Studi Ungkap Efek Bahaya Kebiasaan Nonton Video Pendek di Medsos, Sudah Tahu?

ADVERTISEMENT

Studi Ungkap Efek Bahaya Kebiasaan Nonton Video Pendek di Medsos, Sudah Tahu?

Fahri Zulfikar - detikEdu
Senin, 09 Sep 2024 19:30 WIB
Window, smartphone and girl on social media, connection and search internet in house. Young female, kid and child with phone, online reading or communication being calm, playing games, device or chat
Foto: Getty Images/AlexanderFord/Ilustrasi anak main sosial media
Jakarta -

Video pendek berdurasi 10-30 detik telah menjadi ciri dari tontonan yang ada di media sosial (medsos). Namun, tahukah kamu kebiasaan menonton video pendek memiliki dampak negatif terhadap otak?

Sebuah studi yang terbit di Frontiers pada 27 Juni 2024 mengungkapkan adanya keterkaitan antara kebiasaan menonton video pendek dengan fungsi perhatian dan pengendalian diri. Singkatnya, orang yang cenderung sering menonton video pendek ini akan mudah terganggu perhatiannya dan pengendalian dirinya.

Menurut peneliti, terlepas dari manfaat media sosial, ada kesenjangan yang nyata dengan dampak buruk menonton video pendek terlalu sering terhadap fungsi kognitif otak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam penelitian sebelumnya pada remaja, diketahui bahwa penggunaan ponsel secara berlebihan, termasuk video berdurasi pendek, dapat menyebabkan penarikan diri dari pergaulan dan memengaruhi keterampilan interpersonal yang normal.


Dampak Kebiasaan Menonton Video Pendek pada Otak

Dalam penelitian ini, para peneliti dari Zhejiang University dan Hangzhou City University menganalisis data electroencephalogram (EEG) 48 peserta untuk mengetahui dampak yang terjadi pada saraf dan otak.

ADVERTISEMENT

Peserta berusia antara 18 dan 65 tahun dan tidak ada diagnosis gangguan saraf atau penyakit jiwa. Peserta juga dipastikan tidak menggunakan narkoba (obat-obatan psikotropika atau alkohol) dalam sebulan terakhir.

Selain itu, peneliti juga memastikan para peserta tidak memiliki reaksi merugikan yang parah terhadap rangsangan seperti kerlipan lampu, rangsangan pendengaran, atau radiasi elektromagnetik.

Setelah dilakukan analisis, Hui Zhou dan kawan-kawan menemukan bahwa pengguna video pendek yang kecanduan ponsel mengalami lebih banyak defisit perhatian saat menonton video berdurasi pendek, dan mengalami gangguan konsentrasi perhatian selama memproses gangguan.

Peneliti juga menemukan korelasi negatif yang signifikan antara kecenderungan kecanduan video pendek dan indeks osilasi saraf yang mencerminkan jaringan kendali eksekutif di area frontal.

"Temuan ini menunjukkan bahwa kecenderungan yang lebih tinggi terhadap kecanduan video pendek dapat mengganggu kontrol eksekutif. Selain itu, kami mengidentifikasi korelasi negatif yang kuat antara kecanduan video pendek dan kemampuan pengendalian diri, yang menunjukkan bahwa tingkat kecanduan yang lebih tinggi dikaitkan dengan berkurangnya pengendalian diri," tulis mereka dalam Frontiersin, dikutip Senin (9/9/2024).

Bahaya Video Pendek untuk Perkembangan Anak-anak

Pakar Sosiologi Digital dari University of Southern California (USC) Dornsife, Amerika Serikat, Dr Julie Albright, mengatakan bahwa scroll atau menggulir video pendek di media sosial merupakan kecanduan.

Pemindaian otak mahasiswa Tiongkok yang menggunakan aplikasi serupa TikTok telah menunjukkan bahwa area otak terlibat dalam kecanduan sangat aktif pada mereka yang menonton video yang dipersonalisasi, dan beberapa orang bahkan kesulitan mengontrol kapan harus berhenti menonton.

Banyak ahli percaya bahwa TikTok dan platform media sosial yang menyediakan konten video-video pendek akan mematikan rentang perhatian anak-anak. Penelitian menunjukkan bahwa menonton video berdurasi pendek menyulitkan anak-anak untuk terlibat dalam aktivitas yang tidak menawarkan aktivitas instan, konstan, dan terkait kepuasan.

"Serangan dopamin yang terus-menerus, neurotransmitter yang dilepaskan saat otak mengharapkan imbalan, memperkuat penggunaan aplikasi seperti TikTok. Para dokter anak menggambarkan TikTok sebagai "mesin dopamin"," ucap Dr Albright, yang dikutip dari Journal of Law & Technology.

Menurutnya, efek pada otak ini akan membuat anak-anak kesulitan mencapai tujuan jangka panjang hingga ketidakmampuan fokus di sekolah. Parahnya, masalah-masalah ini bisa meluas dan berdampak luas.

Maka dari itu, peneliti menyarankan bahwa orang tua dan pemerintah perlu mengatur dengan ketat untuk melindungi anak-anak dari kecanduan semacam ini.

"Merancang undang-undang secara ketat dan tunduk pada pengawasan ketat bukanlah tugas yang mudah, terutama dalam lanskap digital yang terus berubah. Namun demikian, ini adalah tugas yang layak untuk dilakukan," tuturnya.




(faz/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads