Gempa bumi Magnitudo 5,0 terjadi di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan sekitarnya pada Rabu (18/9/2024) pukul 09.41 WIB. Sejumlah bangunan rusak imbas gempa, khususnya di Kecamatan Kertasari dan Pangalengan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut setidaknya terjadi 33 gempa susulan setelah bencana tersebut. Empat gempa susulan di antaranya terasa oleh warga setempat.
Pakar gempa dan Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (FITB ITB) Prof Dr Irwan Meilano ST MSc mengatakan, peristiwa tersebut menjadi pengingat bagi warga akan potensi-potensi pemicu gempa di Jawa Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengingatkan, potensi gempa Jabar tidak hanya berasal dari zona megathrust di pantai selatan. Namun, ada juga potensi risiko dari sesar aktif di daratan.
"Kita seringkali berfokus pada potensi gempa dari zona subduksi di selatan (megathrust). Namun, gempa kali ini mengingatkan kembali bahwa sumber gempa lain juga bisa berasal dari sesar aktif di daratan," kata Irwan pada mahasiswa Teknologi Pascapanen ITB Najma Shafiya, dikutip dari laman resmi ITB, Sabtu (21/9/2024).
Gempa Megathrust dan Sesar Aktif Daratan
Zona megathrust adalah zona subduksi dengan patahan besar, tempat lempeng tektonik lebih padat bergerak ke bawah lempeng yang lebih ringan. Pergerakan ini menciptakan tekanan yang bisa menghasilkan gempa bumi magnitudo tinggi jika tekanan ini dilepaskan secara tiba-tiba dan memicu tsunami.
Sedangkan wilayah yang dilalui sebaran sesar aktif adalah wilayah yang rawan terjadi gempa bumi. Berdasarkan data BMKG, sesar aktif di daratan juga menjadi pemicu gempa Gianyar, Bali dengan magnitudo 4.8 pada Sabtu (21/9/2024) pagi.
Irwan mengatakan, gempa sesar dengan jarak lebih dekat ke permukaan dapat mengakibatkan kerusakan yang sama-sama signifikan dengan dampak kerusakan dari gempa megathrust. Potensi risiko ini dapat terjadi sekalipun magnitudo gempa sesar aktif lazimnya lebih kecil daripada gempa megathrust.
Ia menjelaskan, gempa yang berasal dari sesar maupun megathrust sama-sama dihasilkan dari proses pergeseran tektonik pada cincin api Indonesia. Dikutip dari Geotoksikologi oleh Sukandarrumidi dkk, cincin api (ring of fire) adalah wilayah sepanjang 40.000 km di sekitar Samudra Pasifik yang sering terjadi gempa bumi dan letusan gunung api.
Irwan juga mengimbau warga untuk waspada akan gempa-gempa susulan. Sebab, gempa susulan dapat terjadi sebagai pelepasan sisa energi.
"Sebuah gempa akan diikuti dengan gempa susulan, hal ini mengindikasikan gempa melepaskan energi satu kali saja. Sisa energinya dilepaskan dalam energi susulan," ucapnya.
Mitigasi Bencana Gempa
Mitigasi bencana gempa menurutnya terutama dalam meningkatkan pemahaman tentang risiko gempa melalui peta kajian risiko yang lebih mendalam. Untuk itu, peta risiko bencana yang lebih detail perlu dibuat.
Lebih lanjut, peta kajian risiko gempa dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan. Khususnya yakni untuk kebijakan tata ruang, baik dari segi infrastruktur, pemilihan lokasi, dan jalur evakuasi yang mempertimbangkan risiko gempa di suatu wilayah.
Kemudian, literasi bencana masyarakat menurut Iwan juga perlu ditingkatkan. Caranya bisa melalui kurikulum pendidikan maupun melalui komunitas.
Irwan menekankan kolaborasi pemerintah dan masyarakat sangat penting dan mendesak untuk dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi risiko gempa.
"Saya percaya bangsa Indonesia punya modal untuk itu (mitigasi bersama), salah satunya dengan budaya kita gotong royong. Kita harus menanamkan bahwa dengan kemampuan yang kita miliki, dengan bersama-sama kita bisa melakukan upaya pengurangan risiko bencana," ucapnya.
"Karena kalau masyarakat bergerak sendiri, hasilnya tidak akan optimal," kata Iwan.
(twu/nwy)