Cerita Perempuan Afganistan Harus ke Luar Negeri Demi Bisa Kuliah

ADVERTISEMENT

Cerita Perempuan Afganistan Harus ke Luar Negeri Demi Bisa Kuliah

Nikita Rosa - detikEdu
Minggu, 22 Sep 2024 14:00 WIB
Ratusan perempuan Afghanistan kabur ke luar negeri demi melanjutkan pendidikan
Ilustrasi Perempuan Afghanistan. (Foto: BBC World)
Jakarta -

Taliban telah melarang perempuan untuk melanjutkan pendidikan tinggi sejak Desember 2022. Mereka yang mendapat kesempatan memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di luar negeri.

Organisasi ekstremis Taliban telah menguasai Afghanistan sejak 2021 lalu. Pembatasan bagi perempuan yang disebut sebagai "apartheid gender" pun terus diterapkan, seperti pembatasan pendidikan hingga pekerjaan.

Para perempuan yang masih ingin melanjutkan pendidikannya, harus bertolak ke negara lain. Salah satu negara tujuan mereka adalah Skotlandia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hussaini adalah salah satu dari 19 mahasiswi kedokteran dari Afghanistan yang tiba di Skotlandia pada 21 Agustus lalu setelah kampanye tiga tahun oleh Linda Norgrove Foundation. Norgrove adalah seorang pekerja bantuan Skotlandia berusia 36 tahun yang diculik oleh militan Islam di Afghanistan dan tewas dalam upaya penyelamatan yang gagal oleh pasukan khusus AS pada tahun 2010.

Yayasan yang dibentuk oleh orang tuanya atas nama dia itu menyebutkan bahwa para siswa tersebut seringkali dikurung di rumah mereka sejak Taliban mengeluarkan larangan bagi perempuan untuk belajar di universitas pada Desember 2022.

ADVERTISEMENT

"Datang ke Skotlandia mengubah segalanya. Itu memberi saya harapan untuk masa depan yang lebih baik," kata Hussaini dalam France 24.

"Saya bisa menjadi dokter, saya bisa mandiri secara finansial dan saya bisa mengabdi kepada keluarga dan masyarakat saya sebaik mungkin," tambahnya.

Sementara itu, Faribi Asifi, mahasiswa kedokteran yang berusia 25 tahun, mengaku dirinya dilarang untuk melanjutkan pendidikan spesialis di negara asalnya. Ia sekarang belajar di University of Glasgow.

"Sekarang saya merasa bahwa saya adalah orang paling beruntung karena berada di sini dan saya dapat melanjutkan pendidikan saya dan saya memperoleh kesempatan ini untuk melanjutkan pendidikan saya dan mengejar impian saya. Saya sangat gembira dan saya benar-benar bahagia," ungkapnya.

Asifi yakin jika aturan Taliban bukanlah situasi permanen. Ia berharap semua perempuan Afganistan nantinya dapat kembali bersekolah.

"Dan suatu hari nanti, saya cukup yakin kita akan melihat semua gadis, semua wanita bisa melakukannya, bisa mendapatkan pendidikan, bekerja, dan bersenang-senang. Dan kita harus optimistis kita akan memiliki Afganistan yang cerah. Itu sudah dekat," ungkapnya.

Hussaini,Faribi, dan 18 mahasiswa kedokteran dari Afganistan tiba di Skotlandia setelah pemerintah Skotlandia yang didelegasikan di Edinburgh mengubah undang-undang pendanaan untuk memastikan bahwa mereka akan diperlakukan seperti mahasiswa Skotlandia dan berhak mendapatkan pendidikan gratis. Beberapa dari mereka belajar di St Andrews, Dundee, dan Aberdeen.

Yayasan tersebut mengatakan bahwa mereka harus melewati sejumlah rintangan agar para mahasiswa itu dapat sampai ke Skotlandia. Termasuk bernegosiasi untuk melakukan perjalanan ke Pakistan guna mengajukan visa Inggris, menyelenggarakan tes bahasa Inggris, dan wawancara universitas secara online.

Yayasan tersebut juga memberikan akomodasi dan telah menghabiskan total US$ 79.000 atau sekitar Rp 1,19 miliar.

"Akhirnya, 19 perempuan muda yang sangat berbakat ini mendapatkan kembali masa depan mereka dengan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan karier yang luar biasa. Alternatif bagi mereka di Afghanistan tidaklah baik," kata ayah Linda Norgrove, John Norgove, dalam sebuah pernyataan.




(nir/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads