan efektivitas. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dapat mengganggu ingatan, karena perhatian terus-menerus berpindah dari satu topik ke topik lainnya.

4. Berkurangnya Hubungan Sosial dan Empati

Doomscrolling dapat menyebabkan merasa terisolasi dari teman dan keluarga, serta mengurangi minat dalam membangun hubungan. selain itu, kebiasaan ini dapat membuat seseorang menjadi kurang peka terhadap penderitaan orang lain yang berdampak pada sikap altruistik.

Cara Berhenti Melakukan Doomscrolling

Dr Aditi Nerurkar dan Dr Richard Mollica dari Harvard Medical School memberikan beberapa tips yang dapat dicoba untuk berhenti dari kebiasaan doomscrolling:

1. Jauhkan Ponsel dari Tempat Tidur

Menjauhkan ponsel dari jangkauan dapat mengurangi godaan untuk memainkannya saat bangun tidur. Dr Nekrurkar mengatakan, "Cara ini bisa mengurangi godaan untuk mengambilnya saat bangun tidur."

Alih-alih langsung memeriksa ponsel, cobalah untuk melakukan rutinitas pagi seperti merapikan tempat tidur atau berolahraga.

2. Terapkan Cara ini pada Saat Kerja

Selain menjauhkan ponsel dari tempat tidur, saat bekerja juga sebaiknya jauhkan ponsel seperti simpan di laci atau tempat yang susah dijangkau selama jam kerja. dengan cara ini, akan lebih fokus pada tugas atau pekerjaan tanpa terganggu oleh notifikasi atau godaan untuk memeriksa berita.

3. Jangan Bawa Ponsel ke Meja Makan

Saat makan, letakkan ponsel jauh dari jangkauan dan atur dalam mode senyap. Hal ini akan membantu lebih menikmati waktu makan bersama keluarga atau teman dan mengurangi paparan berita negatif.

4. Atur Ponsel dalam Mode Hitam Putih

Mengubah tampilan ponsel menjadi hitam putih dan mengurangi saturasi warna pada layar dapat mengurangi ketertarikan untuk memainkan ponsel secara terus menerus. Pendapat ini didukung oleh data yang ditemukan dalam penelitian seperti yang dijelaskan oleh Dr Nerurkar.

5. Fokus pada Hal-Hal Positif

Waktu yang kita miliki dapat digunakan untuk untuk berbagai kegiatan positif, seperti menjadi relawan bencana, kelas memasak, belajar bahasa baru, atau sekedar menikmati alam.

6. Berani Berkata Tidak

Jika ada orang yang berbagi cerita atau berita yang menyedihkan dan penuh kekerasan, beranilah untuk berkata tidak dan tidak tertarik untuk melihatnya. "Dengan melakukan hal ini membuat Anda memegang kendali atas diri sendiri," ujar Dr Mollica.

7. Berbicara dengan Profesional

Jika semua cara yang telah diberikan tidak dapat menghentikan dari kebiasaan berita negatif dan mulai memengaruhi kesehatan mental, pertimbangkan untuk mengunjungi profesional seperti psikolog atau psikiater.

"Sebagian kecil orang benar-benar membutuhkan bantuan profesional supaya dapat berhenti dari kebiasaan buruk ini," ujar Dr Mollica.




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads