Kodok-pucat trilaksono dengan nama ilmiah Chirixalus trilaksonoi dipublikasi sebagai jenis baru pada tahun 2014. Penemu dari kodok ini adalah Wahyu Trilaksono, salah satu staf di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi-BRIN. Wahyu mendapatkan kodok-pucat ini di persawahan dekat rumahnya di Bogor, Jawa Barat.
Kelompok kodok ini diberi nama kodok pucat karena tergolong anggota marga Chirixalus yang masuk dalam suku Rhacophoridae tubuhnya berwarna pucat dan tidak ada warna terang mencolok yang menghiasi tubuhnya. Sebagai contoh pada punggung kodok-pucat trilaksono terdapat corak garis-garis memanjang, tetapi corak ini terlihat tipis.
Kodok-pucat trilaksono bertubuh kecil, panjang tubuh hanya mencapai 26 mm. Kodok ini bersifat arboreal (hidup pada pohon). Ciri khas dari kodok ini adalah tubuh ramping, gendang telinga berwarna gelap dan jelas terlihat dengan diameter sekitar separuh dari diameter mata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, kodok ini memiliki ujung jari kaki dan tangan melebar membentuk piringan membulat. Jari kaki berselaput renang penuh, sedangkan jari tangan berselaput renang pada bagian dasar.
Baca juga: Produk Kemasan Saset: Untung atau Buntung? |
Status populasi
Kodok-pucat trilaksono tidak mudah dijumpai di alam, walaupun kodok ini dapat hidup pada habitat persawahan. Memurut IUCN (International Union for Conservation of Nature) status populasi kodok ini masuk dalam kategori terncam punah (Endangered-EN).
Status terancam punah bukan karena perburuan dan perdagangan, tetapi karena habitat alaminya yang menyusut dan menurunnya kualitas habitatnya.
Habitat kodok-pucat trilaksono
Kodok-pucat trilaksono bukan kodok asli hutan. Mereka hidup pada habitat yang telah dimodifikasi manusia, seperti persawahan, rawa-rawa berumput, kebun sawit dan kolam permanen yang tidak berarus. Semua tipe habitatnya selalu dekat dengan pohon-pohon
rindang yang membuat teduh.
Habitat persawahan di mana kodok-pucat trilaksono dijumpai berlimpah adalah persawahan di daerah Haur Bentes di wilayah Propinsi Banten.
Persawahan di lokasi ini tidak luas, hanya terdiri dari beberapa petak yang pada bagian tepi persawahan terdapat pohon-pohon rindang dengan beberapa genangan air di bawahnya. Persawahan ini tidak menggunakan insektisida, karena untuk memproduksi beras organik.
Pada habitat rawa-rawa bekas persawahan, kodok-pucat trilaksono juga dijumpai berlimpah. Rawa-rawa ini juga diteduhi oleh pohon-pohon rindang, dan karena lama tidak ditanam padi maka tempat ini bebas dari insektisida.
Selain habitat yang tidak tercemar insektisida, habitat kodok-pucat trilaksono juga tidak dijumpai kodok sawah Fejervarya cancrivora. Kodok sawah yang bertubuh besar adalah pemangsa dari jenis kodok lain yang tubuhnya lebih kecil.
Kodok sawah banyak diburu untuk konsumsi manusia. Kemungkinan dengan menurunnya populasi kodok sawah menyebabkan kodok-pucat trilaksono dapat optimum berkembang biak tanpa diganggu kodok pemangsa.
Sebaliknya, tingginya pemakaian insektisida, berkurangnya pohon-pohon peneduh di persawahan atau habitat alaminya yang lain, dan bertambahnya populasi kodok pemangsa menjadi penyebab menurunnya populasi kodok-pucat trilaksono di alam.
Keberadaan kodok-pucat trilaksono di habitatnya dapat terdeteksi dari suara yang dilepaskan oleh jantan dewasa. Dengan mengenal suaranya, maka para surveyor akan dengan cepat mengetahui apakah jumlah individu kodok-pucat trilaksono di lokasi tersebut berlimpah atau jarang.
Suara kodok-pucat trilaksono
Jantan kodok-pucat trilaksono akan mengeluarkan suara bila kelembaban udara tinggi, seperti setelah turun hujan. Suara kodok ini mempunyai frekuensi paling tinggi dibandingkan jenis-jenis kodok lain yang juga penghuni persawahan.
Tipe gelombang suara kodok-pucat trilaksono terdiri dari dua tipe. Tipe pertama adalah nada murni, yang mana satu suara terdiri dari rangkaian 2-3 nada murni dan berdurasi pendek dengan durasi interval antar nada murni berkisar antara 3-15 milidetik.
Tipe yang kedua adalah nada puls, yang mana suara ini merupakan sederetan nada puls sederhana dengan interval antar nada puls sekitar 40 milidetik.
Satu nada puls dari suara panggilan kedua terdiri dari 2-4 sub-nada puls tanpa interval. Durasi suara panggilan pendek adalah sekitar 150 milidetik, sedangkan durasi suara panggilan yang panjang dapat mencapai 800 milidetik.
Suara panggilan kedua yang berdurasi panjang memperlihatkan adanya amplitudo dan frekuensi yang bermodulasi, sedangkan suara pertama yang berdurasi pendek hanya memperlihatkan adanya frekuensi yang bermodulasi.
Suara panggilan pertama mempunyai frekuensi dominan sekitar 4500 Hz, sedangkan suara panggilan kedua sekitar 4200 Hz. Lebar pita dari suara panggilan kedua bervariasi yang disebabkan oleh adanya frekuensi modulasi, yaitu antara 3700 Hz sampai 5100 Hz.
Dalam kondisi alami, suara panggilan pertama lebih sering dilepaskan oleh individu jantan.
Konservasi
Keberadaan kodok-pucat trilaksono di dalam kawasan lindungan, seperti taman nasional atau cagar alam belum pernah dijumpai sampai saat ini. Kodok ini memang menyukai habitat buatan manusia yang kerap beralih fungsi menjadi lahan perkebunan atau pemukiman manusia.
Oleh sebab itu jenis kodok ini memang rawan punah, karena usaha untuk melindungi habitatnya akan menghadapi banyak kendala.
Persawahan seperti yang terdapat di daerah Haur Bentes mungkin dapat menjadi contoh habitat yang ideal untuk kodok-pucat trilaksono. Keberadaan genangan-genangan air di tepi persawahan yang teduh dapat menjadi tempat mengungsi kodok ini pada waktu padi dipanen.
Saat padi ditanam kembali, kodok-pucat trilaksono dapat kembali ke persawahan untuk melanjutkan aktifitas kehidupannya.
Mempertahankan habitat rawa-rawa yang banyak ditumbuhi rumput-rumputan untuk tidak dialih fungsikan menjadi habitat lain juga salah satu strategi untuk menghindari kepunahan kodok-pucat trilaksono di alam.
Hellen Kurniati dan Wahyu Trilaksono
Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi-BRIN
(pal/pal)